PDIP tolak saksi dibayar negara, khawatir mirip BLT
Merdeka.com - Pemerintah menganggarkan Rp 660 miliar untuk membayar saksi partai politik dalam pencoblosan di tiap Tempat Pemungutan Suara (TPS). PDI Perjuangan ( PDIP ) tegas menolak wacana tersebut dengan alasan, menjaga kemandirian partai.
Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo menuturkan, pihaknya telah melakukan rapat internal soal kucuran dana saksi dari pemerintah untuk para saksi di TPS tersebut. Hasilnya, pihaknya tegas menolak.
"Prinsipnya menolak hal ini. Setidaknya terkait kemandirian partai politik dan pertanggungjawabannya bagaimana? Yang menyerahkan dana ke saksi siapa?" kata Tjahjo dalam pesan singkat, Selasa (28/1).
-
Apa keputusan politik yang akan diambil oleh PDIP? Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Ahmad Basarah mengatakan, partainya siap berada di dalam pemerintahan ataupun mengambil jarak dengan pemerintah sebagai oposisi.
-
Bagaimana PDIP menentukan sikap politiknya? 'Memberikan usulan kepada Ibu Megawati Sukarnoputri selaku ketua umum PDIP pemegang hak prerogatif kongres untuk kemudian disanalah (Rakernas) PDIP akan menentukan sikap politiknya. Akan berada di dalam atau di luar pemerintahan,' ungkapnya.
-
Bagaimana PDIP menentukan sikap terkait menjadi oposisi? Oleh sebab itu, pihaknya akan menunggu penghitungan resmi dari KPU sebelum menentukan kesiapan menjadi oposisi.
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
-
Siapa yang ingin diusung oleh PDIP? 'Kalau memang misalnya Pak Anies berpasangan dengan kader kami jadi wagubnya,' Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto kepada wartawan.
Tjahjo menilai, penolakan dilakukan karena dikhawatirkan kebijakan ini akan dijadikan komoditas politik. Layaknya Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
"Persepsi di bawah pasti pemerintah yang membiayai saksi. Bisa disamakan dengan bantuan tunai dari pemerintah seperti dana BOS dan dana balsem atau BLT dari pemerintah dan lain-lain," tuding dia.
Anggota Komisi I DPR ini juga tak sepakat dengan niatan Bawaslu yang ingin menyiapkan relawan sebagai saksi untuk meminimalisir dana yang dikeluarkan oleh partai politik. Dia mempertanyakan dari mana asal relawan tersebut dan curiga justru malah disalahgunakan.
"Kalau mahasiswa misalnya tidak masalah, tapi kalau akhirnya yang daftar relawan misal oknum PNS atau oknum aparat, setidaknya akan mempengaruhi demokrasi di tingkat TPS. Jangan sampai faktor X jadi penyebab demokratisasi terhalang dalam pileg dan pilpres," pungkasnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hugua dianggap sudah muak dengan praktik suap menyuap yang terjadi di Indonesia
Baca SelengkapnyaDjarot menyebut komunikasi tersebut bertujuan untuk mencegah penyelundupan Pasal-Pasal di RUU MK.
Baca SelengkapnyaIkhsan pernah melakukan penelitian saat pemilihan Walikota Serang, Banten tahun 2013 dan mendapati salah satu calon membayar Rp5 miliar.
Baca SelengkapnyaLima kader PDIP mengaku dijebak serta ditipu untuk memberikan tanda tangan
Baca SelengkapnyaLima kader PDIP yang melayangkan gugatan SK DPP PDIP mengaku dijebak. Mereka pun mengungkap siapa yang menjebaknya.
Baca SelengkapnyaChico meyebut maraknya money politic tidak ditindak tegas dan justru dibiarkan tumbuh subur.
Baca SelengkapnyaPasal disangkakan terhadap terlapor yaitu tindak pidana fitnah yang diatur di Pasal 311 KHUP dengan ancaman pidana penjara 4 tahun.
Baca SelengkapnyaPDIP menilai sangat berbahaya jika Revisi Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung untuk mengakomodir kepentingan
Baca SelengkapnyaPDIP menilai, pembahasan RUU Pilkada mengabaikan suara masyarakat.
Baca SelengkapnyaPPATK menemukan dugaan transaksi mencurigakan selama Pemilu 2024
Baca SelengkapnyaHasto mengaku telah menelusuri acara deklarasi dukungan kader PDIP kepada Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, ancaman tersebut semakin serius dan berpotensi mengganggu integritas dan keadilan dalam proses pemilu, terutama menjelang Pemilu 2024.
Baca Selengkapnya