Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pasal 46 UU Cipta Kerja Hilang, Politikus PKS Curiga Ada Temuan Lain

Pasal 46 UU Cipta Kerja Hilang, Politikus PKS Curiga Ada Temuan Lain Mardani Ali Sera. ©2019 Istimewa

Merdeka.com - Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mardani Ali Sera menyoroti hilangnya pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) di Undang-Undang Cipta Kerja. Dalam pandangannya, revisi setelah UU disahkan bisa berpengaruh besar.

Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi hilang dari naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sudah dipegang pemerintah. Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah 1.187 halaman. Padahal, dalam naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja 812 halaman yang diserahkan DPR ke pemerintah, pasal itu masih ada dan terdiri dari 4 ayat.

Mardani curiga ada pasal lain yang berubah di dalam UU Cipta Kerja saat dibawa ke Paripurna. DPR harus kembali melakukan pengecekan.

"Boleh jadi akan ada temuan lain yang menunjukkan belum siapnya UU ini dibawa ke forum pengesahan. Semua mesti jadi koreksi bersama," katanya lewat pesan singkat, Jumat (23/10).

Informasi dihimpun, Pemerintah mengajukan revisi 158 item pada 16 Oktober atau dua hari setelah DPR menyerahkan draf ke pemerintah.

"DPR itu lembaga terhormat. Semua kebijakannya menentukan seluruh rakyat. Jangankan pasal atau ayat, titik dan koma saja dapat berpengaruh," ujarnya.

Kedua, DPR adalah lembaga yang mengurus urusan publik. Dasar pijakan utamanya adalah kepercayaan.

"UU Omnibus Law ini membuat rakyat sulit percaya pada DPR. Karena hampir tiap hari disuguhi perbedaan dan perubahan yang tidak dapat dipegang," ujarnya.

Hilangnya Pasal 46

Sebelumnya, Ketua Badan Legislasi DPR RI, Supratman Andi Atgas menjelaskan hilangnya pasal 46 soal minyak dan gas bumi (migas) di Undang-Undang Cipta Kerja. Dia mengungkapkan, pasal itu memang seharusnya dihapus dari naskah UU Ciptaker.

Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi hilang dari naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sudah dipegang pemerintah. Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah 1.187 halaman.

Padahal, dalam naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja 812 halaman yang diserahkan DPR ke pemerintah, pasal itu masih ada dan terdiri dari 4 ayat.

"Terkait pasal 46 yang koreksi itu, itu benar. Jadi kebetulan Setneg yang temukan, jadi itu seharusnya memang dihapus," kata Supratman saat dihubungi wartawan, Kamis (22/10).

Dia menuturkan, pasal tersebut terkait dengan tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) migas. Menurutnya, pasal itu merupakan keinginan pemerintah yang mengusulkan pengalihan kewenangan toll fee dari BPH migas ke Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM).

Kemudian, usulan itu dibahas di tingkat Panitia Kerja (Panja). Namun, panja memutuskan untuk tidak disetujui."Tetapi dalam naskah yang tertulis itu yang kami kirim ke Setneg ternyata masih tercantum ayat 1-4," ucapnya.

Selanjutnya, Setneg mengklarifikasi ke Baleg. Supratman pun langsung menanyakan para anggota Baleg. Mereka semua memastikan bahwa pasal itu seharusnya memang tidak ada.

"Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar seharusnya tidak ada. Karena seharusnya dihapus, karena kembali ke UU eksisting jadi tidak ada di UU Ciptaker," ungkapnya.

Selain itu, ditemukan perbedaan penempatan Bab tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi. Dalam naskah versi 812 halaman, ketentuan itu diatur dalam Bab VIA. Posisinya disisipkan antara Bab VI dan Bab VII.

Namun, dalam naskah versi terbaru dari pemerintah yang berjumlah 1.187 halaman, bab tersebut menjadi Bab VIIA. Disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII.

Perbedaan lain juga terlihat pada Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Restribusi. Versi 812 halaman, Bab VIA disisipkan di antara Bab VI dan Bab VII.

Sementara, versi 1.187 halaman, BAB VIA berubah menjadi BAB VIIA yang disisipkan diantara Bab VII dan Bab VIII.

Supratman menerangkan, perbedaan itu hanya masalah penempatan saja. Seharusnya, kebijakan fiskal memang di BAB VIIA.

"Ternyata setelah kami cek yang benar bab VIIA. Harusnya di antara bab VII dan Bab VIII. Setelah saya kroscek bersama BKD, ternyata itu yang benar. Jadi itu kan soal penempatan saja dan koreksi, tidak mengubah isi sama sekali," terangnya.

Politikus Partai Gerindra ini pun menolak jika naskah UU Cipta Kerja disebut masih berantakan. "Ya jangan dibilang belum rapi, gitu klarifikasinya," tutupnya.

Diberitakan, Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi hilang dari naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sudah dipegang pemerintah. Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah 1.187 halaman.

Pasal berisi 4 ayat itu hilang dan tidak ada keterangan bahwa pasal yang bersangkutan dihapus. Padahal, dalam naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja 812 halaman yang diserahkan DPR ke pemerintah, pasal itu masih ada dan terdiri dari 4 ayat.

Berikut bunyi Pasal 46 yang hilang:

Pasal 46

(1) Pengawasan terhadap pelaksanaan penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Pengangkutan Gas Bumi melalui pipa dilakukan oleh Badan Pengatur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4).

(2) Fungsi Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengaturan agar ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bumi yang ditetapkan Pemerintah Pusat dapat terjamin di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia serta meningkatkan pemanfaatan Gas Bumi di dalam negeri.

(3) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengaturan dan penetapan mengenai:

a. ketersediaan dan distribusi Bahan Bakar Minyak;b. cadangan Bahan Bakar Minyak nasional;c. pemanfaatan fasilitas Pengangkutan dan Penyimpanan Bahan Bakar Minyak;d. tarif pengangkutan Gas Bumi melalui pipa;e. harga Gas Bumi untuk rumah tangga dan pelanggan kecil; danf. pengusahaan transmisi dan distribusi Gas Bumi.

(4) Tugas Badan Pengatur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tugas pengawasan dalam bidang-bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada
Ikut Vote Setuju di Baleg, Kini PKS 'FOMO' Dukung Pendemo Tolak RUU Pilkada

PKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.

Baca Selengkapnya
DPR Kaji Permintaan MK Buat UU Ketenagakerjaan Baru
DPR Kaji Permintaan MK Buat UU Ketenagakerjaan Baru

DPR akan mengkaji usulan tersebut bersama-sama dengan pemerintah.

Baca Selengkapnya
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak
Yenny Wahid Kutip Ucapan Gus Dur: DPR Seperti Taman Kanak-Kanak

Yenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.

Baca Selengkapnya
PDIP: Kalau UU Polri Disahkan, Kebebasannya Tidak Ada
PDIP: Kalau UU Polri Disahkan, Kebebasannya Tidak Ada

PDIP menyatakan Revisi UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia akan berdampak pada kebebasan publik.

Baca Selengkapnya
PDIP Jalin Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak RUU MK
PDIP Jalin Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak RUU MK

Djarot menyebut komunikasi tersebut bertujuan untuk mencegah penyelundupan Pasal-Pasal di RUU MK.

Baca Selengkapnya
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi
Gaduh Pengesahan UU Kesehatan, Mahfud MD Minta Pihak Tidak Puas Gugat ke Mahkamah Konstitusi

Mahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.

Baca Selengkapnya
Ini Dampak Buruk Pembangkangan DPR Terhadap Putusan MK soal UU Pilkada
Ini Dampak Buruk Pembangkangan DPR Terhadap Putusan MK soal UU Pilkada

Dampak buruk yang bisa terjadi jika Baleg DPR RI menganulir putusan MK soal UU Pilkada, massa bisa turun ke jalan.

Baca Selengkapnya
PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter
PDIP Jakarta Nilai Banyaknya Revisi UU Jadi Ciri Awal Pemerintahan Otoriter

"Merubah banyak undang-undang sebelum berkuasa adalah ciri awal otoritarian di negara otoriter," kata Gilbert

Baca Selengkapnya
Warganet Banjiri X Pakai Tagar Gedung DPR dan Kawal Putusan MK
Warganet Banjiri X Pakai Tagar Gedung DPR dan Kawal Putusan MK

Di media sosial X ramai warganet agar mengawal keputusan MK.

Baca Selengkapnya
Jika DPR Salah Langkah Sahkan Revisi UU Pilkada, Bakal Berdampak Parah ke Investasi
Jika DPR Salah Langkah Sahkan Revisi UU Pilkada, Bakal Berdampak Parah ke Investasi

Banyak daerah yang sedang ada pemilihan, menjadi kurang menarik di mata para investor.

Baca Selengkapnya
Titi Anggraini soal Putusan MK: Pemilih Tidak Harus Berhadapan dengan Calon dari Koalisi Obesitas
Titi Anggraini soal Putusan MK: Pemilih Tidak Harus Berhadapan dengan Calon dari Koalisi Obesitas

Anggota Dewan Pembina Perludem ini mengatakan, putusan MK tersebut langsung berlaku di Pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya
Baleg DPR soal Putusan MK:  Ada Hukum Baru, yang Lama Tidak Berlaku
Baleg DPR soal Putusan MK: Ada Hukum Baru, yang Lama Tidak Berlaku

DPR akan mengesahkan Revisi Undang-Undang Pilkada (RUU Pilkada) dalam rapat paripurna, Kamis (22/8).

Baca Selengkapnya