Perludem ungkap alasan parpol tetap calonkan eks napi korupsi jadi caleg
Merdeka.com - Direktur Perludem Titi Anggraini memaparkan sejumlah alasan partai politik tetap mencalonkan kadernya menjadi calon anggota legislatif di Pemilu 2019 berstatus mantan narapidana kasus korupsi. Dari 38 nama caleg yang menyadang status mantan napi korupsi, perludem melihat mereka memiliki kekuatan di masing-masing partai.
"Mereka kalau yang kita lihat adalah bagian dari orang kuat. Adalah orang kuat ataupun elit di partai tersebut. Mereka orang kuat distruktur partai. Mereka ikut menentukan rekrutmen yang ada di partai politik," kata Titi di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (25/9).
Tidak hanya memiliki jabatan struktural di partai, kata Titi, mereka juga memiliki popularitas. Sehingga mempunyai dampak elektoral bagi partai politik, terutama membuat opini seakan-akan menjadi korban pemerintah.
-
Bagaimana pengaruh caleg terhadap elektabilitas partai? 'Kemudian soal calegnya. Caleg kan sebagai vote gathers, seberapa kuat atau tidaknya ketokohan para caleg juga mempengaruhi dukungan terhadap partai,' tambah Hanggoro.
-
Kenapa politikus maju capres ? Sejumlah kandidat maju sebagai capres dengan tujuan ingin menang. Tapi ada juga yang maju karena alasan ingin membantu memperkuat posisi partainya di parlemen sebagai bagian dari upaya mencetak pemimpin jika terjadi kebuntuan politik.
-
Siapa yang memiliki peran penting dalam Pemilu? Keterlibatan rakyat dalam memilih pemimpin melalui Pemilu juga merupakan ekspresi dari hikmat kebijaksanaan dalam pembentukan pemerintahan, yang menjadi salah satu nilai utama dari Sila Ke-4 Pancasila.
-
Bagaimana incumbent memanfaatkan popularitasnya? Keberadaannya yang sudah dikenal dapat menjadi modal politik yang kuat dalam meraih dukungan.
-
Bagaimana 'Partai Coklat' dapat merusak integritas pemilu? Yoyok menyatakan keprihatinannya bahwa isu ini dapat merusak integritas pemilu yang seharusnya berlangsung secara adil dan transparan.
-
Siapa yang terlibat dalam Pemilu? Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan salah satu mekanisme fundamental dalam sistem demokrasi yang memungkinkan warga negara untuk secara langsung atau tidak langsung memilih para pemimpin dan wakilnya.
"Jadi selalu ada pendekatan-pendekatan sosial yang mereka dorong. Karena mereka pada dasarnya orang yang popular," ungkap Titi.
Tak hanya itu, Titi beranggapan napi eks korupsi tetap dicalonkan sebagai caleg lantaran memiliki modal dana yang besar.
"Untuk parpol, khususnya sumber daya pendanaan, dana dan juga jejaring yang bisa bermanfaat bagi elektoral," papar Titi.
Hal tersebut membuat partai berpikir pragmatis mencalonkan kader yang pernah terseret kasus korupsi karena ingin menang.
"Karena kan partai ingin menang. Jadi partai ingin menang lalu ada partai ada tiga alasan itu bertemulah simbiosis mutualisme diantara para mantan napi korupsi dengan partai politik," ungkap Titi.
(mdk/noe)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Incumbent adalah istilah yang kerap muncul saat Pilkada dan menarik dipelajari.
Baca SelengkapnyaIndonesia Corruption Watch (ICW) merilis daftar pejabat mantan narapidana kasus korupsi, yang kini kembali maju mencalonkan diri sebagai calon legislatif
Baca SelengkapnyaIsu mengenai "Partai Coklat" menarik perhatian masyarakat dan memicu diskusi mengenai netralitas dalam proses demokrasi pada Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaUjang memandang fenomena majunya artis dalam Pilkada 2024 bisa jadi hanya sebagai cara Partai untuk mengejar popularitas.
Baca SelengkapnyaMegawati Jawab Kritik Ganjar Capres Petugas Partai, Singgung Posisi Jokowi
Baca SelengkapnyaPeringatan Firli ini merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) nomor 87/PUU-XX/2022.
Baca Selengkapnya"Jadi setting-an endorsment itu bagian proses buruk ini, kalau dulu pejabat-pejabat itu masih malu lakukan endorse, sekarang enggak malu-malu," kata Jeirry.
Baca SelengkapnyaJusuf Kalla menjawab terkait dugaan kecurangan pemilu
Baca SelengkapnyaKPU akan memproses dokumen pada 12-15 Agustus 2023.
Baca SelengkapnyaCalon tunggal di Pilkada hanya satu kali kalah selama Pilkada berlangsung sejak 2015
Baca SelengkapnyaBukan hanya upaya mengganjal bakal calon kepala daerah dari PDI Perjuangan, namun upaya serupa juga dialami partai-partai politik lain.
Baca SelengkapnyaElektabilitas bakal menjadi pekerjaan rumah (PR) yang cukup berat.
Baca Selengkapnya