Kriteria jadi lawan berat dan belum adanya zona aman untuk Jokowi
Merdeka.com - Lembaga survei Polmark Indonesia melakukan survei terkait elektabilitas para tokoh jelang Pemilihan Presiden 2019. Hasilnya, Joko Widodo mengungguli sejumlah kandidat, termasuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.
Survei dilakukan pada 13-25 November 2017. Jumlah responden dalam survei ini sebanyak 2.600 responden dengan proporsi imbang antara laki-laki dan perempuan. Seluruh data dari responden didapat secara langsung melalui wawancara. Metode digunakan multistage random sampling dengan margin of error 1,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Jokowi unggul baik saat pertanyaan dilakukan secara spontan tanpa alat bantu dan dengan alat bantu. Lewat pertanyaan spontan, elektabilitas Jokowi sekitar 41 persen, menyusul di bawahnya Prabowo dengan 15,9 persen.
-
Siapa yang unggul dalam survei Pilkada Jabar? 'Ini nama nama yang muncul di kalangan elite, Dedi Mulyadi muncul dari internal Gerindra, Ilham Akbar Habibie dari Nasdem, Ridwan Kamil dari Golkar,' kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam paparan surveinya pada 4 Juli 2024 lalu.
-
Siapa yang menang survei Poltracking? Survei Poltracking Indonesia mencatat, masyarakat dengan penghasilan berkisar Rp1 juta - Rp2 juta cenderung condong pada pasangan capres-cawapres nomor urut 2, yakni Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang memperoleh suara 42,9 persen.
-
Bagaimana Indikator Politik melakukan survei ini? Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka kepada 1.200 sampel responden yang dipilih menggunakan multistage random sampling.
-
Siapa yang mendukung Prabowo di Pilpres 2019? Prabowo diusung oleh Koalisi Indonesia Adil Makmur dan Jokowi didukung Koalisi Indonesia Kerja.
-
Kenapa elektabilitas Prabowo naik? Menurut Saifullah Yusuf, elektabilitas Prabowo terus naik karena cawapres Muhaimin dan PKB tidak efektif mendulang suara.
Kemudian, jika pertanyaan yang diajukan kepada responden dengan alat bantu, Jokowi konsisten unggul jauh dari kandidat-kandidat lain. Jokowi memperoleh suara sebesar 50,2 persen, menempel di bawahnya Prabowo 22 persen.
"Jokowi dan Prabowo masih merupakan dua tokoh dengan elektabilitas tertinggi, yaitu berturut-turut 50,2 persen dan 22 persen," ujar CEO PolMark Indonesia Eep Saefulloh Fatah di Resto Batik Kuring, kawasan SCBD, Jakarta, Senin (18/12).
Eep mengatakan alasan mayoritas pemilih dari total 50,2 persen menjatuhkan pilihan ke Jokowi karena dianggap merakyat dan dekat dengan masyarakat. Pada pemilih Prabowo yang menyebutnya merakyat hanya 13 persen.
Sementara, kata Eep, alasan separuh pemilih Prabowo memberikan dukungannya karena dianggap tegas dan berwibawa. Alasan sama disebutkan oleh 13,7 persen dari 50,2 persen pemilih Jokowi.
"Hampir separuh pemilih Prabowo yakni 48 persen dari 22 persen memilih Prabowo karena dinilai memiliki ketegasan dan kewibawaan," ujarnya.
Selain merakyat, alasan lain pemilih memilih Jokowi karena dinilai jujur dan adil sebesar 13 persen. Lalu, 9 persen pemilih menilai Jokowi mampu mengatasi masalah, dan pemilih yang memilih karena dasar Jokowi berwawasan sekitar 6,4 persen.
Untuk Prabowo, sekitar 5,2 persen pemilih memilihnya karena dianggap jujur dan adil, 5,9 persen memilih Prabowo karena dinilai mampu mengatasi masalah serta 8,9 persen pemilih menyebut mantan Danjen Kopassus itu berwawasan.
Eep menuturkan, data tersebut mengindikasikan Jokowi memiliki lawan berat jika terdapat lawan yang memiliki dua karakter sekaligus yaitu merakyat dan tegas.
Menurut Eep, sekalipun elektabilitas Jokowi sudah mencapai 50,2 persen ternyata pemilih mantapnya baru 30,5 persen. Jumlah pemilih mantap Prabowo bahkan masih sangat terbatas 9,9 persen.
Eep menyimpulkan dari hasil survei ini kontestasi Pilpres 2019 sebenarnya masih sangat cair. Hal ini karena lebih dari separuh jumlah pemilih di Indonesia masih bisa berubah pilihannya.
"Ini mengindikasikan dua hal sekaligus, Jokowi belum ada dalam 'zona aman keterpilihan' dan pintu bagi kemungkinan munculnya kandidat alternatif masih terbuka," ujarnya.
Untuk elektabilitas, di bawah Jokowi dan Prabowo, berturut-turut ada nama Direktur The Yudhoyono Institute Agus Harimurti Yudhoyono 1,2 persen, Ketum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo 1,0 persen, Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan 0,9 persen, dan Mantan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo 0,7 persen dan Basuki T Purnama 0,3 persen.
Sementara itu, pemilih yang belum menentukan pilihan yakni gabungan antara yang menjawab rahasia dengan tidak menjawab atau tidak tahu masih cukup besar jumlahnya, yaitu 35,7 persen. (mdk/did)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Prabowo Subianto memiliki potensi menang pada pesta demokrasi mendatang.
Baca SelengkapnyaKepribadian Prabowo yang dianggap tegas, jujur, dan bersih juga menjadi faktor elektabilitas paling tinggi.
Baca SelengkapnyaSebaliknya, penurunan dialami pasangan nomor urut 3, Ganjar Pranowo-Mahfud MD. Padahal, Ganjar pernah menjabat Gubernur Jawa Tengah.
Baca SelengkapnyaSejumlah lembaga survei memotret elektabilitas atau tingkat keterpilihan capres dan cawapres empat hari menjelang pencoblosan.
Baca SelengkapnyaPoltracking mencatat elektabilitas Prabowo-Gibran mengalahkan Ganjar-Mahfud dan Anies-Cak Imin dengan selisih suara yang besar.
Baca SelengkapnyaSecara garis besar, Gerindra dan PDIP sama-sama unggul di enam kategori wilayah
Baca SelengkapnyaPrabowo diasosiasikan sebagai bacapres yang paling direstui Jokowi.
Baca SelengkapnyaHasil survei LSI Denny JA menunjukkan elektabilitas Prabowo lebih unggul dari Ganjar.
Baca SelengkapnyaPeneliti Utama Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, dukungan untuk Prabowo mencapai 45,3 persen.
Baca SelengkapnyaPerolehan suara Prabowo-Gibran meningkat sejak Oktober 2023 dengan perolehan 35,8 persen. Lalu, naik tajam pada November 2023 menjadi 45 persen.
Baca SelengkapnyaBasis lemah Anies Baswedan 22,8 persen, Ganjar Pranowo 21,5 persen dan Prabowo Subianto 24,2 persen.
Baca SelengkapnyaPengamat menilai Prabowo merupakan kandidat capres yang berpotensi besar meraih limpahan elektabilitas pada Pilpres 2024.
Baca Selengkapnya