Pilkada 2020: Fenomena Warga ke TPS Cuma Buat Rusak Surat Suara
Merdeka.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai, tingginya angka Golput di Pilkada serentak 2020 karena pandemi Covid-19. Menurut Perludem, masyarakat tak mau ambil risiko untuk memilih, karena takut terpapar virus.
"Secara khusus, rendahnya persentase memilih di Pilkada 2020 bisa jadi disebabkan oleh pandemi. Ini perlu dipastikan dengan survei secara kuantitatif. Tapi jika boleh menduga, keadaan wabah memang punya tambahan risiko terhadap sehat dan nyawa sehingga sebagian pemilih tak mau ambil risiko ini untuk memilih," kata Peneliti Perludem Usep Hasan, Kamis (17/12).
"Jika pilkada punya layanan memilih yang lebih memudahkan (misal e-voting, email, pos, dan lainnya), persentase pemilih bisa jadi lebih tinggi," tambah dia.
-
Bagaimana Pilkada 2020 dilaksanakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa saja yang dipilih di Pilkada 2020? Pada Pilkada ini, rakyat Indonesia memilih:Gubernur di 9 provinsiBupati di 224 kabupatenWali kota di 37 kota
-
Kenapa Pilkada 2020 jadi penting? Pilkada Serentak 2020 menjadi salah satu momen penting dalam demokrasi Indonesia, meskipun dilaksanakan di tengah tantangan pandemi.
-
Kenapa Pilkada 2020 menarik perhatian? Pilkada 2020 menarik perhatian karena dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.
-
Siapa yang tidak ikut Pilkada 2024? Seluruh provinsi yang ada di Indonesia akan melaksanakan Pilkada serentak 2024 kecuali Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
-
Bagaimana cara masyarakat berpartisipasi di Pilkada 2024? Masyarakat diharapkan menggunakan hak pilih mereka dengan bijak untuk menentukan pemimpin yang terbaik.
Selain Golput, Usep menekankan, pada soal suara tidak sah. Kata dia, pilkada adalah pemilu eksekutif seperti presiden yang memilihnya lebih mudah dibanding pemilu legislatif. Dia menilai, masyarakat datang ke TPS hanya ingin merusak surat suara karena ada rasa ketidakpercayaan terhadap politik.
“Jika surat suara tidak sah tinggi, misal hampir 4 persen seperti di Kota Depok, itu berarti ada warga yang rela datang memilih di konteks pandemi untuk protes. Bukan karena salah milih, tapi memang sengaja merusak suara," ucapnya.
©2020 Merdeka.com/istimewaSecara umum, kata dia, persentase memilih rendah karena kualitas calon dan partai politik di Indonesia masih belum baik. Faktornya karena ambang batas pencalonan, sulitnya jalur perseorangan, dan menguatnya politik dinasti.
"Jadi sebab kepesertaan pemilu tidak menarik lebih banyak pemilih," ucapnya.
Selain itu, jadwal pemilu yang berhimpit pun menjadi sebab umum persentase pemilih rendah. Dari tahun 2019 hingga 2020 ada pemilu. Masyarakat menjadi bosan.
“Persentase memilihnya beda jauh, dari sekitar 90-an persen ke 70-an persen atau ada yang kurang dari 50 persen. Orang jenuh dengan pemilu," pungkasnya.
Diberitakan, KPU menyelenggarakan pilkada serentak di 270 daerah. Rinciannya pemilihan gubernur di sembilan dari 34 provinsi, bupati di 224 dari 416 kabupaten, serta pemilihan walikota di 37 dari 98 kota.
Ada sekitar 100,3 juta orang yang masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pilkada 2020. Dari jumlah tersebut, KPU menargetkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen.
Namun, data dari sejumlah daerah memperlihatkan jumlah masyarakat yang enggan menggunakan hak pilihnya ke TPS. Bahkan, angka tersebut melebihi suara calon kepala daerah yang mendapat angka tertinggi.
Beberapa daerah yang mengalami golput tinggi ialah Medan, Depok, Kediri Tangerang Selatan, dan Bali. Tak sedikit orang yang memutuskan untuk tidak menggunakan hak suaranya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Anggota Komisi II DPR RI Dede Yusuf menilai tingginya angka golput di Pilkada 2024 karena beberapa faktor.
Baca SelengkapnyaPilkada terakhir yang diselenggarakan di Indonesia adalah Pilkada Serentak 2020, yang berlangsung pada tanggal 9 Desember 2020.
Baca SelengkapnyaLembaga survei Charta Politika mencatat penurunan partisipasi pemilih di Pilkada DKI Jakarta 2024 menjadi hanya 58 persen.
Baca SelengkapnyaDengan adanya penurunan partisipasi masyarakat pada Pilkada tersebut. Maka, perlu dilakukannya refleksi hingga evaluasi.
Baca SelengkapnyaBawaslu menyebut, menurunnya partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta harus menjadi refleksi bersama.
Baca SelengkapnyaKPU Kota Denpasar telah lama memberikan sosialisasi soal pindah memilih tetapi masyarakat masih ada saja yang tidak mengetahui hal tersebut.
Baca SelengkapnyaHal ini berdasarkan fakta kurangnya partisipasi pemilih di Pilkada Jakarta 2024.
Baca SelengkapnyaMinat warga untuk hadir di TPS untuk memberikan suara menurun.
Baca SelengkapnyaKubu RIDO mengungkit Pilkada Jakarta 2017 yang dimenangkan Anies Baswedan-Sandiaga Uno dengan tingkat partisipasi pemilih yang tinggi.
Baca SelengkapnyaMenurut KPU ada kemungkinan penurunan partisipasi pemilih ketimbang Pemilihan Presiden (Pilpres).
Baca SelengkapnyaDPR tengah mencermati implikasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 dengan rendahnya tingkat partisipasi politik warga dalam menggunakan hak suaranya.
Baca SelengkapnyaAda pembagian sembako meliputi beras, minyak goreng, serta amplop kepada warga Jakarta di masa tenang.
Baca Selengkapnya