Penghidupan Kembali GBHN Dinilai Sudah Tak Relevan
Merdeka.com - Wacana penghidupan kembali Garis Besar Haluan Negara (GBHN) mencuat ke masyarakat. Penghidupan itu rencananya akan dilakukan melalui amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti, tidak setuju dengan wacana tersebut. Kata dia, GBHN sudah tidak lagi relevan digunakan dalam sistem tata negara Indonesia.
"Kalau saya sih posisi engga setuju ya karena menurut saya sudah engga relevan dalam sistem ketatanegaraan kita pada saat ini," kata Bivitri pada merdeka.com, Rabu (14/8).
-
Siapa yang usulkan gubernur Jakarta ditunjuk presiden? Ketua Badan Musyawarah Suku (Bamus) Betawi 1982 Zainuddin alias Haji Oding mengungkapkan, rencana gubernur Jakarta ditunjuk oleh Presiden usai Ibu Kota berpindah ke Nusantara merupakan usulan Ketua Majelis Amanah Persatuan Kaum Betawi.
-
Siapa yang memimpin pelantikan Prabowo-Gibran? Ketua MPR Ahmad Muzani yang akan memimpin sidang paripurna pelantikan Presiden-Wapres masa jabatan 2024-2029.
-
Siapa yang dilantik sebagai Presiden? Pada tahun 2024, pelantikan ini akan menjadi penutup dari rangkaian Pemilihan Umum yang telah berlangsung, di mana Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka terpilih sebagai presiden dan wakil presiden.
-
Kenapa Bamus Betawi usul gubernur Jakarta ditunjuk presiden? 'Di situ ada kompromi, soal putra daerah menjadi salah satunya. Di mana-mana juga ada privilege politik yang diberikan kepada putra asli daerah, yaitu kaum betawi. Kalau ditunjuk oleh Presiden, salah satunya harus representasi putra daerah. Itu yang melatarbelakangi mengapa kita mengusulkan gubernur dipilih oleh Presiden. Nah walikotanya dipilih langsung oleh Pilkada,'
-
Siapa yang dilantik sebagai Presiden dan Wapres? Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden RI periode 2024-2029 pada 20 Oktober mendatang.
-
Bagaimana mekanisme penunjukan Gubernur Jakarta? Mekanisme itu termuat dalam Pasal 10 RUU Daerah Khusus Jakarta (DKJ) yang tengah dibahas DPR.
Bivitri menjelaskan, GBHN kala itu diperlukan karena presiden beserta wakilnya dipilih oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. GBHN adalah mandat yang diberikan MPR pada presiden dan wakilnya yang terpilih.
"Nah kalau kita kan sekarang sudah pemilihan presiden tidak dilakukan oleh MPR tapi pemilihan presiden langsung oleh rakyat. Jadi engga ada lagi mandat yang harus diberikan oleh MPR," ujarnya.
Lanjutnya, saat ini Indonesia sudah menganut sistem presidensil bukan lagi semi Parlementer. Sehingga penghidupan GBHN tidak lagi relevan.
"Jadi GBHN sebenarnya samasekali tidak relevan dengan konteks yang sekarang dan saya tidak melihat ada urgensi sama sekali," ungkapnya.
Menurut Bivitri banyak cara jika Indonesia ingin memiliki haluan negara. Salah satunya melalui rencana pembangunan jangka panjang yang disusun dalam bentuk Undang-Undang juga oleh DPR dan pemerintah untuk jangka waktu 25 tahun. Dia juga menilai tidak ada keuntungan untuk rakyat jika GBHN kembali dihidupkan.
"Kalau misalnya cuman nambahin GBHN pertanyaannya manfaatnya untuk rakyat jadi apa? Karena yang diajukan oleh PDIP itu betul-betul supaya MPR ya lebih kuat gitu. Nah tujuan MPR ya lebih kuat gitu. Nah tujuan MPR lebih kuat buat rakyat itu apa? Buat saya enggak ada," tuturnya.
Bivitri justru curiga ada maksud tertentu dari dihidupkannya kembali GBHN. Dia khawatir ini hanya untuk kepentingan politik semata, untuk kembali membuat MPR sebagai lembaga tertinggi negara hingga memudahkan jika nantinya ada amandemen terbatas lainnya dalam UUD 1945 dan membuat pemilihan presiden beserta wakilnya kembali ke MPR.
"Oke memang yang sekarang diajukan adalah semata-mata GBHN tapi sekali ini dibuka ini seperti kotak pandora bisa banyak sekali perubahan fundamental negara ini yang ada di konstitusi yang kedepannya akan dikutak katik lagi misalnya itu td posisi MPR seperti apa, kemudian jadi lembaga tertinggi maunya kan kaya gitu kan balik lagi ke masa lalu," ucapnya.
"Kemudian jangan-jangan nanti pemilihan presiden dibuat tidak langsung lagi oleh MPR dan kemudian bisa jalan lagi lah berikutnya karena MPR sudah menyiapkan juga kajian supaya memang MPR mau membongkar lagi sistem ketatanegaraan kita. Nah ini yang saya engga setuju," sambungnya.
Dia memahami memang sistem tatanegara Indonesia masih memiliki banyak kekurangan. Namun, banyak cara untuk menutupi kekurangan itu ketimbang harus mengubah UUD 1945.
"Soalnya ada juga sih kelompok-kelompok yang mau balik lagi ke UUD 1945 asli nah ini yang saya khawatirkan kita jadi balik lagi ke masa lalu nantinya," tandas Bivitri.
(mdk/lia)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PDIP tak masalah amandemen UUD 1945, akan tetapi tidak mengubah sistem Pilpres
Baca SelengkapnyaMekanisme pemilihan langsung presiden oleh rakyat dinilai masih lebih baik
Baca SelengkapnyaGerindra mengatakan, pembahasan amandemen UUD 1945 masih jauh dan tak mudah mengembalikan kewenangan MPR seperti zaman dulu.
Baca SelengkapnyaMenurut Bamsoet, MPR diubah kedudukannya sehingga tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
Baca SelengkapnyaBamsoet membantah pihaknya telah memutuskan bahwa pemilihan presiden akan dilakukan oleh MPR
Baca SelengkapnyaHasto ingin agar segala sesuatunya harus dicermati serta harus dikaji dengan bersamaan.
Baca SelengkapnyaDewan Pertimbangan Presiden menjadi salah satu yang ikut dikaji.
Baca SelengkapnyaUsulan Prabowo untuk memberikan wadah bagi presiden dan wakil presiden di Indonesia sangat baik.
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo lebih memilih berada di luar pemerintahan dibanding mengisi jabatan menteri Kabinet Prabowo-Gibran.
Baca SelengkapnyaPelantikan untuk presiden dan wakil selanjutnya juga akan menggunakan ketetapan MPR.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai seharus gubernur dan wakil gubernur Jakarta dipilih oleh rakyat, usai tak menjadi ibu kota
Baca Selengkapnya"menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah Pemilu," kata Jokowi
Baca Selengkapnya