Lembaga Pemantau Pilkada Temukan Banyak Kendala Penggunaan Sirekap
Merdeka.com - Sejumlah lembaga pemantau Pilkada, yaitu Perludem dan Kode Inisiatif melakukan survei terkait proses penghitungan suara maupun penggunaan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Sirekap merupakan pengganti Situng atau Sistem Informasi Penghitungan Suara. Dalam Pilkada 2020, Sirekap juga dimanfaatkan sebagai sarana publikasi data hasil penghitungan suara dari seluruh TPS dan setiap jenjang rekapitulasi, yang bisa diakses oleh publik.
Sehingga tidak hanya dipakai sebagai alat bantu dalam proses rekapitulasi hasil perolehan suara yang dilakukan berjenjang dari tingkat TPS, PPS, PPK, dan KPU Kabupaten/Kota saja.
-
Apa itu Pantarlih Pemilu? Pantarlih adalah singkatan dari Petugas Pemutakhiran Data Pemilih. Dipilihnya pantarlih ini tentu memiliki tugas dan kewajiban yang jelas. Sebagai salah satu peran penting dalam pelaksanaan pemilu, maka perlu dipahami lebih lanjut apa itu Pantarlih Pemilu.
-
Siapa yang berperan dalam pelaksanaan Pilkada di Indonesia? Pilkada memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menilai kinerja pemimpin yang sedang menjabat.
-
Siapa yang mengawasi Pilkada? Diawasi oleh Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Provinsi dan Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kabupaten/Kota.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
Ada 64 responden dari 31 kabupaten/ kota yang berpartisipasi dalam survei ini. Hasilnya, hanya 60,9 persen KPPS yang menggunakan Sirekap dalam proses penghitungan suara di TPS. Sisanya masih manual. Kemudian, 54,7 persen responden menyatakan ada kendala dalam menggunakan Sirekap.
"Dari 100 persen, 6,3 persennya mengaku tidak tahu apakah ada kendala atau tidak saat menggunakan Sirekap," kata peneliti Perludem, Heroik Pratama dalam diskusi Perludem, Minggu (13/12).
Heroik melanjutkan, 56,3 persen responden menyatakan ada pengulangan dalam melakukan foto formulir model C. Hasil-KWK TPS. Selain itu, 57,8 persen responden menyatakan, para petugas KPPS kesulitan saat mengirimkan foto dan hasil perolehan suara di formulir model C. Hasil-KWK TPS melalui Sirekap.
"Mirisnya lagi, 45,3 persen responden menyatakan tidak tahu apakah ada perbaikan dalam penulisan angka di dalam Sirekap. 7,8 persen responden lainnya mengatakan ada perbaikan," ujar Heroik.
Hasil survei responden yang cukup mengejutkan lainnya yaitu 76,6 persen tidak memahami penggunaan Sirekap. Dengan berbagai kendala yang dihadapi petugas KPPS dalam menggunakan Sirekap, hanya 6,2 persen yang menyatakan keberatan terhadap hasil Sirekap. Sisanya, 93,8 persen mengaku tidak keberatan.
Dalam kesempatan sama, Komite Independen Sadar Pemilu (KISP) turut memaparkan hasil surveinya. 212 responden yang tersebar di 50 TPS di Kabupaten Bantul dan Sleman, Yogyakarta berpartisipasi dalam survei ini. Hasilnya, 81 persen responden mengaku mengalami kendala saat menggunakan Sirekap.
Kendala yang dihadapi yaitu kendala teknis maupun non teknis. Kendala teknis misalnya server yang bermasalah. Sedangkan kendala lainnya ada pada tingkat pemahaman petugas KPPS dan pemilih itu sendiri terhadap penggunaan Sirekap. Edward pun menyadari bahwa sosialisasi mengenai Sirekap masih sangat minim.
"Tim kami juga mewawancarai langsung para pemilih di 50 TPS, ternyata pemahaman para pemilih terhadap penggunaan Sirekap masih sangat rendah," ujarnya.
Pendiri sekaligus peneliti Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit), Hadar Nafis Gumay juga melihat sebagian petugas KPPS masih kesulitan menggunakan Sirekap. Meskipun begitu, harus diakui bahwa penghitungan suara melalui Sirekap lebih cepat. Walaupun ada beberapa provinsi yang penghitungan suaranya masih jauh tertinggal dari provinsi lain.
"Sangat disayangkan kesulitannya masih banyak terjadi. Padahal ada peningkatan ya (menggunakan Sirekap), ini suatu kabar gembira. Dalam 12 jam bekerja, rata-rata penghitungan suara yang terkumpul di TPS setiap provinsi itu 29,5 persen suara," kata Hadar.
Dia melanjutkan. Provinsi yang penghitungan suaranya paling cepat adalah Jambi yakni mencapai 42,31 persen. Sementara itu, Sulawesi Utara kebalikannya. Setelah 12 jam, hanya terkumpul 22,67 persen suara.
"Bahkan setelah 91 jam sejak dimulainya penggunaan Sirekap, itu rat-rata setiap provinsi sudah mengumpulkan 68,05 persen suara. Jambi bahkan 82,82 persen. Sangat disayangkan masih ada provinsi yang di hari ketiga baru mengumpulkan 44,8 persen suara," ungkapnya.
Menurut Hadar, di beberapa kabupaten/ kota bahkan terpaksa harus menghitung suara secara manual. Bahkan ada beberapa kecamatan yang menggunakan dua metode, yaitu penghitungan suara langsung maupun Sirekap. Hal ini dilakukan karena gangguan sistem yang membuat terkadang Sirekap tidak bisa digunakan.
"Di Depok itu sebagian besar penghitungan suaranya dilakukan manual. Namun ada beberapa kecamatan yang akhirnya pakai dua-duanya Misalnya di hari pertama itu jalan (sistemnya), di hari kedua tidak jalan. Akhirnya mereka hitung manual," ujarnya.
Dari temuan-temuan ini, Hadar berharap Bawaslu tidak mempermasalahkan penghitungan suara yang masih dilakukan secara manual. Dia juga menyayangkan KPU karena tidak bisa memastikan sistem Sirekap bisa diakses dengan lancar tanpa adanya gangguan.
"Kita ingatkan ya, KPU harusnya memastikan jangan sampai ada gangguan. Jadinya ini kan ada penghitungannya itu terlambat," ujarnya.
"Nah daerah yang ada gangguan itu harusnya tidak perlu menghitung dengan dua metode. Nanti malah membingungkan. Ditegaskan saja pakai yang mana selagi masih ada 1 hari untuk proses rekap," lanjutnya.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MK menilai sirekap justru menimbulkan permasalahan dalam Pemilu karena difungsikan sebagai alat bantu.
Baca SelengkapnyaMK menilai penggunaan aplikasi Sirekap harus menjadi catatan bagi KPU.
Baca SelengkapnyaSirekap penting sebagai wujud keterbukaan informasi pada masyarakat.
Baca SelengkapnyaKomisi II beralasan Pemilu harus semakin memudahkan dan menyenangkan untuk masyarakat.
Baca SelengkapnyaHarli pun meminta tanggapan KPU atas apa yang diprotes oleh pihaknya terkait dengan Sirekap
Baca SelengkapnyaBanyak pihak yang menyebut adanya dugaan manipulasi serta kejanggalan dalam aplikasi Sirekap
Baca SelengkapnyaViral video dugaan kecurangan Pemilu berupaa salah input data jumlah suara pada Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Baca SelengkapnyaPermasalahan kegagalan Sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti.
Baca SelengkapnyaKubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mempertanyakan sikap KPU terkait penggunaaan Sirekap sebagai alat bantu penghitungan suara Pemilu 2024 yang bermasalah.
Baca SelengkapnyaMenurut Bawaslu, KPU baru memberikan jawaban atas surat tersebut pada 21 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaPakar keamanan siber menemukan, jumlah suara ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) berbeda dengan dokumen C1.
Baca SelengkapnyaKPU sedang fokus dalam memerhatikan dokumen yang diunggah ke dalam Sirekap.
Baca Selengkapnya