Pansus sebut Densus 88 ingin unsur politik masuk penjelasan definisi terorisme
Merdeka.com - Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 berbeda pendapat dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal definisi terorisme dalam pembahasan Revisi Undang-undang (RUU) No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Antiterorisme Arsul Sani mengatakan Densus 88 sebenarnya bukan tidak setuju masuknya frasa unsur politik dalam definisi terorisme.
Arsul menjelaskan, Densus 88 hanya ingin frasa unsur politik dimasukan ke dalam batang tubuh, melainkan ke dalam penjelasan.
-
Bagaimana Densus 88 mengantisipasi ancaman teroris? 'Kita akan lanjutkan penyelidikan dan penyidikan untuk menjawab salah satunya pertanyaan seperti tadi,' ucap dia.
-
Kenapa Densus 88 menangkap terduga teroris? 'Kita tidak ingin persoalan di medsos yang dipicu oleh orang-orang seperti itu memberikan kegaduhan di dunia maya yang tidak hanya didalam negeri tapi bisa di luar negeri karena tokoh sekelas atau figur sekelas seperti Paus keramaian di medsos akan mengganggu kegiatan,' ucap dia
-
Apa yang ditemukan Densus 88 saat penangkapan terduga teroris? 'Kita temukan barang barang yang terkait propaganda saja seperti penggunaan logo logo, foto-foto, kemudian kata-kata. Logo ISIS misalnya, logo-logo yang merujuk pada tanda tertentu yang biasa digunakan kelompok teror, salah satu misalnya bendera bendera itu ya,' kata dia di GBK, Jumat (6/9).
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Siapa yang diduga dikuntit Densus 88? Adapun dugaan Jampidsus diduga dikuntit oknum Densus 88 saat makan di salah satu restoran di Cipete, Jakarta Selatan.
-
Siapa yang ditangkap Densus 88? Aswin mengatakan, Densus 88 Antiteror akan menggali lebih jauh keterangan dari para pelaku, termasuk mencari barang-barang lain yang berhubungan dengan aksi teror.
"Nah tentu tidak setujunya densus bukan tidak setujunya ada frasa motif politik, motif ideologi atau keamanan negara cuman mereka minta tempatnya tidak di batang tubuh. Tidak di dalam kalimat definisi, tempatnya itu di penjelasan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).
Arsul menilai sikap Densus 88 yang menolak masuknya unsur politik dalam definisi terorisme hanya ekspresi sesaat. Padahal, menurut Arsul, Kapolri telah mengeluarkan surat resmi mendefinisikan terorisme sebagai kejahatan jika mencapai tujuan politik tertentu.
"Nah kalau pembahasan yang kebetulan dalam tim pemerintah ada elemen densus itu kan ada dinamika ada ekspresi sesaat," terangnya.
Pansus akan kembali mendalami pembahasan soal definisi terorisme, termasuk menyangkut adanya frasa unsur politik pada rapat pada (23/5) besok.
"Nah ya besok kita dalami lagi apakah itu ekspresi sesaat kalau misalnya itu diyakini bisa menghambat atau mempersulit penegakan hukum. Ya nanti akan kita buka lagi dimana letak mempersulit dan menghambatnya," jelas dia.
Ketua Pansus revisi undang-undang antiterorisme Muhammad Syafii mengatakan, bahwa pemerintah sudah satu suara terkait definisi terorisme soal adanya kandungan motif politik.
Dia menjelaskan hanya pihak Densus 88 Antiteror yang tak setuju terkait adanya motif politik dalam definisi terorisme. Padahal, Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga sudah setuju.
"Makanya kita heran kalau kemudian dalam rapat Pansus itu pihak Densus menolak. Ada apa? Kita kan tidak ingin kembali terjadi era subversif. karena tidak ada batasan yang valid bisa ditarik sana sini akhirnya yang menetapkan seseorang teroris atau bukan itu bukan hukum, tapi adalah subjektif dari aparat di lapangan," katanya.
Seperti diketahui, antara DPR dan pemerintah berdebat panjang tentang frasa terorisme dalam revisi Undang-undang tersebut. Definisi itu termaktub dalam Pasal 1 angka 1 draf Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini.
Bunyi pasal tersebut saat diajukan yakni: 'Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini'.
DPR ingin definisi terorisme memasukkan unsur politik. Artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan sebagai terorisme jika merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.
Pelaku juga harus dibuktikan memiliki atau terlibat dalam suatu jaringan kelompok teroris. Pemerintah menilai, tak perlu ada unsur politik dalam definisi terorisme itu sendiri.Detasemen Khusus (Densus) Antiteror 88 berbeda pendapat dengan Kapolri Jenderal Tito Karnavian soal definisi terorisme dalam pembahasan Revisi Undang-undang (RUU) No 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Anggota Panitia Khusus (Pansus) Revisi Undang-undang Antiterorisme Arsul Sani mengatakan Densus 88 sebenarnya bukan tidak setuju masuknya frasa unsur politik dalam definisi terorisme.
Arsul menjelaskan, Densus 88 hanya ingin frasa unsur politik dimasukan ke dalam batang tubuh, melainkan ke dalam penjelasan.
"Nah tentu tidak setujunya densus bukan tidak setujunya ada frasa motif politik, motif ideologi atau keamanan negara cuman mereka minta tempatnya tidak di batang tubuh. Tidak di dalam kalimat definisi, tempatnya itu di penjelasan," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (22/5).
Arsul menilai sikap Densus 88 yang menolak masuknya unsur politik dalam definisi terorisme hanya ekspresi sesaat. Padahal, menurut Arsul, Kapolri telah mengeluarkan surat resmi mendefinisikan terorisme sebagai kejahatan jika mencapai tujuan politik tertentu.
"Nah kalau pembahasan yang kebetulan dalam tim pemerintah ada elemen densus itu kan ada dinamika ada ekspresi sesaat," terangnya.
Pansus akan kembali mendalami pembahasan soal definisi terorisme, termasuk menyangkut adanya frasa unsur politik pada rapat pada (23/5) besok.
"Nah ya besok kita dalami lagi apakah itu ekspresi sesaat kalau misalnya itu diyakini bisa menghambat atau mempersulit penegakan hukum. Ya nanti akan kita buka lagi dimana letak mempersulit dan menghambatnya," jelas dia.
Ketua Pansus revisi undang-undang antiterorisme Muhammad Syafii mengatakan, bahwa pemerintah sudah satu suara terkait definisi terorisme soal adanya kandungan motif politik.
Dia menjelaskan hanya pihak Densus 88 Antiteror yang tak setuju terkait adanya motif politik dalam definisi terorisme. Padahal, Kapolri Jenderal Tito Karnavian juga sudah setuju.
"Makanya kita heran kalau kemudian dalam rapat Pansus itu pihak Densus menolak. Ada apa? Kita kan tidak ingin kembali terjadi era subversif. karena tidak ada batasan yang valid bisa ditarik sana sini akhirnya yang menetapkan seseorang teroris atau bukan itu bukan hukum, tapi adalah subjektif dari aparat di lapangan," katanya.
Seperti diketahui, antara DPR dan pemerintah berdebat panjang tentang frasa terorisme dalam revisi Undang-undang tersebut. Definisi itu termaktub dalam Pasal 1 angka 1 draf Revisi UU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme ini.
Bunyi pasal tersebut saat diajukan yakni: 'Tindak Pidana Terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini'.
DPR ingin definisi terorisme memasukkan unsur politik. Artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan sebagai terorisme jika merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.
Pelaku juga harus dibuktikan memiliki atau terlibat dalam suatu jaringan kelompok teroris. Pemerintah menilai, tak perlu ada unsur politik dalam definisi terorisme itu sendiri.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Salah satu praktik yang masih ditemui saat ini adalah terorisme yang berbasis ideologi agama dan kekerasan.
Baca SelengkapnyaAnggota Densus 88 yang ditangkap harus diinterogasi secara terbuka agar diketahui apa masalahnya.
Baca SelengkapnyaUsulan pembentukan Panja Netralitas Polri ini muncul saat rapat Komisi III DPR dengan Polri
Baca SelengkapnyaMenurut Agus, tugas TNI sudah diatur semua dan berharap masyarakat paham.
Baca SelengkapnyaTersangka diduga turut menyebarkan propaganda kelompok teroris ISIS di media sosial.
Baca SelengkapnyaNetralitas Polri terus diragukan berbagai pihak jelang Pemilu 2024. Wacana pembentukan Panitia Kerja (Panja) pengawasan netralitas TNI-Polri pun digulirkan.
Baca SelengkapnyaAgus Subiyanto akan memberikan penekanan aspek yuridis, sesuai dengan UU TNI dan UU pemilu bahwa prajurit TNI tidak boleh berpolitik praktis.
Baca SelengkapnyaDensus 88 memberikan pemahaman kepada para personel Polri dalam kegiatan pencegahan bahaya paham radikal.
Baca SelengkapnyaAswin menegaskan kerja Densus 88 dalam menangkap tersangka teroris bukan berdasarkan isu melainkan alat buktii.
Baca SelengkapnyaIa menilai wacana Polri berada di bawah Kemendagri adalah tak mendasar dan kontradiktif dengan amanah reformasi.
Baca SelengkapnyaWakil Ketua DPR, Fadli Zon menilai, wacana Polri akan digabung di bawah kementerian, tidak boleh ditanggapi secara apriori.
Baca SelengkapnyaDetasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri kembali mengamankan satu orang anggota teroris di Sulawesi Tengah Sulteng.
Baca Selengkapnya