MK: Legislator yang jadi calon kepala daerah wajib mundur
Merdeka.com - Mahkamah Konstitusi memutuskan ketentuan yang mengharuskan legislator untuk mundur dari jabatannya sejak ditetapkan oleh KPU atau KIP sebagai calon Kepala Daerah.
"Tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: mengundurkan diri sejak calon ditetapkan memenuhi persyaratan oleh KPU/KIP sebagai calon Gubernur, calon Wakil Gubernur, calon Bupati, calon Wakil Bupati, calon Walikota, dan calon Wakil Walikota bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat, anggota Dewan Perwakilan Daerah, atau anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah," kata Ketua Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan amar putusan di Gedung Mahkamah Konstitusi Jakarta, Rabu (8/7).
Hal ini diputuskan oleh Mahkamah yang mengabulkan sebagian permohonan dari uji materi dari Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah.
-
Kenapa UU No. 7 Tahun 2017 penting untuk Pilkada 2024? Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia sendiri diatur melalui Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
-
Bagaimana UU Pilkada Serentak 2024 memastikan pemilihan yang adil? Undang-undang ini dirancang untuk memastikan bahwa proses Pilkada berlangsung dengan adil, transparan, dan demokratis, serta untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam memilih pemimpin daerah mereka.
-
Apa itu Pilkada Serentak? Pilkada Serentak merujuk pada pemilihan kepala daerah yang dilaksanakan secara bersamaan di seluruh wilayah Indonesia, termasuk pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota.
-
Kenapa UU Pilkada Serentak 2024 mengatur persyaratan calon? Undang-undang ini mengatur persyaratan bagi calon kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun walikota. Persyaratan tersebut mencakup usia minimum, pendidikan, pengalaman kerja, serta persyaratan administratif lainnya.
Pemohon mengajukan uji materi dalam UU Nomor 8 Tahun 2015 Pasal 7 huruf r dan Pasal 7 huruf s.
Pasal 7 huruf s UU Pilkada 2015 tersebut dinyatakan oleh Mahkamah telah berlaku diskriminatif, karena tidak mengharuskan anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah untuk berhenti dari jabatannya, melainkan cukup hanya memberitahukan pencalonannya kepada pimpinan masing-masing.
"Terdapat potensi bahwa hak konstitusional pemohon akan dirugikan dan kerugian dimaksud, menurut penalaran yang wajar dapat dipastikan akan terjadi," kata Hakim Konstitusi ketika membacakan pertimbangan Mahkamah.
Pemohon dalam uji materi ketentuan a quo adalah Adnan Purichta Ichsan yang merupakan anggota DPRD Provinsi Sulawesi Selatan.
Pemohon menganggap hak konstitusionalnya dirugikan atau setidaknya berpotensi dilanggar dengan berlakunya norma pasal dalam UU 8 Tahun 2015 yang diuji pada perkara tersebut. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bawaslu: Anggota Legislatif Terpilih Harus Mundur Ketika Ditetapkan jadi Calon Kepala Daerah!
Baca SelengkapnyaKemendagri Bahas PKPU Soal Caleg Terpilih jadi Calon Kepala Daerah Tanpa Mundur
Baca SelengkapnyaMK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon
Baca SelengkapnyaMK memperjelas aturan syarat gubernur, bupati, dan wali kota beserta wakil, serta pejabat negara dan pejabat daerah untuk bisa ikut dalam kampanye.
Baca SelengkapnyaMajelis hakim panel memberikan waktu 14 hari kepada pemohon untuk menyempurnakan permohonannya.
Baca SelengkapnyaKepala daerah rela mundur demi maju sebagai caleg di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAda tujuh kepala daerah mengajukan gugatan, dan kini mereka akan menjabat hingga 2024.
Baca SelengkapnyaMahfud MD menantang KPU untuk tidak melaksanakan putusan MA soal batas usia calon Kepala Daerah.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto menyampaikan terima kasih kepada MK.
Baca SelengkapnyaMK menyatakan, pengurus parpol yang akan diangkat menjadi Jaksa Agung harus lebih dulu berhenti dari kepengurusan parpol sekurang-kurangnya 5 tahun.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi putuskan mengubah aturan Undang-Undang Pilkada mengenai aturan pencalonan kepala daerah.
Baca SelengkapnyaCALS mendesak elite-elite politik untuk tidak mengakali aturan main pilkada, khususnya dengan cara-cara mempersempit ruang untuk berkompetisi.
Baca Selengkapnya