Politikus PPP Nilai Wajar KPK Banyak Dikritik Saol SP3 Kasus BLBI
Merdeka.com - Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PPP Arsul Sani menilai derasnya gelombang kritik yang dilayangkan sejumlah pihak, pasca surat penghentian penyidikan (SP3) terhadap surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kasus obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) adalah hal yang wajar.
Sekedar informasi kalau penerbitan SP3 membuat secara otomatis melepaskan status tersangka yang sempat disematkan kepada pemilik BDNI Sjamsul Nursalim dan istrinya, Ijtih Nursalim.
"Bagi saya, elemen masyarakat sipil mengkritisi KPK ataupun DPR itu merupakan sebuah keharusan. Malah berbahaya kalo KPK, DPR juga lembaga-lembaga penegakan hukum lainnya tidak dikritisi habis," kata Arsul ketika dihubungi merdeka.com, Minggu (4/4).
-
Apa sanksi untuk pegawai KPK yang terlibat pungli? Untuk 78 pegawai Komisi Antirasuah disanksi berat berupa pernyataan permintaan maaf secara terbuka. Lalu direkomendasikan untuk dikenakan sanksi disiplin ASN.
-
Siapa yang diperiksa oleh KPK? Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej rampung menjalani pemeriksaan penyidik KPK, Senin (4/12).
-
Siapa yang diperiksa KPK? Mantan Ketua Ferrari Owners Club Indonesia (FOCI), Hanan Supangkat akhirnya terlihat batang hidungnya ke gedung Merah Putih, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Senin (25/3) kemarin.
-
Kenapa DKPP menilai KPU melanggar kode etik? Komisioner KPU sebagaimana kami pahami saat ini ya sepertinya dikenai sanksi karena adanya dianggap melakukan kesalahan teknis bukan pelanggaran yang substansif,' ujar dia.
-
Apa yang diselidiki KPK? Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menyelidiki dugaan kasus korupsi pengadaan lahan proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS).
Namun demikian, Politikus PPP ini menyoroti terkait kritikan serta cercaan yang disematkan kepada para mantan pimpinan atau petinggi yang pernah bekerja di lembaga KPK. Dia menyayangkan sikap kritis tersebut, seharusnya bukan sekedar cercaan dan seharusnya berbeda dengan yang lainnya.
"Namun ketika yang memberikan bukan sekedar kritik tapi juga cercaan terhadap KPK adalah orang yang pernah memimpin atau bekerja di KPK. Maka saya ingin menyampaikan bahwa sikap kritis dan cercaan mereka terhadap lembaga yang pernah mereka pimpin atau bekerja harus berbeda dengan mereka yang tidak pernah ada di dalam," imbuhnya.
"Kenapa perlu berbeda? Ya karena dalam perjalanan KPK dari waktu ke waktu itu selalu ada permasalahan. Ada permasalahan umum yang dari waktu ke waktu periode kepemimpinan terus berlanjut yakni tidak tuntasnya penanganan kasus atau proses hukum dalan beberapa kasus yang menarik perhatian publik," jelasnya.
Padahal, lanjut dia, ketika masa kepemimpinan KPK sebelum diterapkan Undang-Undang No 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Walau belum ada kewenangan SP3, namun banyak juga kasus yang tak berlanjut.
"Ambil contoh kasus Century, Hambalang, RS Sumber Waras dan lain-lain itu. Jadi kalo bagi mereka yang pernah jadi pimpinan atau bekerja di sana jangan kemudian hanya menyoroti SP3 kasus SN dan ISN saja. Kemudian seolah pada masanya tidak pernah ada masalah dengan kasus lain yang meski tidak di SP3 tapi juga tidak berlanjut," pungkasnya.
Sebagaimana diketahui lontaran kritik terhadap keputusan SP3 KPK ini turut menuai kritik dari pegiat anti korupsi seperti Pukat UGM, Transparancy Internasional Indonesia (TII), ICW. Bahkan ada pula kritik yang sampaikan oleh mantan petinggi KPK, seperti Mantan Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas dan Mantan Penasihat KPK, Abdullah Hehamahua.
Terpaan Kritik SP3 KPK
Sebelumnya, Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas mengucapkan 'selamat' atas penerbitan surat penghentian penyidikan perkara (SP3) surat keterangan lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap obligor Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Menurut Busyro, revisi UU KPK bisa menghasilkan sejarah baru bagi lembaga antirasuah. Dalam revisi UU KPK, lembaga yang kini dinahkodai Komjen Pol Firli Bahuri memiliki kewenangan menerbitkan SP3 sebuah kasus demi kepastian hukum.
"Ucapan sukses besar bagi pemerintah Jokowi yang mengusulkan revisi UU KPK yang disetujui DPR juga parpol-parpol yang bersangkutan. Itu lah penerapan kewenangan menerbitkan SP3 oleh KPK wajah baru," ujar Busryo saat dikonfirmasi, Jumat (2/4).
Menurut Busyro, pelemahan KPK melalui revisi UU kini terbukti dengan lepasnya kasus megakorupsi BLBI. Apalagi, korupsi BLBI disinyalir merugikan keuangan negara Rp 4,58 triliun.
"Harus saya nyatakan dengan tegas, lugas, bahwa itu bukti nyata tumpul dan tandusnya rasa keadilan rakyat yang dirobek-robek atas nama Undang-undang KPK hasil revisi usulan presiden," kata dia.
"Bagaimana skandal mega kasus perampokan BLBI yang pelik berliku licin dan panas secara politik penuh intrik itu sudah mulai diurai oleh KPK rezim. UU KPK lama begitu diluluhlantakkan dan punah total dampak langsung dominasi oligarki politik melalui UU," dia menambahkan.
Meski demikian, dia berharap Presiden Joko Widodo bersedia mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) terkait UU KPK nomor 19 tahun 2019. Atau setidaknya Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi terkait atau judical review (JR) UU tersebut.
"Jika memang masih memerlukan kejujuran mengelola bangsa ini, kita tunggu Perppu dari istana dan juga putusan MK atas sejumlah permohonan JR pihak terhadap UU KPK hasil revisi. Di titik ini lah kita kiranya cukup melihat legitimasi politik dan moral presiden dan hakim-hakim MK," kata dia.
Senada dengan mantan penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abdullah Hehamahua. Dia menilai akar muncul SP3 ini akibat revisi undang-undang No 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua atas UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Ya, Undang-Undang No 19 Tahun 2019 itu memungkinkan untuk SP3. Sementara kalau Undang-Undang No 3 Tahun 2002 itu kan tidak membenarkan SP3," kata Abdullah ketika dihubungi merdeka.com, Minggu (4/4).
Menurutnya, seharusnya KPK tidak diberikan kewenangan untuk menerbitkan SP3. Sebab perkara korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Sehingga penanganannya butuh kehati-hatian dan waktu.
"Pengalaman, saya selama menetapkan orang sebagai tersangka di KPK itu 99 persen pasti di jatuhi hukuman pengadilan. Artinya bahwa seseorang menetapkan tersangka itu super hati-hati sehingga tidak lolos di pengadilan," jelasnya.
Diakuinya, penanganan kasus korupsi membutuhkan waktu lama. Termasuk dalam proses pembuktian. Dibutuhkan waktu hingga bertahun-tahun. Karena itu, batas waktu dua tahun sebagai syarat diperbolehlannya terbitkan SP3 dinilai tidaklah tepat.
"Pembuktian itu lebih sulit, kalau misalnya pencuri ayam bisa langsung ditangkap ada sidik jarinya, CCTV. Tapi kalau korupsi itu tidak ada itunya," terangnya.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kusnadi berada di lantai dasar ketika Hasto sedang menjalani pemeriksaan
Baca Selengkapnya" Ditambah perilaku individu pimpinan KPK, maka semakin rusaklah KPK, hancur sudah," Kata Abraham Samad
Baca SelengkapnyaBahkan keputusan Ali yang dipulangkannya ke Kejagung itu pun bukan kehendaknya.
Baca SelengkapnyaKondisi tersebut pun membuat publik tidak lagi percaya dengan kinerja KPK dalam pemberantasan korupsi.
Baca SelengkapnyaKPK buka suara usai dikritik habis-habisan oleh ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan.
Baca SelengkapnyaAboe berharap, tidak ada lagi jaksa yang bermain dan terlibat dalam kasus tindak pidana korupsi.
Baca SelengkapnyaTidak sekedar dipecat, namun Firli kini sudah menyandang status tersangka atas dugaan suap.
Baca SelengkapnyaBoyamin menegaskan kasus suap yang menyeret auditor maupun anggota BPK menunjukkan adanya integritas yang buruk.
Baca SelengkapnyaMengawati menganggap anak buahnya dalam beberapa waktu belakangan selalu menjadi target diperiksa KPK terkait dugaan kasus korupsi.
Baca SelengkapnyaReinkarnasi dinasti itu berefek langsung atau tidak langsung terhadap penegakan hukum di Indonesia.
Baca SelengkapnyaSeharusnya para pegawai KPK ini penjaga moral dan integritas antikorupsi bukan malah jadi pelaku korupsi
Baca SelengkapnyaMeski begitu, Rudianto tidak menjelaskan lebih jauh perihal perkara yang dimaksud.
Baca Selengkapnya