MK: Soal eks Napi korupsi dilarang nyaleg, MA tak perlu tunggu MK
Merdeka.com - Mahkamah Agung (MA) menunggu Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memutuskan perkara boleh tidaknya eks napi korupsi maju sebagai calon legislatif. Salah satu alasannya, karena ada Undang-undang Pemilu yang tengah diuji oleh MK.
Sementara, yang digugat di MA adalah PKPU. Produk turunan dari UU Pemilu yang mengatur larangan eks napi korupsi jadi Caleg.
Terkait hal itu, juru bicara MK Fajar Laksono, membenarkan adanya uji materi UU Pemilu yang tengah diuji. Namun, itu tak menjadikan MA untuk menunda.
-
Siapa saja yang dipanggil MK dalam sidang lanjutan PHPU Pilpres 2024? Hari ini, Jumat, MK memanggil empat menteri Kabinet Indonesia Maju, yakni Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Sosial Tri Rismaharini.
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
-
Mengapa MK menyetujui syarat capres dan cawapres pernah terpilih? Namun, dalam dalil penambahan, MK menyetujui syarat capres dan cawapres minimal pernah terpilih dalam Pemilu, termasuk kepala.
-
Kapan sidang MK tentang sengketa Pilpres? Sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dalam sengketa Pilpres 2024, akan memasuki hari ketujuh, Jumat (5/4).
-
Kapan putusan MK mengenai Pilpres? Kuasa Hukum Pasangan AMIN Bambang Widjojanto (BW) mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024.
-
Dimana sidang MK tentang sengketa Pilpres? Sidang lanjutan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) dalam sengketa Pilpres 2024, akan memasuki hari ketujuh, Jumat (5/4).
"Betul Undang-undang Pemilu sedang diuji oleh MK, tapi yang diuji di MK itu tak ada kaitannya dengan norma yang diuji di MA. Norma PKPU yang diuji di MA itu tidak ada kaitannya dengan yang diuji oleh MK," ucap Fajar, Selasa (4/9).
Dia menegaskan, tidak alasan MA untuk menunda uji materi PKPU dengan dalihnya. Karena norma yang diuji di MK berkaitan dengan masa jabatan Wapres, dana kampanye, citra diri, serta ambang batas Presiden.
"Nah enggak ada hubungannya, enggak ada kaitannya norma yang sedang diuji di Mahkamah Agung, lanjut mestinya, tidak ada alasan menunggu putusan MK," ungkap Fajar.
Dia menuturkan, itu juga tertuang dalam putusan nomor perkara 93/PUU-XV/2017, dimana menguji UU MK Pasal 55, yang diuji berkaitan frasa dihentikan.
"Jadi di situ disinggung sepanjang norma itu berkaitan. Kalau itu tak berkaitan, apa yang ditunggu," jelas Fajar.
Karenanya, masih kata dia, MA harus segera memerika dan bisa memutuskan. Tida ada alasan untuk menunda lagi.
"Harus segera memeriksa dan boleh memutus. Tidak boleh menunda, karena normanya tidak berkaitan. Bayangkan kalau nanti MK belum memutuskan kemudian ada lagi (yang melakukan uji materi). Sampai kiamat enggak selesai," pungkasnya.
Sebelumnya, juru bicara MA, Suhadi, mengatakan, sebenarnya pihak MA akan tetap menunggu dari Mahkamah Konstitusi, yang masih ada uji materi terkait Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurutnya hal ini sesuai dengan UU MK Nomor 24 tahun 2003 Pasal 53 dan Pasal 55.
Suhadi menerangkan, PKPU merupakan produk turunan dari UU Pemilu tersebut. Sehingga, masih mengacu sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan.
Diketahui dalam Pasal 53 berbunyi; Mahkamah Konstitusi memberitahukan kepada Mahkamah Agung adanya permohonan pengujian undang-undang dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak permohonan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi.
Sedangkan Pasal 55 berbunyi; Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi.
"Nah itulah dasarnya MA belum memeriksa perkara itu, kalau belum semua putusan judical review di MK yang menyangkut undang-undang pemilihan itu. Sampai sekarang belum semuanya diputus oleh MK. Di situlah yang ditunggu oleh MA," jelas Suhadi.
Reporter: Putu Merta Surya Putra
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kedua pasal itu dapat mengeliminir keharusan para terpidana melewati jangka waktu 5 (lima) tahun setelah menjalani pidana penjara untuk bisa nyaleg.
Baca SelengkapnyaMK masih membutuhkan waktu untuk mencermati permohonan uji materiil terkait batas usia capres dan cawapres.
Baca SelengkapnyaMK bakal segera memutus perkara uji materi UU Pilkada yang pokok permohonannya bersifat esensial dan fundamental.
Baca SelengkapnyaMK masih membutuhkan waktu untuk mencermati permohonan uji materiil terkait batas usia capres dan cawapres.
Baca SelengkapnyaBadan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU
Baca SelengkapnyaAturan batas usia capres-cawapres merupakan kebijakan hukum terbuka, sehingga yang dapat mengubahnya DPR dan pemerintah selaku pembentuk undang-undang.
Baca SelengkapnyaLolly mengaku belum ada komunikasi dari KPU ke Bawaslu terkait rencana perubahan Peraturan KPU (PKPU).
Baca SelengkapnyaGugatan batas usia capres cawapres dilayangkan PSI, Partai Garuda, dan sejumlah kepala daerah.
Baca SelengkapnyaKeputusan MA juga tidak berpengaruh pada proses atau tahapan pencalonan bagi bakal calon perseorangan.
Baca SelengkapnyaDPR dan pemerintah bersama-sama harus merevisi Undang-Undang Pemilu sesuai putusan Mahkamah Konstitusi tersebut.
Baca SelengkapnyaPDIP menilai seharusnya MK hanya menguji undang-undang apakah bertentangan dengan UUD 1945 atau tidak.
Baca SelengkapnyaSeperti diketahui, MK baru saja mengeluarkan putusan mengubah syarat Pilkada.
Baca Selengkapnya