Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mantan Ketua MK sebut pasal penghinaan presiden pemikiran feodal

Mantan Ketua MK sebut pasal penghinaan presiden pemikiran feodal Jimly Asshiddiqie datangi KPK. ©2015 merdeka.com/dwi narwoko

Merdeka.com - Ketua DKPP, Jimly Asshiddiqie tidak sepakat dengan rencana pemerintah yang ingin menghidupkan kembali pasal penghinaan presiden dalam RUU KUHP. Menurut Jimly, alasan pemerintah yang menganggap posisi presiden sebagai simbol negara dianggap sebagai warisan pemikiran feodal yang tidak lagi relevan dengan era demokrasi saat ini.

"Persoalan lambang negara sudah diatur secara khusus dalam pasal 36A Undang-Undang Dasar 1945. Lambang negara yang diatur dalam konstitusi adalah Garuda Pancasila dengan Semboyan Bhinneka Tunggal Ika, bukan presiden," kata Jimly di Gedung Bawaslu, Jakarta Pusat, Rabu (5/8).

Jimly menceritakan, pada tahun 2006 lalu, Mahkamah Konstitusi yang ketika itu dipimpinnya memutuskan menghapus pasal penghinaan kepada presiden karena dianggap bertentangan dengan kebebasan berpendapat.

"Pada saat itu Indonesia dianggap telah melampaui peradaban di negara-negara Eropa seperti Belgia, Swedia, dan Belanda, yang masih menerapkan pasal penghinaan terhadap presiden," tutur mantan Ketua MK ini.

Jimly juga menuturkan, meski di negara-negara tersebut masih ada pasal penghinaan kepada kepala negara, namun sudah lebih dari satu abad pasal tersebut tidak pernah digunakan karena peradaban saat ini yang semakin maju.

Jimly kembali menegaskan, bahwa pasal mengenai penghinaan presiden, sudah pernah dinyatakan inkonstitusional oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006.

"Ketika itu terjadi perdebatan panjang di antara para ahli hukum dalam dan luar negeri, termasuk juga dari PBB yang mengikuti persidangan melalui teleconference. Kemudian, Mahkamah Konstitusi membuat keputusan bahwa pasal penghinaan presiden tersebut sudah ketinggalan jaman dan tidak sesuai lagi dengan peradaban demokrasi Indonesia berdasarkan UUD 1945," paparnya.

Jimly khawatir apabila pasal penghinaan terhadap presiden dihidupkan lagi, maka budaya feodal yang ada di Indonesia akan kembali hidup.

"Kekhawatiran itu timbul ketika penegak hukum menjadi terlalu sensitif pada setiap penentangan terhadap kepala negara yang masih dianggap sebagai simbol negara," tutupnya.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Perindo Harap MKMK Jawab Keresahan Publik soal Nepotisme di Lembaga Tinggi Negara
Perindo Harap MKMK Jawab Keresahan Publik soal Nepotisme di Lembaga Tinggi Negara

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menambah syarat maju capres dan cawapres berbuntut panjang

Baca Selengkapnya
Romo Magnis: Ada Kesan Hukum Jadi Alat Bungkam
Romo Magnis: Ada Kesan Hukum Jadi Alat Bungkam

Masyarakat diimbau agar tidak perlu khawatir untuk bersikap kritis.

Baca Selengkapnya
Guru Besar UI: Hukum Digunakan untuk Melanggengkan Kekuasaan
Guru Besar UI: Hukum Digunakan untuk Melanggengkan Kekuasaan

Sulis menyinggung pihak-pihak yang kritis terhadap pemerintah akan dihadapkan dengan hukum.

Baca Selengkapnya
Pesan Menohok Mahfud MD buat DPR: Silakan Bagi-Bagi Kue Kekuasaan Tapi Tetaplah dalam Koridor Konstitusi
Pesan Menohok Mahfud MD buat DPR: Silakan Bagi-Bagi Kue Kekuasaan Tapi Tetaplah dalam Koridor Konstitusi

Menanggapi dinamika politik Tanah Air pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) 'mengebut' pembahasan RUU Pilkada pasca putusan MK

Baca Selengkapnya
Tajam Menusuk Mahfud Bicara Jaga Kekuasaan, Ingatkan Ngeri Menunggangi Singa Turun Diterkam
Tajam Menusuk Mahfud Bicara Jaga Kekuasaan, Ingatkan Ngeri Menunggangi Singa Turun Diterkam

Mahfud MD membagikan postingan di Instagram dan singgung soal bahaya menunggangi singa liar.

Baca Selengkapnya
Mahfud Sindir Pejabat Negara Ogah Mundur Meski Jadi Tersangka: Tak Punya Etika dan Moral
Mahfud Sindir Pejabat Negara Ogah Mundur Meski Jadi Tersangka: Tak Punya Etika dan Moral

Mahfud juga menyebut, pejabat yang ogah mundur setelah berstatus tersangka tak tahu malu.

Baca Selengkapnya
Putusan MK soal Syarat Capres-Cawapres Dianggap Menyimpang dari Amanat Konstitusi
Putusan MK soal Syarat Capres-Cawapres Dianggap Menyimpang dari Amanat Konstitusi

Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi menyatakan, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah menyimpang dari fungsinya.

Baca Selengkapnya
Ketua KPK Wanti-Wanti Pejabat Negara soal Konflik Kepentingan: Itu Wujud Nyata Korupsi!
Ketua KPK Wanti-Wanti Pejabat Negara soal Konflik Kepentingan: Itu Wujud Nyata Korupsi!

"Conflict of interest (benturan kepentingan) bukan lagi sekedar embrio korupsi melainkan wujud nyata perilaku korupsi itu sendiri," kata Nawawi.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Ketua Bawaslu Adukan Kubu Ganjar-Mahfud Ke Hakim MK
VIDEO: Ketua Bawaslu Adukan Kubu Ganjar-Mahfud Ke Hakim MK "Mengganggu, Annoying!"

Ketua Bawaslu Rahmat Bagja meminta hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menegur tim kuasa hukum Ganjar-Mahfud atau dalam hal ini pemohon 02

Baca Selengkapnya
VIDEO:Mahfud Soal Sebutan 'Yang Mulia' ke Hakim: Panggil 'Yang Memalukan' & 'Yang Terhinakan'
VIDEO:Mahfud Soal Sebutan 'Yang Mulia' ke Hakim: Panggil 'Yang Memalukan' & 'Yang Terhinakan'

Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengkritik soal pengucapan 'Yang Mulia' bagi hakim.

Baca Selengkapnya
Hasto: Soekarno dan Megawati Saja Didampingi Penasihat Hukum saat Diperiksa
Hasto: Soekarno dan Megawati Saja Didampingi Penasihat Hukum saat Diperiksa

PDI Perjuangan menjadikan Sekolah Partai sebagai tempat belajar menciptakan hukum.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Mahfud Kesal Kritik Keras Putusan MA
VIDEO: Mahfud Kesal Kritik Keras Putusan MA "Kebusukan Hukum Bikin Mual!"

Mahfud mengatakan, putusan MA tersebut merusak hukum.

Baca Selengkapnya