PDIP yakin Pilgub DKI tak bikin koalisi partai pemerintah pecah
Merdeka.com - Ketua DPP PDIP Sukur Nababan mengatakan, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tidak akan memecah peta koalisi partai-partai pendukung pemerintah Jokowi-Jusuf Kalla. Meskipun dia mengakui, partai pendukung pemerintah terpecah dalam mendukung jagonya di Pilgub DKI 2017.
Perpecahan itu terlihat saat PDIP, Golkar, NasDem dan Hanura memilih mendukung pasangan Basuki T Purnama-Djarot Saiful Hidayat. Sementara PKB, PAN dan PPP yang jadi bagian pemerintah mendukung Agus Yudhoyono-Sylviana Murni bersama Partai Demokrat yang posisinya sebagai penyeimbang.
"Menurut kami tidak ada korelasi koalisi-koalisian dukungan terhadap Pilkada dengan koalisi tadi. Karena bagi kami setelah Presiden selesai koalisi itu," kata Sukur saat dihubungi merdeka.com, Senin (19/12).
-
Kenapa PDIP melobi PKB untuk Pilkada Jakarta? 'Atas dasar fakta itu, kami berniat menjalin kerja sama politik dengan PKB. Waktu itu kan PDIP belum bisa mengajukan calon sendiri sebab Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60 yang membolehkan kami mengajukan calon sendiri belum ada,' tambah dia.
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
-
Apa tanggapan PDIP soal Jokowi di Golkar? 'Dari manuver-manuver ini kan terbaca bahwa series cawe-cawe yang berlangsung selama ini dan kemungkinan ke depan, tidak lebih tidak kurang dari cara bagaimana agar bisa tetap berkuasa baik itu secara langsung maupun tidak langsung,' imbuh dia.
-
Siapa yang ingin diusung oleh PDIP? 'Kalau memang misalnya Pak Anies berpasangan dengan kader kami jadi wagubnya,' Wakil Sekretaris Jenderal PDIP Utut Adianto kepada wartawan.
-
Siapa yang memimpin konsolidasi PDIP di Bali? 'Hari ini Ibu Megawati akan memimpin langsung konsolidasi PDIP di Bali, di mana seluruh kader partai dihadirkan untuk mengompakkan suatu semangat juang dan kita lihat Bali ini militansinya sangat tinggi.'
Menurutnya, pecah suara partai-partai pendukung pemerintah di Pilgub DKI tidak menjadi gambaran dan acuan secara keseluruhan. Meski berbeda sikap di Jakarta, namun partai-partai pendukung pemerintah masih bisa bekerja sama di daerah-daerah lain.
"Pilkada khususnya DKI kan, kalau kita lihat pendukung-pendukung di Pilkada itu kan bisa saja hari ini di sebuah daerah tidak bareng, tetapi di daerah lain bareng," jelasnya.
Sukur menyebut koalisi pemerintah telah akan berakhir sejak Joko Widodo terpilih menjadi Presiden pada 2014 lalu. Lagi pula soal bagi-bagi kekuasaan, lanjutnya, misal penunjukkan jajaran menteri kabinet kerja menjadi hak prerogatif mutlak dari Jokowi.
"Ya sejujurnya kan dari dulu kami PDIP catat ini menjadi judulnya urusan koalisi itu telah selesai pada saat Presiden terpilih. Nah kita bukan sistem parlementer nah artinya urusan koalisi di dalam mengusung capres setelah selesai pemilu nah koalisi itu sudah tidak ada," tegas Sukur.
"Dan bagi kita sebagai partai pemenang yang mengusung Presiden sederhana saja bahwa untuk memilih menteri yang membantu tugas-tugas presiden tentu itu diatur UU dan hak mutlak presiden," sambungnya.
Sebelumnya, Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris memprediksi dinamika politik nasional tahun 2017 lebih tinggi daripada dinamika politik 2016. Hal itu dikarenakan perbedaan pandangan partai politik masih terus terjadi.
"Sebab, di 2017 akan ada Pilkada serentak, pembahasan UU Pemilu, UU MD3, saya menduga UU MD3 tidak selesai tahun ini. Yang wacana penambahan unsur pimpinan dewan tidak semua parpol setuju. Suhunya lebih panas dari 2016," kata Syamsuddin di Dieng Room, Hotel Kartika Chandra, Jl. Gatot Soebroto, Kamis, (15/12).
Syamsuddin menuturkan, perpecahan parpol pemerintah karena dukungan di Pilkada Serentak 2017 sudah terlihat jelas. Pecahnya dukungan itu tentu berdampak pada penggodokan UU di parlemen dan dukungan kepada pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla.
"Misalnya koalisi partai pendukung Jokowi-JK, saat ini dalam kasus Pilkada Jakarta pecah ke dalam dua kubu. Satu mendukung Ahok, satu dukung Agus-Sylvi. Ahok itu kita belum tahu akan ke mana ujungnya, tapi apapun hasilnya, entah Ahok menang atau kalah dalam Pilkada akan berdampak pada stabilitas koalisi pendukung Jokowi," jelas dia.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Menurut mantan Wali Kota Solo, dalam sebuah kompetisi atau kontestasi seperti Pilkada, hanya ada dua pilihan menang atau kalah.
Baca SelengkapnyaPDIP menyatakan mendukung Ketua DPD PDIP Banten Ade Sumardi untuk menjadi cawagub mendampingi politikus Partai Golkar, Airin Rachmi Diany pada Pilgub Banten.
Baca SelengkapnyaSaid menyebut PDIP tinggal menunggu waktu yang tepat untuk mengumumkan nama yang akan diusung di Pilgub Jakarta.
Baca SelengkapnyaDukungan gerakan rakyat akan memperbesar peluang Ganjar menang.
Baca SelengkapnyaHasto mengungkap PDIP telah melakukan pertemuan dengan Plt Ketua Umum PPP Muhamad Mardiono dan Sandiaga Uno
Baca SelengkapnyaPDIP menilai masyarakat akan menguji gagasan bukan seberapa banyak partai gabung koalisi
Baca SelengkapnyaPenyataan Djarot membalas PKS yang menyatakan pemilihnya tidak mungkin mendukung pasangan calon yang diusung PDIP di Pilkada Jakarta.
Baca SelengkapnyaPDIP mengaku terus menjalin komunikasi dengan Demokrat untuk kerja sama di Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaDjarot menegaskan koalisi gemuk bukan jaminan menang.
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDI Perjuangan Djarot Saiful Hidayat menantang Partai Keadilan Sejahtera untuk mengusung Ahok.
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP Said Abdullah mengaku, tak hilang harapan untuk mengajak PKB bergabung ke koalisi Ganjar Pranowo.
Baca SelengkapnyaAhok menanggapi pertanyaan adanya kemungkinan koalisi antara paslon 03 dengan paslon 01 jika ada putaran kedua
Baca Selengkapnya