Pakar HTN: Ambang Batas Capres Praktik Politik Bercorak Oligarki
Merdeka.com - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar, Fahri Bachmid menilai, Presidential Threshold 20 persen tidak sejalan dengan spirit konstitusi. Menurutnya, Presidential Threshold sebaiknya 0 persen.
Pemerintah dan DPR kini tengah membahas revisi UU Pemilu. Ada wacana presidential threshold 20 persen, sampai disesuaikan dengan parliamentary threshold.
"Kami berharap ke depan jika norma serta pranata presidential threshold masih tetap dipertahankan dalam rumusan RUU Pemilu yang akan datang. Dan pada saat yang sama ada warga negara yang berkehendak men-challenge ke pengadilan, maka kami berharap MK sebagai penjaga konstitusi dapat mengubah pendiriannya untuk tidak lagi mentolerir adanya pelanggaran konstitusi oleh penyelenggara negara, termasuk DPR dan pemerintah yang sedang menggodok RUU Pemilu ini," ujar Fahri.
-
Apa peran partai politik dalam memilih Wapres? Namun peranan Partai Politik, hanya sekadar memberi saran, tidak dominan seperti dalam Pilpres kali ini dalam memutuskan calon.
-
Bagaimana cara memilih capres dan cawapres? Untuk dapat berpartisipasi dalam pemilu Presiden 2024, setiap warga negara Indonesia harus memenuhi syarat-syarat berikut ini: Genap berumur 17 tahun atau lebih pada hari pemungutan suara, sudah kawin, atau sudah pernah kawin; Tidak sedang dicabut hak pilihnya berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap; Berdomisili di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dibuktikan dengan KTP-el;Berdomisili di luar negeri yang dibuktikan dengan KTP-el, paspor dan atau surat perjalanan laksana paspor;Dalam hal pemilih belum mempunyai KTP-el sebagaimana dimaksud dalam huruf c dan d, dapat menggunakan kartu keluarga;Tidak sedang menjadi prajurit Tentara Nasional Indonesia atau anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
-
Kenapa politikus maju capres ? Sejumlah kandidat maju sebagai capres dengan tujuan ingin menang. Tapi ada juga yang maju karena alasan ingin membantu memperkuat posisi partainya di parlemen sebagai bagian dari upaya mencetak pemimpin jika terjadi kebuntuan politik.
-
Apa itu Pilkada? Pilkada atau Pemilihan Kepala Daerah adalah proses demokratisasi di Indonesia yang memungkinkan rakyat untuk memilih kepala daerah mereka secara langsung.
-
Bagaimana cara politikus maju capres? Sejumlah kandidat maju sebagai capres dengan tujuan ingin menang. Tapi ada juga yang maju karena alasan ingin membantu memperkuat posisi partainya di parlemen sebagai bagian dari upaya mencetak pemimpin jika terjadi kebuntuan politik.
-
Pilkada memilih apa saja? Pilkada adalah proses pemilihan demokratis untuk memilih kepala daerah dan wakil kepala daerah.Dalam hal ini, hak suara masyarakat digunakan untuk memilih Gubernur, wakil gubernur, Bupati, wakil bupati, Wali kota, dan wakil wali kota.
Hal tersebut disampaikan Fahri Bachmid saat menjadi pembicara Webinar yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum UMI Makassar yang bertajuk ‘RUU Pemilu Dan Presidential Threshold Dilihat Dari Aspek Konstitusi’, Senin (29/6).
Menurut Fahri Bachmid, jika Presidential Threshold ditiadakan, maka rakyat akan memiliki banyak pilihan sosok capres yang berkualitas dan negarawan. Untuk itu, kata Fahri, sistem yang dibangun terkait ambang batas capres ini harus lebih akomodatif dan hal itu juga untuk menghindari politik bercorak oligarkis.
"Saatnya kita tinggalkan paradigma monopolistik partai dalam pengajuan capres dan cawapres. Biarlah rakyat memilih dengan banyak kandidat capres-cawapres. Hentikan praktik politik yang bercorak oligarkis agar demokrasi yang terbangun adalah benar-benar demokrasi yang substantif," tambah dia Fahri Bachmid.
Fahri menuturkan, meniadakan ambang batas capres sangat penting untuk menegakkan prinsip negara hukum yang demokratis dan penegakan supremasi konstitusi serta paham konstitusionalisme yang dianut saat ini.
Menurut Fahri Bachmid, berdasarkan desain konstitusional terkait Pilpres diatur dalam ketentuan norma pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 dan ketentuan pasal 22E ayat (2) dan (3). Ketentuan Ayat (2) mengatur tentang Pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota DPR RI, DPD RI, Presiden dan Wakil Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian ketentuan ayat (3), mengatur tentang Peserta Pemilu adalah Partai Politik.
Dengan demikian, Fahri menegaskan, berdasarkan bangunan sistem Pemilu presiden yang demikian itu, secara konstitusional tidak dapat ditafsirkan sebaliknya dengan pranata ‘presidential threshold’ sebagaimana diatur dalam norma pasal 222 UU RI No. 7 Tahun 2017 yang mengatur pasangan Capres yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya.
"Ini merupakan pranata serta norma yang sangat oligarkis dan tidak sejalan dengan spirit konstitusi," tegas Fahri.
Disebutkan Fahri, mestinya MK sebagai ‘The Guardian of The Constitution’ tidak boleh mentolerir pelanggaran konstitusi yang sedemikian rupa tersebut. Dan jika ada kelompok warga negara yang hendak melakukan judicial review untuk menegakkan konstitusi, Fahri berharap, MK sebagai ‘The Sole Interpreter of Constitution’ dapat membangun tafsir yang sejalan dengan rumusan ‘original intent’ sebagaimana makna hakiki dari rumusan dalam ketentuan pasal 6A ayat (2) UUD Tahun 1945.
Sebab, pada esensinya syarat pengajuan pasangan Capres dan Cawapres adalah partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu sebelum pelaksanaan Pemilu. Menurutnya, hal itu tidak perlu ditafsirkan lain yang sifatnya distorsif dari makna serta teks konstitusi yang sangat terang dan jelas.
"Jika Pemerintah dan DPR tetap mempertahankan rezim presidential threshold (PT) dalam RUU Pemilu ini tentunya sangat destruktif dan merusak tatanan demokrasi kita. Presidential Threshold adalah barang haram yang wajib ditiadakan," katanya.
Fahri menambahkan bahwa ketentuan pasal 6A ayat (2) yang mengatur tentang Capres-Cawapres yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu sebelum Pemilu dilaksanakan, merupakan rumusan sangat definitif, jelas, terang serta tidak multi interpretasi.
Dengan demikian, jangan lagi membangun politik hukum seolah-olah ada ruang pengaturan lebih lanjut serta derivatif untuk membuka peluang bagi DPR menggunakan kewenangan legislasinya dalam format ‘open legal policy’ untuk merumuskan norma pembatasan ‘retriksi’ dengan memunculkan ketentuan pasal 222 sebagaimana terdapat dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, yaitu mewajibkan syarat 20 persen kursi di DPR dan 25 persen suara sah nasional maupun dalam RUU Pemilu ke depan.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adanya treshold selama ini menyebabkan antara pilihan rakyat dan calon.
Baca SelengkapnyaKPU akan menggelar Pemilu dan Pilkada serentak pada tahun 2024. Pemilu presiden dan caleg digelar 14 Februari, sementara Pilkada dilaksanakan pada November.
Baca SelengkapnyaSemakin jelas bahwa selama ini, ada pihak yang teriak-teriak curang padahal dirinya sebagai pelaku kecurangan.
Baca SelengkapnyaSekjen NasDem menilai ambang batas parlemen merupakan bagian dari konsolidasi demokrasi.
Baca SelengkapnyaCak Imin mengungkapkan bahwa dalam Pilkada 2024, biaya politik uang mencapai Rp300 ribu untuk setiap suara. Apakah hal ini mengancam kualitas demokrasi kita?
Baca SelengkapnyaGolkar akan duduk bersama Koalisi Indonesia Maju (KIM) membahas hasil putusan MK tersebut.
Baca SelengkapnyaHakim Konstitusi Arief Hidayat menilai, Indonesia tidak dalam kondisi yang baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaSaid Abdullah menyarankan supaya masyarakat turut menolak praktik politik transaksional.
Baca SelengkapnyaTerdapat 41 daerah yang hanya memiliki satu pasangan calon kepala daerah atau calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 berdasarkan data per Rabu (4/9).
Baca SelengkapnyaPoses kandidasi yang telah terjadi dalam Pilkada 2024 dinilai sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
Baca SelengkapnyaUsul itu diajukan saat Komisi II rapat bareng Komisi Pemilihan Umum (KPU) di DPR
Baca SelengkapnyaCak imin menilai pelaksanan Pilkada saat ini merusak tatanan demokrasi.
Baca Selengkapnya