Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Mengancam NKRI, mereka kritik Putusan MK soal pilpres 1 putaran

Mengancam NKRI, mereka kritik Putusan MK soal pilpres 1 putaran Gedung Mahkamah Konstitusi. merdeka.com/Imam Buhori

Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi ( MK ) mengabulkan permohonan uji materi terhadap Pasal 159 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (pilpres). Artinya, jika pilpres hanya terdapat dua pasang calon saja maka hanya akan berlangsung satu putaran.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," demikian putusan yang disampaikan oleh Ketua MK Hamdan Zoelva dalam sidang di Mahkamah Konstitusi, Kamis (3/7) lalu.

Pengujian UU Pilpres ini diajukan oleh oleh Forum Pengacara Konstitusi, Perludem serta perseorangan atas nama nama Sunggul Hamonangan Sirait, dan Haposan Situmorang. Para pemohon UU Pilpres ini meminta tafsir kepada MK agar Pilpres 2014 yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon cukup dilaksanakan satu putaran saja.

Orang lain juga bertanya?

Dalam permohonannya, para pemohon ini meminta MK menyatakan Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak diberlakukan untuk Pilpres dengan dua pasangan.

Bunyi lengkap Pasal 159 ayat (1) UU Pilpres: "Pasangan Calon terpilih adalah Pasangan Calon yang memperoleh suara lebih dari 50 persen dari jumlah suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dengan sedikitnya 20 persen suara di setiap provinsi yang tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia".

Namun demikian, putusan ini dinilai hanya membuat masalah menjadi rumit. Tidak hanya itu, bahkan putusan MK yang membatalkan tentang aturan pemenang presiden dan wakil presiden harus melampaui 50 plus satu persen dari jumlah pemilih sah dan minimal peroleh 20 persen dari setengah provinsi dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Berikut kritik-kritik kepada MK yang putuskan pilpres satu putaran dapat mengancam keutuhan NKRI:

Yusril Ihza Mahendra

Pakar Hukum Tata Negara Yusril Ihza Mahendra angkat bicara soal polemik keputusan Mahmakah Konstitusi (MK) yang menyatakan pemilu presiden dan wakil presiden cukup satu putaran. Menurut dia, keputusan itu berpotensi memecah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).MK membatalkan pasal 159 ayat 1 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang pilpres yang menyebutkan capres dan cawapres dinyatakan menang jika memperoleh suara 50 plus 1 suara nasional dan minimal mendapatkan 20 persen suara di setengah provinsi Indonesia. Putusan ini, kata Yusril, berpotensi dapat memecah belah NKRI di masa depan."Sebab, jika pasangan capres hanya 2, mereka tidak perlu kampanye di luar Jawa untuk mendapatkan dukungan 18 provinsi minimal 20 persen," tulis Yusril dalam akun Twitter-nya @Yusrilihza_Mhd dikutip merdeka.com, Jumat (4/7).Dengan putusan ini, jelas Yusril, para capres dan cawapres hanya harus melakukan kampanye di provinsi-provinsi yang berpenduduk padat. Misalnya, di Pulau Jawa yang sudah mewakili lebih dari 50 persen pemilih di pilpres."Kampanye cukup di 6 provinsi saja, Banten, DKI, Jabar, Jateng, Jatim dan DIY. Menang di Jawa, sudah memenangkan 65 persen pemilih," kata Yusril.Oleh sebab itu, hal ini akan membuat provinsi yang ada di luar Pulau Jawa terpinggirkan. Suara dari provinsi-provinsi di luar Jawa, lanjut dia, jadi tidak ada artinya lagi dalam pilpres dengan 2 pasangan calon saja."Lama-lama orang di luar Jawa menganggap dirinya tdk penting lagi di NKRI. Bukankah putusan MK ini potensial memecah belah?" pungkasnya.

Agun Gunanjar

Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengkritisi keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilpres 2014 berjalan satu putaran. Menurut dia, keputusan ini bisa membuat kisruh hasil pilpres karena akan digugat.Menurut Agun, MK tak perlu ikut berkutat pada satu atau dua putaran. Karena dia yakin, jika hanya dua pasang calon, maka unsur 50 plus satu dan 20 persen dari setengah provinsi sesuai UUD 1945 pasal 6A ayat 3 pasti akan terpenuhi."Tak ada sesuatu yang filosofis yang jadi argumen pengajuan satu putaran. Kalau saya jadi hakim MK, saya tolak. Sejak awal tidak mungkin dua putaran. Syarat formil presiden itu dari Sabang sampai Merauke, makanya 50 plus 1 dan 20 persen separuh provinsi," ujar Agun di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/7).Dampak dari keputusan ini dikemudian hari, lanjut dia, para capres tidak akan kampanye di daerah-daerah terpencil, karena tak perlu memenuhi unsur 20 persen di setengah provinsi. Dengan begitu, provinsi itu merasa tidak terwakili."Seorang capres akan kampanye ke provinsi-provinsi lain. Bayangkan kalau presiden hanya satu putaran, coba kalau ada dua pasangan lagi. Maka dia nggak akan datang ke Bengkulu, Gorontalo. Penduduknya enggak sampai 1 juta. Mereka akan fokus ke Jawa Barat, Jawa Tengah, tapi Papua yang jauh dan biaya mahal enggak diperhatikan," tegas Agun.Menurut dia, pilpres nanti tidak memenuhi unsur legitimasi UUD 1945. Politikus Golkar ini yakin, jika ada capres yang menang namun tidak memenuhi unsur 20 persen di setengah provinsi, maka akan kembali digugat."Kalau syarat 20 persen tidak terpenuhi, diulang nggak? Itu legitimate nggak? Tidak terpenuhi pasal 6A dan pasti digugat lagi ke MK. Memang MK sumber masalah," pungkasnya.

Arif Wibowo

Wakil Ketua Komisi II DPR, Arif Wibowo heran dengan keputusan MK soal Pilpres 2014 berlangsung satu putaran. Apalagi, pasal yang mengatur tentang syarat minimal capres terpilih adalah 50 plus satu di 17 provinsi dengan minimal 20 persen suara dibatalkan.Menurut politikus PDIP ini, MK tidak boleh mengubah konstitusi. Dia melihat keputusan MK justru melanggar konstitusi."Bunuh diri MK. MK boleh saja atas satu mazab bentuk hukum baru tapi mengubah konstitusi enggak boleh," kata Arif di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/7).Menurut Arif, MK gegabah dalam mengambil keputusan tersebut. MK justru memporak-porandakan ketatanegaraan."Memporak-porandakan ketatanegaraan, MK boleh menafsirkan apakah undang-undang yang diajukan bertentangan atau tidak," katanya.Dia justru melihat keputusan MK yang menghapus syarat sebaran suara 20 persen di lebih dari separuh jumlah total provinsi di Indonesia akan merusak kebhinekaan."Legitimasi jadi hancur. Kebhinekaan telah dirusak MK kalau begini caranya," pungkasnya.

(mdk/ian)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Senyum Lebar Sekjen PDIP Hasto Saat Dengar MK Ubah Aturan Pilkada
Senyum Lebar Sekjen PDIP Hasto Saat Dengar MK Ubah Aturan Pilkada

Sekjen PDIP Hasto menyampaikan terima kasih kepada MK.

Baca Selengkapnya
DPR Kebut RUU Pilkada Usai MK Ubah Aturan Main, Begini Pesan Mendalam Anies Baswedan
DPR Kebut RUU Pilkada Usai MK Ubah Aturan Main, Begini Pesan Mendalam Anies Baswedan

Hari ini, DPR menggelar rapat untuk mengebut Revisi UU Pilkada untuk mengesahkan aturan baru Pilkada.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Senyum Merekah Hasto PDIP Usai Putusan MK soal Pilkada, Makin Dekat dengan Anies
VIDEO: Senyum Merekah Hasto PDIP Usai Putusan MK soal Pilkada, Makin Dekat dengan Anies

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto tersenyum lebar saat mendengar keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah ambang batas atau threshold

Baca Selengkapnya
Politikus PDIP soal Putusan MK: Setelah Dulu Dibajak jadi Mahkamah Keluarga kini Kembali pada kewarasan
Politikus PDIP soal Putusan MK: Setelah Dulu Dibajak jadi Mahkamah Keluarga kini Kembali pada kewarasan

Deddy menilai, sebelum adanya putusan MK ini ada upaya-upaya serius dengan mengumpulkan kotak kosong sebanyak-banyaknya jelang pilkada serentak.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Deddy PDIP
VIDEO: Deddy PDIP "MK Dulu Dibajak Mahkamah Keluarga, Sekarang Kembali pada Kewarasan!"

MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon

Baca Selengkapnya
Putusan MK: Pejabat Boleh Ikut Kampanye Asalkan Cuti dan Dilarang Pakai Fasilitas Negara
Putusan MK: Pejabat Boleh Ikut Kampanye Asalkan Cuti dan Dilarang Pakai Fasilitas Negara

MK memperjelas aturan syarat gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakil, serta pejabat negara dan pejabat daerah untuk bisa ikut dalam kampanye.

Baca Selengkapnya
Pakar Hukum Apresiasi Putusan MK: Cegah Monopoli Calon Kepala Daerah
Pakar Hukum Apresiasi Putusan MK: Cegah Monopoli Calon Kepala Daerah

Pakar hukum menilai putusan MK ini baik bagi demokrasi dan bisa mencegah monopoli pencalonan kepala daerah.

Baca Selengkapnya
Masinton PDIP Protes RUU Pilkada: Kita Bisa Akali Aturan dengan Buat Aturan, tapi Kebenaran Tak Bisa Dibutakan!
Masinton PDIP Protes RUU Pilkada: Kita Bisa Akali Aturan dengan Buat Aturan, tapi Kebenaran Tak Bisa Dibutakan!

PDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.

Baca Selengkapnya
Golkar soal Putusan MK: Ubah Peta Politik dan Pencalonan Pilkada
Golkar soal Putusan MK: Ubah Peta Politik dan Pencalonan Pilkada

"Hampir di semua tempat provinsi, kabupaten kota akan bisa mengubah peta ya, peta politik pencalonan nanti," kata Waketum Golkar.

Baca Selengkapnya
VIDEO: PDIP Putusan MK soal Pilkada: Keadilan Cari Jalan Sendiri, Keserakahan Bertemu Jalan Buntut!
VIDEO: PDIP Putusan MK soal Pilkada: Keadilan Cari Jalan Sendiri, Keserakahan Bertemu Jalan Buntut!

MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon.

Baca Selengkapnya
DPR Minta Pemerintah Batasi Ketat soal Putusan MK Bolehkan Kampanye di Lembaga Pendidikan
DPR Minta Pemerintah Batasi Ketat soal Putusan MK Bolehkan Kampanye di Lembaga Pendidikan

Dibolehkannya kampanye di lembaga pendidikan, dikhawatirkan bisa mengganggu kondusivitas kegiatan pendidikan.

Baca Selengkapnya
PDIP Usul Hak Angket, Golkar: Jogetin Aja
PDIP Usul Hak Angket, Golkar: Jogetin Aja

Usulan hak angket itu tidak serius dan hanya meramaikan dinamika politik tiga bulan ke depan.

Baca Selengkapnya