Perludem: Pilkada di Tengah Covid-19 Ancam Keselamatan Pemilih & Penyelenggara
Merdeka.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menanggapi penetapan pelaksanaan Pilkada serentak 2020 pada 9 Desember. Keputusan tersebut, dinilai mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara pemilu.
"Keputusan melanjutkan tahapan pilkada di tengah pandemi Covid-19, dengan masa persiapan yang sangat sempit adalah keputusan yang mengancam keselamatan jiwa pemilih dan penyelenggara pemilu,"Manajer Program Perludem Fadli Ramadhanil, dalam keterangannya, Kamis (28/5).
Dia menilai DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu terlihat kurang peduli terhadap kondisi faktual. Bahwa hingga hari ini, jumlah korban yang terinfeksi Covid-19, bahkan korban meninggal dunia masih terus bertambah. Belum menunjukkan kecenderungan akan melandai, apalagi berakhir.
-
Kenapa Tindak Pidana Pemilu bisa mengancam demokrasi? Pemilu adalah fondasi bagi negara demokratis, dan tindakan kriminal yang terkait dengan proses ini dapat mengancam kesejahteraan masyarakat dan stabilitas politik.
-
Mengapa pelanggaran pemilu berbahaya? Pelanggaran pemilu mencakup berbagai tindakan yang dapat merusak keabsahan suara dan mengancam prinsip demokrasi.
-
Apa itu pantarlih pilkada? Salah satunya adalah Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (Pantarlih).
-
Bagaimana menjadi pantarlih pilkada? Dengan mematuhi semua syarat-syarat yang telah ditetapkan, calon Pantarlih akan memenuhi kualifikasi untuk mendaftar sebagai Pantarlih pada Pilkada 2024.
-
Kenapa penting menjaga kerukunan di pemilu? Pemilu sering kali memunculkan sejumlah masalah yang ada di masyarakat. Salah satu masalah yang kerap terjadi adalah masalah kerukunan. Proses politik yang sengit antar kandidat calon pemilu, kerap kali memunculkan perbedaan pendapat antar masyarakat.
-
Kenapa Pantarlih Pilkada 2024 penting? Pantarlih berperan penting dalam membantu penyusunan daftar pemilih serta pemutakhiran data pemilih di berbagai tingkatan. Tugas dan kewajiban ini harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab selama masa kerja yang telah ditentukan.
Pelaksanaan Pilkada 2020 yang akan dilaksanakan di 270 daerah pun belum memiliki kerangka hukum yang sejalan dengan protokol penanganan Covid-19. Perpu Nomor 2/2020 sama sekali tidak mengatur pelaksanaan pilkada yang menyesuaikan pelaksanaan tahapan yang sesuai dengan protokol penanganan Covid-19.
Dengan demikian, pelaksanaan pilkada mesti menggunakan mekanisme normal, sebagaimana diatur di dalam UU Pilkada. Jika kesimpulan rapat antara DPR, Pemerintah, dan Penyelenggara Pemilu meminta pelaksanaan pilkada menggunakan protokol Covid-19, tentu dibutuhkan kerangka hukum yang cukup, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip penyelenggaraan pemilu demokratis.
Untuk menyiapkan kerangka hukum, lanjut dia, tentu dibutuhkan waktu yang cukup. Sementara, keputusan untuk memulai kembali tahapan pilkada pada 15 Juni 2020, jelas membuat waktu mempersiapkan kerangka hukum untuk melaksanakan pilkada dengan protocol Covid-19 tidak cukup.
"Akibatnya akan sangat berbahaya. Kualitas pilkada bisa menurun. Derajat keterwakilan pemilih menjadi tidak maksimal. Ini jelas bertentangan dengan tujuan penyelenggaraan pilkada itu sendiri," ujar dia.
Dia menambahkan, salah satu konsekuensi melaksanakan pilkada di tengah pandemi Covid-19, KPU meminta tambahan anggaran sebesar Rp535 miliar. Untuk proses pembahasan dan penambahan anggaran ini tentu membutuhkan waktu.
Belum lagi proses pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) dan perangkat lainnya untuk melaksanakan pilkada di tengah pandemi Covid-19, mesti dilaksanakan dengan mekanisme yang benar untuk menghindari terjadinya kesalahan pertanggungjawaban keuangan negara.
"Satu hal yang perlu diingat oleh DPR, Pemerintah, dan KPU, bahwa ketika tahapan pilkada nanti dilanjutkan, akan langsung berhadapan dengan tahapan pendaftaran pemilih, serta verifikasi dukunga calon perseorangan" imbuhnya.
Artinya, Alat Pelindung Diri (APD) dan perangkat kesehatan lainnya akan langsung digunakan dalam lebih kurang 18 hari kedepan. Pertanyaannya, bagaimana mungkin pengadaan APD dan perangkat secara massal, distribusinya ke seluruh daerah pemilihan bisa selesai, sementara uangnya saja baru mulai mau dianggarkan.
"Sesuatu yang rasanya kurang rasional di dalam persiapan untuk melanjutkan tahapan Pilkada 2020."
Hal ini penting untuk diperhatikan agar pemaksaan diri melaksanakan Pilkada 2020 tidak menimbulkan masalah besar di kemudian hari. Pembelajaran dari beberapa tindak pidana korupsi pengadaan barang dan jasa pemilu pada masa lalu mestinya jadi pembelajaran untuk tidak terulang.
"Apalagi di tengah masa pandemi dan krisis yang tengah kita hadapi. Hal itu akan sangat mencederai kemanusiaan dan martabat demokrasi kita," terang dia.
Atas dasar itu, Perludem meminta KPU, Pemerintah, dan DPR untuk mengevaluasi kesepakatan melanjutkan Pilkada bulan Desember pada (27/5) kemarin. Keselamatan dan kesehatan masyarakat Indonesia seharusnya ditempatkan sebagai prioritas dalam perhelatan pilkada.
Dia menambahkan agar praktik demokrasi yang merupakan penghormatan pada martabat manusia melalui penghargaan pada setiap sauara pemilih yang ada, tidak dicederai akibat marabahaya paparan Covid-19 yang mengancam mereka karena penyelenggaraan pilkada yang berlangsung di tengah pandemi.
"Sudah semestinya suara elite mencerminkan suara dan kepentingan publik secara orisinil," tandasnya.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ketua DPP PDIP Djarot Syaiful Hidayat menilai, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menjadi yang terburuk pascareformasi.
Baca SelengkapnyaUsulan penundaan Pemilu 2024 kali ini diutarakan Bawaslu.
Baca SelengkapnyaPilkada terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah Pilkada Serentak 2020, yang berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020.
Baca SelengkapnyaSalah satu alasan DPR mewacana hal tersebut karena melihat pertarungan dalam Pilkades lebih keras bahkan banyak korban jiwa.
Baca SelengkapnyaSituasi terakhir menunjukkan kondisi yang mulai mengkhawatirkan.
Baca Selengkapnya"Kami segenap sesepuh masyarakat Provinsi Banten menyerukan Pilkada 2024 berjalan dalam suasana kompetisi yang bebas dan damai,"
Baca SelengkapnyaMasalah tersebut seperti data pemilih yang tidak akurat, distribusi logistik, hingga kerusakan alat dan surat suara.
Baca SelengkapnyaDPR meminta Bawaslu fokus menjalankan tugas pokok.
Baca SelengkapnyaMuncul isu skenario tunda pemilu pada awal tahun 2023.
Baca SelengkapnyaMahfud menyebut jika ada kesulitan dalam penyelenggaraan Pilkada seharusnya diatasi bukan ditunda.
Baca SelengkapnyaPoses kandidasi yang telah terjadi dalam Pilkada 2024 dinilai sangat jauh dari prinsip-prinsip demokrasi.
Baca SelengkapnyaMahfud MD meminta semua pihak agar tak melakukan kecurangan dalam Pilpres 2024 mendatang.
Baca Selengkapnya