Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

PKB: 60 Ribu Hektare Hutan di Kalsel 'Hilang' Setiap Tahun

PKB: 60 Ribu Hektare Hutan di Kalsel 'Hilang' Setiap Tahun Barang bukti kasus illegal logging di Kawasan Hutan Konservasi Suaka Margasatwa Komara, Takalar. Antara/HO/Dokumentasi BKSDA Sulsel

Merdeka.com - Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan (Kalsel) menilai, banjir di Kalsel akibat 50 persen lahan beralih fungsi menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit.

Anggota Komisi IV DPR Fraksi PKB Daniel Johan setuju dengan Walhi. Menurutnya, selain curah hujan tinggi, penyebab banjir di Kalsel dikarenakan jumlah hutan yang terus berkurang akibat alih fungsi lahan.

"Banjir yang melanda wilayah Kalimantan Selatan kini kian meluas, ini sangat memprihatinkan, apabila memperhatikan berkurangnya luas hutan di Kalimantan Selatan. Banjir ini selain diakibatkan tingginya curah hujan, juga sebagai dampak dari semakin berkurangnya jumlah hutan yang terus terjadi dari tahun ketahun," katanya kepada merdeka.com, Selasa (19/1).

Daniel menuturkan, pada tahun 2009 luas kawasan hutan Kalimantan Selatan sekitar 1.779.982 ha atau 48,3 % dari luas wilayah provinsi (3.685.855 ha). Kemudian, dari data yang ia miliki, luas hutan Kalimantan Selatan dari tahun 2009 hingga 2019 mengalami pengurangan sekitar seluas 614 ribu hektare atau 34,5%.

"Jika dibuat rata-rata deforestasi hutan di Kalimantan Selatan adalah sebesar kurang lebih 60 ribu hektare per tahun. Artinya alih fungsi lahan di Kalimantan Selatan selama 2009 hingga 2019 sangat masif," ucapnya.

Atas hal itu, dia meminta pemerintah perlu mengkaji pemberian izin baru dan mengevaluasi izin lama atas usaha pada kawasan hutan. Serta, perlu mempertimbangkan dan memperhatikan tata ruang.

"Kemudian mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan yang parah kemudian berdampak pada banjir," kata dia.

Daniel meminta Kementerian Lingkungan Hidup perlu segera melakukan penyusunan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) di seluruh Indonesia termasuk Kalimantan Selatan. Terlebih, menindak tambang dan perkebunan ilegal.

"Selanjutnya, pemerintah didorong untuk melakukan penegakan hukum atas perambahan kawasan hutan untuk kegiatan tambang dan perkebunan ilegal," ujar Daniel.

"Saya sampaikan belasungkawa kepada masyarakat Kalimantan Selatan atas bencana banjir yang melanda Kalimantan Selatan, semoga kejadian ini menjadi pelajaran berharga dalam mengelola lingkungan hidup dan hutan," pungkasnya.

Diberitakan, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Kalimantan Selatan, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan, banjir di Kalimantan Selatan kali ini disebabkan karena 50 persen lahan di Kalimantan Selatan telah beralih fungsi menjadi tambang batubara dan perkebunan sawit.

Menurutnya, curah hujan yang tinggi tidak akan menyebabkan banjir jika luas hutan primer dan sekunder tidak terkikis.

"Dari 3,7 juta hektar luas lahan di Kalimantan Selatan, 1,2 juta hektar dikuasai pertambangan, 620 hektar kelapa sawit," kata Kisworo kepada merdeka.com, Senin (18/1).

Dia memaparkan, 33 persen lahan atau 1.219.461,21 hektar sudah dikuasai izin tambang, sementara 17 persennya atau 620.081,90 hektar sudah dijadikan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, luas hutan sekunder 581.188 hektar dan luas hutan primer hanya 89.169 hektar.

"15 persen atau 234,492,77 hektar IUPHHK-HA (Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Alam) dan 6 persen atau 567.865,51 hektar IUPHHK-HT (Hutan Tanaman). Hutan sekunder hanya 89.169 hektar, hutan primer 581.188 hektar," ujarnya.

"Sisa lahan hanya 29 persen," ungkap Kisworo.

Oleh sebab itu, dia mendesak pemerintah untuk untuk mengevaluasi seluruh izin-izin alih fungsi lahan yang dikeluarkan. Sebab kata dia, alih fungsi lahan telah menyebabkan degradasi hutan. Dia meminta pemerintah untuk berani mencabut izin para perusahaan yang hasil audit nantinya terbukti memicu bencana banjir di Kalimantan Selatan ini.

"Saya mendesak Pak Jokowi untuk memanggil semua pemilik perusahaan, tambang, sawit, dan sebagainya. Kita juga mendesak agar dibuat Satgas atau komisi khusus untuk mereview dan mengaudit semua izin-izin itu," tegasnya.

Kisworo mengatakan, banjir kali ini merupakan banjir terparah sepanjang sejarah. "2006 Kalsel pernah banjir besar juga tapi tidak separah ini. Ini terparah, bukan salah hujan. Sekarang kalau musim hujan, banjir. Musim kering, karhutla," tutupnya.

(mdk/rnd)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
KLHK Klaim Penggundulan Hutan di Indonesia Turun Hingga 114 Ribu Hektare
KLHK Klaim Penggundulan Hutan di Indonesia Turun Hingga 114 Ribu Hektare

Meski penurunan sudah cukup signifikan, KLHK tidak memungkiri masih marak penebangan hutan di Indonesia.

Baca Selengkapnya
Sebut Banjir Demak karena Pembalakan Liar, Jokowi: Alih Fungsi Lahan Harus Dicegah
Sebut Banjir Demak karena Pembalakan Liar, Jokowi: Alih Fungsi Lahan Harus Dicegah

Jokowi menuturkan penebangan pohon di hulu sungai membuat bencana banjir terjadi.

Baca Selengkapnya
Penurunan Permukaan Tanah Buat Jakarta Rugi Rp10 Triliun per Tahun
Penurunan Permukaan Tanah Buat Jakarta Rugi Rp10 Triliun per Tahun

Selain ekonomi, nasib 50 juta masyarakat di kawasan pesisir juga dipertaruhkan.

Baca Selengkapnya
Menko Airlangga Tekankan Pentingnya Antisipasi Bencana Secara Efektif dan Berkesinambungan
Menko Airlangga Tekankan Pentingnya Antisipasi Bencana Secara Efektif dan Berkesinambungan

Dampak besar dari Karhutla pernah dialami Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2022.

Baca Selengkapnya
Ternyata Sudah Banyak Wilayah Indonesia yang Tenggelam Permanen
Ternyata Sudah Banyak Wilayah Indonesia yang Tenggelam Permanen

Perubahan iklim juga berpengaruh terhadap ketahanan air di sebagian besar wilayah Indonesia yang diperkirakan akan mengalami penurunan tingkat curah hujan.

Baca Selengkapnya
Potret Miris Warga Trenggalek Terdampak Kemarau Panjang, Belasan Desa Krisis Air Bersih dan 32 Kali Kebakaran Hutan
Potret Miris Warga Trenggalek Terdampak Kemarau Panjang, Belasan Desa Krisis Air Bersih dan 32 Kali Kebakaran Hutan

Kemarau panjang menyebabkan warga puluhan desa di Trenggalek krisis air bersih. Tidak hanya itu, dalam hitungan bulan sudah terjadi 32 kebakaran hutan.

Baca Selengkapnya
Karhutla di Sumsel Sekarang Lebih Parah Dibanding 2019, Ini Penyebabnya
Karhutla di Sumsel Sekarang Lebih Parah Dibanding 2019, Ini Penyebabnya

Karhutla terparah terjadi di Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ogan Ilir, Musi Rawas Utara, Ogan Komering Ulu Timur, Banyuasin, dan Musi Banyuasin.

Baca Selengkapnya
Apakah Ketersediaan Air di Jakarta Cukup Penuhi Kebutuhan Warga, Simak Penjelasannya Berikut Ini
Apakah Ketersediaan Air di Jakarta Cukup Penuhi Kebutuhan Warga, Simak Penjelasannya Berikut Ini

Kebutuhan air di Jakarta mencapai sekitar 30.000 liter per detik, sedangkan jumlah debit air yang tersedia hanya berada di bawah 20.000 liter per detik.

Baca Selengkapnya
Dua Helikopter Rusak dan Sumber Air Mengering, Pemadaman Karhutla di Sumsel Terkendala
Dua Helikopter Rusak dan Sumber Air Mengering, Pemadaman Karhutla di Sumsel Terkendala

Total sudah 32.496 hektare lahan yang terbakar sepanjang Januari hingga September 2023.

Baca Selengkapnya
Sumsel Diprediksi Tanpa Hujan hingga 67 Hari, Mayoritas Daerah Rawan Karhutla
Sumsel Diprediksi Tanpa Hujan hingga 67 Hari, Mayoritas Daerah Rawan Karhutla

BMKG memprediksi wilayah Sumsel tak akan diguyur hujan hingga 67 hari yang berpotensi memicu bencana kekeringan dan karhutla.

Baca Selengkapnya
Karhutla Sumsel Meluas, Api Bermunculan di Wilayah Tiga Kabupaten
Karhutla Sumsel Meluas, Api Bermunculan di Wilayah Tiga Kabupaten

Kebakaran hutan dan lahan di Sumatera Selatan semakin meluas. Selain Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) dan Ogan Ilir, api mulai bermunculan di Banyuasin.

Baca Selengkapnya
Prihatin Pesisir Demak Banjir Rob, Gerindra Jateng Klaim akan Diperbaiki Jika Prabowo Menang
Prihatin Pesisir Demak Banjir Rob, Gerindra Jateng Klaim akan Diperbaiki Jika Prabowo Menang

Banjir rob telah berdampak pada 23 desa, 157 fasilitas umum, 6.088 hektare lahan pertanian, dan 44.884 jiwa.

Baca Selengkapnya