Mengapa Elektabilitas Jokowi dan Prabowo Cenderung Stagnan?
Merdeka.com - Direktur Eksekutif PARA Syndicate Ari Nurcahyo mengungkap mengapa elektabilitas kedua pasangan calon presiden dan wakil presiden cenderung stagnan dalam beberapa survei elektabilitas yang dilakukan lembaga survei. Namun, Ari tidak setuju 'bahasa' lembaga survei bahwa elektabilitas itu stagnan.
Ari dan lembaganya mengumpulkan hasil elektabilitas oleh beberapa lembaga survei seperti Alvara, SMRC, Indikator, LSI Denny JA, sampai terbaru Median. Survei itu dilihat trennya sejak penetapan cawapres hingga November kemarin.
Tren elektabilitas itu kata Ari, menunjukkan pasangan calon presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan Ma'ruf Amin cenderung menurun. Sementara penantangnya, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno cenderung naik. Serta, undecided voter juga cenderung naik.
-
Siapa yang unggul dalam survei Pilkada Jabar? 'Ini nama nama yang muncul di kalangan elite, Dedi Mulyadi muncul dari internal Gerindra, Ilham Akbar Habibie dari Nasdem, Ridwan Kamil dari Golkar,' kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam paparan surveinya pada 4 Juli 2024 lalu.
-
Mengapa elektabilitas PSI masih rendah? 'Kalau PSI hari ini baru dapat 1,5 persen dari data kita. Kali ini ia belum mendapatkan dampak elektoral sebagai partainya Kaesang yang anaknya Jokowi begitu ya,' kata Hanggoro di Kantor LSI, Jakarta Timur, Selasa (19/12).
-
Kenapa elektabilitas Prabowo naik? Menurut Saifullah Yusuf, elektabilitas Prabowo terus naik karena cawapres Muhaimin dan PKB tidak efektif mendulang suara.
-
Siapa yang menilai elektabilitas PSI? Direktur Citra Publik Indonesia (CPI) LSI Denny JA Hanggoro Doso Pamungkas menilai, kehadiran Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI belum membuat elektabilitas partai tersebut naik.
-
Kenapa Prabowo-Gibran dianggap punya elektabilitas tinggi? Menurut Pradana, salah satu hal yang disorot oleh The Economist adalah terkait elektabilitas Prabowo-Gibran karena komitmen keberlanjutan terhadap berbagai program Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terus digaungkan keduanya.
Ari mengungkap alasannya adalah retorika politik Jokowi dan timsesnya cenderung defensif karena status petahana. Mereka hanyut dalam genderang serangan yang diluncurkan oleh kubu Prabowo-Sandiaga. Maka muncul reaksi seperti pernyataan Jokowi soal politikus sontoloyo dan genderuwo.
"Wacana retorika dinamika Jokowi-Ma'ruf cenderung reaktif," kata Ari dalam diskusi Para Syndicate bertajuk "More Noise Than Voice" di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (14/12).
Sehingga tidak keluar narasi besar seperti yang pernah digaungkan Jokowi pada 2014. Mulai dari Nawacita, Revolusi Mental, dan Tol Laut. Pilpres 2019 ini kata Ari, Jokowi belum mengeluarkan hal tersebut. "Pak Jokowi sebagai inkumben belum ada narasi besar Indonesia maju," ucapnya.
Selain itu Ari menilai belum terlihat segmentasi kampanye antara Jokowi dan Ma'ruf Amin. Terlebih, Ma'ruf dinilai belum ada pengaruh secara elektoral. "Ma'ruf Amin belum menambah elektabilitas," ucapnya.
Sementara, Prabowo dinilai telah berhasil memanfaatkan statusnya sebagai penantang. Berbagai isu dilempar berhasil termakan oleh kubu Jokowi.
"Sebagai penantang efektif menyerang petahana. Isu daya beli masyarakat dimainkan secara apik," jelas Ari.
Faktor kedua adalah Prabowo-Sandiaga berhasil menegaskan simbolik politik identitas. Hal itu ditunjukkan melalui dukungan kelompok identitas. Meski Jokowi bersama Ketum MUI, ada kiai-kiai atau tokoh utama lain yang mendukung Prabowo.
"Jadi bisa mengambil simbol politik identitas dan utamanya bisa mengambil keuntungan elektoral," kata Ari.
Sedangkan kenapa undecided voter meningkat, menurut Ari banyak pemilih yang masih ragu mengambil sikap. Partai juga kalangkabut merangkul pemilih karena kesulitan berstrategi karena Pemilu pertama kali dilaksanakan serentak. "Pemilih urban yang wait and see swing voter masih tinggi," ucapnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Belum tentu adanya korelasi kepuasan Jokowi dengan elektabilitas Gibran.
Baca SelengkapnyaCak Imin pun optimistis Ridwan Kamil dan Ahmad Luthfi akan menang, usai Jokowi menyatakan dukungan dan turun kampanye.
Baca SelengkapnyaPada survei terbaru 23-24 Desember 2023, elektabilitas Prabowo-Gibran mencapai angka 46,7 persen. Angkanya terus naik dari November 2023.
Baca SelengkapnyaPasangan nomor urut dua, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka mengalami kenaikan.
Baca SelengkapnyaSurvei dilakukan Lembaga Indikator Politik Indonesia pada 28 Januari sampai 4 Februari 2024.
Baca SelengkapnyaElektabilitas tiga calon presiden; Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto, dan Anies Baswedan saling salip. Terpotret dari hasil survei.
Baca SelengkapnyaSurvei dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI), Poltracking Indonesia dan Parameter Politik Indonesia (PPI) selama periode Oktober.
Baca SelengkapnyaKelompok pemilih yang tahu endorsement Jokowi, elektabilitas RK-Suswono hanya 37 persen.
Baca SelengkapnyaPergerakan akar rumput Ganjar-Mahfud nyaris tidak ada
Baca SelengkapnyaMenurut LSI, belakangan ini Prabowo sangat dekat dengan Presiden Joko Widodo atau Jokowi.
Baca SelengkapnyaDebat diyakini tidak bakal banyak mengubah peta elektabilitas para calon presiden.
Baca SelengkapnyaSaiful Mujani Research and Consulting (SMRC) menjelaskan terkait fenomena unik saat pemilu 2024.
Baca Selengkapnya