Pengamat: Pilkada Serentak 2020 Ibarat Genosida Kemanusiaan
Merdeka.com - DPR dan Pemerintah sepakat menggelar Pilkada serentak 2020 pada 9 Desember. Hal ini menuai banyak protes dari pegiat pemilu. Sebab, pilkada digelar di tengah ketidakpastian pandemi Covid-19.
Koordinator Nasional Seknas Jaringan Pendidikan Pemilu untuk Rakyat (JPPR), Alwan Ola Riantoby mengingatkan, pemerintah soal korban jiwa yang jatuh pada penyelenggaraan pemilu 2019 lalu. Hal tersebut bakal terulang dengan jumlah yang lebih besar, jika pelaksanaan Pilkada serentak tetap dipaksakan terjadi di 9 Desember.
"Catatan pilu di 2019 kemarin. Ada beberapa insiden soal kemanusiaan kita jangan kemudian kita seakan melupakan itu dan mengulangi genosida kemanusiaan di Pilkada 2020 juga," ujar dia, dalam sebuah diskusi yang digelar online, Kamis (28/5).
-
Kenapa Pilkada 2020 jadi penting? Pilkada Serentak 2020 menjadi salah satu momen penting dalam demokrasi Indonesia, meskipun dilaksanakan di tengah tantangan pandemi.
-
Kenapa Pilkada 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.
-
Bagaimana Pilkada 2020 dilaksanakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Kenapa diskusi Jelang Pilkada 2024 di Kulon Progo sangat penting? Acara ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi aktif warga, terutama perempuan, dalam pemilihan kepala daerah mendatang.
-
Di mana Pilkada Serentak 2020 diselenggarakan? Berikut adalah daftar provinsi-provinsi yang menyelenggarakan Pilkada Serentak 9 Desember 2020 tersebut:Sulawesi UtaraSulawesi TengahKalimantan UtaraKalimantan SelatanKalimantan TengahSumatera BaratKepulauan RiauJambiBengkulu
-
Apa itu Sengketa Pemilu? Sengketa Pemilu adalah konsekuensi yang mungkin terjadi dalam sistem penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu). Walaupun sistem sudah dirancang sebaik mungkin, kemungkinan pelanggaran yang bisa mencederai kualitas Pemilu masih bisa terjadi.
Dengan adanya pandemi Covid-19, maka yang terancam keselamatan jiwanya bukan saja para petugas dari sisi penyelenggara pemilu, melainkan juga dari masyarakat pemilih.
"Tidak hanya penyelenggaraan ad hoc yang menjadi korban kalau di 9 Desember nanti tetap dipaksakan, tapi semua masyarakat pemilih yang akan datang ke TPS nanti juga akan menjadi malapraktik di antara kita," ujarnya.
Menurut dia, jika berpegang pada prinsip demokrasi Indonesia, maka Pilkada serentak tidak dapat dilaksanakan di tengah pandemi yang disebabkan oleh virus SARS-Cov-2 itu. "Di situ akan semacam genosida kemanusiaan besar-besaran di tingkat TPS karena kita semua datang berkumpul," tegas dia.
"Prinsip demokrasi kita adalah langsung, umum, sedangkan Covid-19 ini standarnya ya nggak boleh kumpul-kumpul. Kita semacam mengulangi kondisi yang penting untuk diperhatikan bahwa kita punya catatan pilu juga di 2019," ujar Alwan.
Dia pun mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di tengah pandemi Covid-19 akan berdampak pada menurunnya partisipasi masyarakat. Baik dari pemilih maupun juga dari jumlah kontestan yang akan bertarung.
"Partisipasi tidak maksimal baik pemilih maupun partisipasi pasangan calon. Kalau 2015 ada 838 Paslon, mungkin 2020 kurang dari itu," tandas dia.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Indonesia Kaka Suminta menyoroti persiapan pelaksanaan Pilkada serentak pada 9 Desember. Salah satunya terkait tambahan anggaran untuk melakukan Pilkada di tengah pandemi.
Menurut dia, yang menjadi soal penting terkait pelaksanaan Pilkada bukanlah anggaran. Pun soal mempersiapkan protokol Covid-19 untuk diterapkan dalam berbagai tahapan pilkada.
"Tambah Rp500 miliar itu tidak ada arti apa-apa. Karena kita bukan sekadar menyiapkan APD, bukan sekadar menyiapkan semua protokol Covid-19. Tapi data (Covid-19) yang sebenarnya." kata dia dalam diskusi yang sama.
Menurut dia, pemerintah belum melakukan penanganan Covid-19 secara memadai. Hal tersebut akan menjadi tantangan yang harus dihadapi KPU dalam melakukan persiapan Pilkada serentak.
"Jadi ada obligasi negara yang paling tidak dibayar yakni data yang tepat dan penanganan yang tepat ini dua hal yang saya pikir bermasalah sehingga sekarang bola ada di KPU," ungkapnya.
Menurut dia, ada bahaya yang mengancam masyarakat jika pilkada dilakukan dalam kondisi pandemi Covid-19. Hal itulah yang seharusnya menjadi dasar pertimbangan pemerintah. Hal itu juga yang seharusnya menjadi dasar bagi KPU untuk membuat keputusan secara bebas dan mandiri terkait pelaksanaan pilkada serentak.
"Kalau kita mengatakan keselamatan publik adalah hukum konstitusi tertinggi maka harusnya kita mulai dari situ sehingga tidak terbayarnya obligasi pemerintah kemudian sekarang bolanya di KPU," urai dia.
"Seharusnya KPU bersuara utuh dengan dasar konstitusional pasal 22e bukan dengan tekanan-tekanan apapun. Kita tidak melihat itu di dalam RDP kemarin. Yang kita lihat pokoknya tanggal 9 Desember," imbuhnya.
Karena itu, dia pihaknya berpendapat sebaiknya pelaksanaan Pilkada serentak 2020 dilakukan setelah pandemi Covid-19 berakhir. "Misal nya pembagian BLT kemarin begitu rusaknya data kita sebaiknya kita menunggu waktu sampai kita mampu Covid-19 sendiri kedua sambil kita berbenah," tegas dia.
Pertimbangan agar Pilkada serentak tidak dilaksanakan pada 9 Desember, lanjut dia, tidak hanya berkaitan dengan Covid-19 saja. Ada bahaya lain yang juga harus diperhatikan. Misalnya bencana alam yang kerap terjadi di bulan penghujung tahun itu.
"Desember adalah bulan yang harusnya kita pahami penuh dengan bencana selain Covid-19 misalnya longsor hujan dan sebagainya. Kedua itu mendekati perayaan lain sehingga mirip-mirip juga kalau pilkada dilakukan mendekati perayaan Idul Fitri," tandas dia.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pilkada terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah Pilkada Serentak 2020, yang berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020.
Baca SelengkapnyaMenteri Dalam Negeri Tito Karnavian mengklaim pelaksanaan Pilkada 2024 mengukir sejarah baru dalam Pemilu di Indonesia.
Baca SelengkapnyaDirinya pun mencontohkan pada saat menjadi hakim Mahkamah Konstitusi banyak sekali kasus yang serupa dengan hal itu.
Baca SelengkapnyaBerbagai macam polemik yang terus muncul dalam Pilkada Jawa Tengah menjadi pembahasan utama dalam diskusi ini.
Baca SelengkapnyaHasto mengulas anomali besar yang terjadi di Pilkada.
Baca SelengkapnyaAnggota Bawaslu RI Puadi mengatakan, keberpihakan kepala desa menjadi salah satu permasalahan yang banyak terjadi.
Baca SelengkapnyaKericuhan mewarnai sejumlah wilayah saat pesta demokrasi perdana digelar serentak tersebut.
Baca SelengkapnyaPerlu adanya pernyataan bersama antar-elit politik dan para calon kepala daerah untuk memperkuat narasi kebangsaan dan menekankan persatuan bangsa
Baca SelengkapnyaDiperlukan sikap lapang dada dalam menerima hasil pemilihan bagi seluruh pihak yang berkompetisi
Baca Selengkapnya