Pemilu 'Borongan' 2024: Melelahkan, Kualitas Turun, Degradasi Mental
Merdeka.com - Mayoritas fraksi partai politik di DPR menolak revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam draf yang sudah masuk di Baleg itu, ada normalisasi pilkada yang bakal digelar 2022 dan 2023.
Namun parpol pro pemerintah semuanya kompak menolak revisi UU Pemilu. Artinya, pilkada akan digelar serentak dengan pemilu nasional pada 2024.
Pilkada dan pemilu nasional yang bakal digelar di tahun yang sama dinilai bakal memberatkan penyelenggara.
-
Apa perubahan UU Pemilu terbaru? Salah satu perubahan yang tercantum pada Undang Undang Pemilu terbaru ini adalah Pasal 10A yang mengatur pembentukan Komisi Pemilihan Umum (KPU) di provinsi-provinsi baru.
-
Bagaimana UU Pemilu terbaru diubah? Undang Undang Pemilu tersebut terbit pasca Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2022 yang mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu menjadi Undang Undang yang lebih adaptif.
-
Mengapa UU Pemilu terbaru diterbitkan? Penerbitan Undang-Undang baru ini sebagai langkah signifikan dalam reformasi sistem Pemilu di Indonesia.
-
Bagaimana DPR ingin Pemilu 2024 berjalan? Terakhir, Sahroni pun berharap agar Pemilu 2024 yang akan terjadi dalam kurun waktu beberapa hari lagi ini, dapat berjalan dengan lancar tanpa adanya konflik-konflik.
-
Kenapa UU No. 7 Tahun 2017 penting untuk Pilkada 2024? Pelaksanaan Pemilihan Umum di Indonesia sendiri diatur melalui Undang-undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
Pada Pilgub Jateng 2018 misalnya. Hanya diikuti dua paslon: Ganjar Pranowo-Taj Yasin dan Sudirman Said-Ida Fauziyah, penghitungan di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 07, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Semarang, baru selesai Pukul 19.00 WIB.
Mantan Ketua kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) Hadiyanto, bercerita, tidaklah cukup untuk menghitung suara hasil pilpres, pilkada tingkat provinsi dan kabupaten/kota, serta pemilu anggota legislatif, mulai tingkat kabupaten/kota, provinsi, hingga pusat. Ditambah lagi, jika pemilu anggota legislatif diikuti banyak partai politik.
Hadiyanto menyarankan agar pembuat undang-undang (pemerintah dan DPR) untuk memisahkan antara pilpres dan pemilu anggota legislatif, atau tidak pada hari yang sama, seperti Pemilu 2019.
Alumnus Fakultas Universitas Diponegoro ini mengemukakan hal itu karena pengalamannya sebagai ketua KPPS di TPS 12 pada Pemilu Presiden dan Pemilu Anggota DPR, Pemilu DPRD Provinsi Jawa Tengah, dan Pemilu DPRD Semarang 2019.
Pada Pemilu 2019 yang diikuti 14 parpol dan dua peserta pilpres, KPPS menghitung hasil pemilu itu hingga tengah malam. Hal ini menguras energi dan pikiran bagi Hadiyanto dan anggota KPPS di TPS 12, Kelurahan Mangunharjo, Kecamatan Tembalang, Semarang kala itu.
Bahkan, pada pemilu serentak itu, sebagaimana data KPU, tercatat 894 petugas penyelenggara pemilu meninggal dan 5.175 petugas jatuh sakit. Pesta demokrasi yang memakan korban jiwa ini jangan sampai terulang kembali pada pemilu-pemilu berikutnya.
Apalagi, asumsi-asumsi positif dalam Pemilu Serentak 2019 dan alasan efisiensi, menurut Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), R. Siti Zuhro, tidak terbukti.
Oleh karena itu, Prof. Siti Zuhro berpendapat, pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah tidak seharusnya disatukan menjadi pemilu borongan pada tahun 2024.
Turunkan Kualitas Pemilu
Mengapa? Selain hal itu tidak realistis, juga terkesan trial and error yang tak mempertimbangkan dampak-dampak negatif Pemilu Serentak 2019 dan pilkada serentak yang digelar sejak 2015.
Dalam diskusi secara virtual bertajuk Pemilu dan Pilkada 2024: Reaslistiskah?, Minggu (7/2), Siti Zuhro mengutarakan, ‘pemilu borongan’ ini juga bertentangan dengan pola pikir dan cultural set new normal yang mensyaratkan desain pemilu/pilkada yang rasional, berkualitas, dan berdampak positif terhadap pemerintahan. Sehingga tidak menimbulkan tata kelola yang buruk (bad governance) atau pemerintahan yang terbelah (divided government).
Merancang pemilu dan pilkada perlu pula mempertimbangkan filosofi, teks, dan konteks Indonesia. Jadi, pemilu/pilkada tidak boleh sekadar mengedepankan keserentakannya saja, tetapi juga kualitasnya.
Pada sisi lain, uji coba desain pemilu/pilkada tak hanya tidak menguntungkan, tetapi membuat Indonesia merugi karena peta jalan yang terbangun acak dan tidak terukur.
Selain itu, dilihat dari beberapa aspek lainnya, tampaknya tak juga menjanjikan, seperti tata kelola, partisipasi masyarakat (kualitas pemilih dalam memilih), kompetisi dan kontestasi (adil, setara), profesionalitas/kapasitas penyelenggara dalam menyelenggarakan pemilu/pilkada, dan kualitas pemilu/pilkada.
Di tengah pro dan kontra RUU Pemilu, muncul pula wacana mendahulukan pemilu presiden dengan parliamentary threshold pilpres nol persen. Kalaupun diterapkan, menurut Zuhro, persentase kecil saja. Soal paslon, tetap diajukan parpol yang ada di DPR.
Diskursus yang mengemuka dalam diskusi yang diselenggarakan Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik PP Muhammadiyah adalah pelaksanaan sesuai dengan jadwal, yaitu pada 2022 sebanyak 101 daerah.
Begitu pula, dengan rencana Pilkada 2023 sebanyak 170 daerah, sebaiknya disatukan pada Pilkada Serentak 2022. Dengan demikian, totalnya menjadi 271 daerah.
Hal yang patut mendapat perhatian semua pemangku kepentingan dalam pesta demokrasi ini adalah ada jeda menjelang pemilu anggota legislatif dan Pilpres 2024 agar semua proses tahapan lebih rapi disiapkan sampai terjadinya pencoblosan dan pengumuman hasilnya.
Degradasi Mental
Apa yang bakal terjadi jika pemilu bersamaan dengan Pilkada 2024? Pertanyaan ini lantas dijawab oleh peneliti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) Nurlia Dian Paramitha.
Peneliti JPPR ini khawatir aparat penyelenggara berpotensi mengalami degradasi mental dan kegagalan kinerja akibat mekanisme kerja borongan yang rumit dan rentan kecurangan, bahkan berisiko pada kematian dan ancaman pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).
Selain itu, pemilih berpotensi tidak cermat dalam melakukan pemetaan calon yang akan dipilih karena dilakukan dalam satu waktu. Pemilih pemula dan pemilih perempuan, menurut Nurlia, cenderung mengalami kesulitan dalam menentukan kualifikasi calon.
Hal lain yang yang menjadi perhatiannya adalah pada 2022 dan 2023 bakal ada 101 daerah dan 170 daerah yang tidak mempunyai kepala daerah atau plt. penjabat.
Ia juga menyoroti soal keadilan pemilih pada 2024. Untuk mewujudkannya, antara lain menciptakan peraturan yang mempermudah pemilih dalam menunaikan hak pilihnya secara efektif, efisien, dan nirkonflik.
Perlu desain khusus sistem pelaksanaan elektoral pada masa pandemi Covid-19 guna mengurangi potensi penyelenggara dan pemilih yang tertular. Misalnya, TPS dianggarkan lebih banyak dengan metode jaga jarak, uji usap antigen, dan peralatan alat pelindung diri.
Jika Pemilu 2024 tetap dilakukan, harus ada skema pembedaan antara pemilu nasional dan lokal tidak dalam satu tahun pelaksanaan. Dengan demikian, pemilih mampu menentukan aspirasi kedaerahan dengan lebih rasional dan kritis.
Selain masukan dari Nurlia, Hadiyanto, dan Prof. Zuhro, hal yang patut mendapat perhatian pembuat undang-undang adalah penambahan jumlah anggota KPPS jika pemilu nasinal dan lokal serentak pada 2024, terutama pada saat penghitungan hasil pemilihan.
KPPS ini dibagi dalam empat kelompok, yakni pertama yang menangani penghitungan hasil pilpres; kedua, pemilu anggota legislatif (DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota); ketiga, pilkada tingkat provinsi; keempat, pilkada tingkat kota/kabupaten.
Konsekuensi dari penambahan personel ini bakal ada tambah kotak suara di TPS, yakni untuk pilpres, pemilu anggota DPR, DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, pemilihan gubernur/wakil gubernur, dan pemilihan kepala daerah tingkat kabupaten/kota.
Hal sekecil apa pun perlu diantisipasi agar pesta demokrasi sukses sesuai dengan ekspektasi, yakni pemilu yang tetap berasaskan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Misalnya, estimasi waktu yang digunakan pemilih di TPS dengan surat suara sebanyak itu, kemudian perkiraan waktu penghitungan suara masing-masing pemilu.
Oleh sebab itu, janganlah grusah-grusuh dalam pembahasan RUU Pemilu yang akan menyatukan UU Pilkada (UU Nomor 10/2016) dan UU Nomor 7/2017 tentang Pemilu, pemerintah dan DPR.
Jadi, tidak sekadar kedua undang-undang itu disatukan, disederhanakan, dan disesuaikan dengan perkembangan demokrasi dan dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara, tetapi lebih ditekankan pada kepentingan negara di atas kepentingan golongan atau individu.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dampak buruk yang bisa terjadi jika Baleg DPR RI menganulir putusan MK soal UU Pilkada, massa bisa turun ke jalan.
Baca SelengkapnyaYenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.
Baca SelengkapnyaBanyaknya tahapan Pilkada 2024 yang akan bersinggungan dengan tahapan Pemilu nasional 2024.
Baca SelengkapnyaDasco menyatakan, aturan berkaku soal Pilkada tetap mengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaDemikian pernyataan Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco. Politikus Partai Gerindra itu resmi membatalkan pembahasan RUU Pilkada usai desakan massa, Kamis (22/8) malam.
Baca SelengkapnyaKesimpulan itu diberikan karena banyaknya penyalahgunaan kekuasaan, intervensi penegak hukum, pelanggaran etika
Baca SelengkapnyaKetua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat menilai, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi yang terburuk pascareformasi.
Baca SelengkapnyaBawaslu akan mengawasi dan memastikan akan ikut serta dalam rapat konsultasi terkait pembahasan revisi PKPU 8 Tahun 2024 di DPR.
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Bamsoet mengklaim semua partai politik telah sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaDi media sosial X ramai warganet agar mengawal keputusan MK.
Baca SelengkapnyaKSP meminta penyelenggara Pemilu tetap fokus menjalankan tugas.
Baca SelengkapnyaPKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.
Baca Selengkapnya