PPHN Masuk Amandemen UUD 1945 Dinilai Upaya MPR Mengembalikan Kekuatan Politik
Merdeka.com - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti melihat wacana Amandemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 yang bakal memasukan Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) hanyalah kemauan Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) untuk mendapatkan kewenangan lebih besar. Wacana memasukkan PPHN dalam Amandemen UUD 1945 sebelumnya di singgung Ketua MPR Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat pidato di Sidang Tahunan MPR 2021, Senin (16/8) lalu.
"Jadi saya melihatnya, ini kemauan MPR saja, untuk mengambil kembali powernya atau kekuatan politiknya yang dulu sudah dikembalikan ke rakyat pada Amandemen 1999-2002 yang sebenarnya tidak perlu juga. Karena MPR kan hanya ada kalau DPR dan DPD bersidang, bukan lembaga tersendiri seperti dulu. Jadi ini salah kaprah saja karena maunya elite politik," kata Bivitri ketika dihubungi merdeka.com, Rabu (18/8).
Terlebih, Bivitri menjabarkan jika saat ini Amandemen dengan menghidupkan kembali sistem Garis Beras Haluan Negara (GBHN) yang kini diwacanakan dalam PPHN sudah tidak relevan.
-
Apa usulan Wongsonegoro dalam sidang BPUPKI? Dalam sidang itu, Wongsonegoro memberi usulan perlunya menambah frasa ‘dan kepercayaannya itu’ pada Pasal 29 ayat 1 dan 2 Undang-Undang Dasar 1945.
-
Kapan amandemen pertama UUD 1945 terjadi? Setelah amandemen pertama pada tahun 1999, pasal 7 UUD 1945 ditambahkan dengan ketentuan bahwa presiden dan wakil presiden dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
-
Kenapa Presiden Soekarno berpidato di Kotanopan? Pasca Proklamasi Kemerdekaan, kondisi pemerintahan Indonesia masih belum stabil karena banyaknya gejolak dari dalam maupun luar negeri. Akibat gejolak itu, presiden Ir. Soekarno bersama wakilnya Mohammad Hatta serta beberapa tokoh nasionalis lainnya sempat diasingkan ke Pulau Sumatra.
-
Kenapa Puan Maharani ingatkan pidato Bung Karno? Puan kemudian mengingatkan apa yang disampaikan Presiden Sukarno dalam pidatonya di KAA dengan judul 'Unity in Diversity Asia-Africa'. Menurutnya, hal yang disampaikan Bung Karno disebut masih relevan saat ini.
-
Kenapa UMP 2025 dibahas? 'Kami memahami bahwa ada regulasi dan PP yang berlaku, tetapi kami juga menyadari kebutuhan para pekerja, sehingga kami akan mencari solusi agar regulasi dan pengelolaan dapat tetap dipatuhi, sekaligus memenuhi kebutuhan riil yang diperlukan,' ungkap Susi di Kemenko Perekonomian pada Kamis (3/10/2024).
-
Apa tujuan pidato Presiden Soekarno di Kotanopan? Presiden Soekarno kala itu sempat melakukan pidato singkat untuk mempersatukan masyarakat Sumatra yang ingin merdeka.
Lantaran, dalam Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) yang jadi dasar Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) sudahlah bagus dari aspek perumusan maupun kontrol.
"Jikalau masih ada yang tidak selaras, kesalahan bukan pada dokumen, harus berbentuk RPJM atau PPHN. Tetapi ada dalam pelaksanaannya," terangnya.
Selain kesalahan pada pelaksanaannya, Bivitri juga menyoroti jika konsep PPHN sudahlah ketinggalan zaman dalam penyelenggaraan negara modern yang mendukung inovasi dan juga adaptif. Alhasil, haluan negara sudah tidak perlu ditentukan secara ketat.
"Model RPJM yang sekarang sudah bagus, apalagi levelnya kebijakan di tingkat UU, sedangkan PPHN yang diinginkan MPR kan levelnya 'ketinggian' di atas UU, sehingga tidak felksibel dan akan banyak implikasi negatif untuk kebijakan teknis. Padahal namanya penyelenggaraan negara cukup teknis. Kalau mau yang tidak teknis, sudah ada juga, yaitu UUD 1945 sendiri dan Pancasila," kata dia.
Adapun kalau MPR tetap memaksakan memasukan PPHN dalam Amandemen UUD 1945, Bivitri menyakini hal tersebut tidak akan membawa manfaat karena sudah tidak sesuai dengan sistem ketatanegaraan saat ini.
"Sehingga adanya PPHN nanti tidak akan ada manfaatnya, karena tidak ada implikasi hukum tata negara apabila tidak diikuti. Karena Presiden tidak bisa lagi dijatuhkan dengan alasan politik pelanggaran PPHN seperti halnya dulu Soekarno dianggap melanggar haluan negara," ujar dia.
Sarat Kepentingan Politik
Lebih lanjut Bivitri menyebut jika kemungkinan besar pembahasan PPHN dalam Amandemen UUD 1945, akan melebar dan sarat akan kepentingan. Karena tidak ada aturan yang mewajibkan pembahasan sesuai agenda secara pasti.
Walaupun dalam Pasal 37 UUD 1945 telah diatur tata aturan pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR, pengubahan harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota, dan keputusan harus 50% +1. Akan tetapi hal tersebut hanyalah mengatur soal kuorum dan bisa berubah dengan mudah sesuai persetujuan anggota.
"Jika ini jadi dibahas, maka kemungkinan pembahasan melebar tetap ada. Bila kita lihat Pasal 37, itu hanya berbicara kuorum. Tidak berbicara soal agenda. jadi bisa saja ada agenda tambahan di tengah dan bisa disetujui sepanjang disetujui sesuai kuorum," ujar dia.
"Dan jangan lupa dalam politik tawar -menawar itu sering terjadi, sangat terbuka peluang, agar PPHN masuk, ada yang harus disetujui. Bahkan kalau dilihat sekarang saja, DPD setuju karena mereka juga punya agenda sendiri, yaitu penguatan DPD," tambahnya.
Terkait dugaan sarat kepentingan, Bivitri menyakini apibila MPR masih ngotot melakukan Amandemen, hak ini akan menyorot perhatian publik secara luas yang seyogyanya tidak layak dibahas ketika pandemi.
"Jadi memang sekarang saja sudah menjadi bola liar. Apalagi nanti kalau sudah jadi agenda, akan terlalu menyedot energi bangsa ini, tidak layal dibahas sekarang.
"Biasanya, dalam sejarah, negara, amandemen terjadi bila ada peristiwa politik luar biasa, seperti reformasi dulu. Kalau amandemennya dengan cara seperti ini (top down), bisa dipastikan memang ada kepenting elite politik untuk kepentingan kekuasaan," tambahnya.
MPR Ngotot Amandemen UUD
Sebelumnya, wacana soal amandemen UUD1945 telah disinggung Bamsoet saat pidato di Sidang Tahunan MPR 2021, Senin (16/8) lalu. Dia menyebut amandemen konstitusi hanya akan terbatas dan hanya fokus pada pokok-pokok haluan negara (PPHN), tidak akan melebar pada perubahan pasal lain.
"Perubahan terbatas tidak memungkinkan untuk membuka kotak Pandora, eksesif terhadap perubahan pasal-pasal lainnya," kata Bamsoet di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (16/8).
Pasalnya, Bamsoet menyebut, PPHN diperlukan untuk memastikan potret wajah Indonesia 50-100 tahun mendatang.
“50-100 tahun yang akan datang, yang penuh dengan dinamika perkembangan nasional, regional dan global sebagai akibat revolusi industri, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi,” ungkapnya..
Keberadaan PPHN, lanjutnya, tidak akan mengurangi kewenangan pemerintah untuk menyusun cetak biru pembangunan nasional baik dalam bentuk Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM).
"PPHN akan menjadi payung ideologi dan konstitusional dalam penyusunan SPPN, RPJP, dan RPJM yang lebih bersifat teknokratis. Dengan PPHN, maka rencana strategis pemerintah yang bersifat visioner akan dijamin pelaksanaannya secara berkelanjutan tidak terbatas oleh periodisasi pemerintahan yang bersifat electoral,” tandasnya.
MPR Sudah Punya Susunan Rencana Soal Waktu Amandemen UUD
Bamsoet menyampaikan jika MPR telah memiliki susunan rencana atau time table terkait waktu kapan amandemen terbatas Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 akan mulai dilakukan.
"Ada, berdasarkan rapat kami dengan badan pengkajian dan pimpinan ada time table nya," kata Bamsoet kepada wartawan, Rabu (18/8).
Walau tidak dijelaskan secara rinci kapan waktu dimulainya, Bamsoet mengklaim jika proses mekanismenya akan dijalankan sesuai pasal 37 UUD 1945. Sebagaimana pengajuan perubahan pasal-pasal baru dapat diagendakan apabila diajukan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR.
Sedangkan untuk mengubah pasal-pasal sidang harus dihadiri 2/3 dari jumlah anggota MPR, dan putusan untuk mengubah pasal-pasal hanya dapat dilakukan dengan persetujuan sekurang-kurangnya 50% +1 dari seluruh anggota MPR.
"Dan itu dokumen harus jelas alasannya, pasal ayat mana yg mau dikurangi atau ditambah. dengan argumentasi yang kuat. jadi harus awalnya didukung oleh sepertiga. Itu (tahapannya) belum kelar," lanjutnya," terangnya.
"Pengambilan keputusannya melalui suatu forum sidang paripurna yang harus dihadiri sekurang-kurangnya dua pertiga. Jadi kalau ada satu partai saja yang tidak hadir, boikot misalnya, tidak setuju, itu dihitung nanti. kurang satu aja tidak bisa dilanjutkan," lanjutnya.
Sehingga persyaratan tersebut sangat penting dipenuhi, karena jika tidak pembahasan Amandemen Terbatas UUD 1945 tidak bisa dilangsungkan. "Jadi kehadiran fisik dalam pengambilan keputusan untuk memenuhi kuorum dua pertiga," jelasnya.
Lebih lanjut ketika sempat disinggung soal kemungkinan adanya wacana pembahasan tiga periode jabatan presiden dalam amandemen kali ini, Bamsoet mengatakan jika MPR tidak pernah membahas hal tersebut.
"Kami tidak pernah bicara mengenai 3 periode (jabatan presiden) di MPR ini," katanya.
(mdk/gil)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dalam momen tersebut, Ketua MPR Bambang Soesatyo menegaskan jika pimpinan MPR tidak mengucapkan kata untuk memutuskan amandemen UUD 1945.
Baca Selengkapnya"menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah Pemilu," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaBamsoet juga sempat menyampaikan berbagai aspirasi yang kini bekembang di masyarakat.
Baca SelengkapnyaPDIP tak masalah amandemen UUD 1945, akan tetapi tidak mengubah sistem Pilpres
Baca SelengkapnyaSebelumnya, Bamsoet mengklaim semua partai politik telah sepakat untuk melakukan amandemen UUD 1945.
Baca SelengkapnyaLaporan tersebut, terkait pernyataan Bamsoet bahwa semua partai politik setuju untuk melakukan amandemen penyempurnaan daripada UUD 1945 yang telah ada.
Baca SelengkapnyaBamsoet membantah pihaknya telah memutuskan bahwa pemilihan presiden akan dilakukan oleh MPR
Baca SelengkapnyaDewan Pertimbangan Presiden menjadi salah satu yang ikut dikaji.
Baca SelengkapnyaPelantikan untuk presiden dan wakil selanjutnya juga akan menggunakan ketetapan MPR.
Baca SelengkapnyaMenurut Mahfud, amandemen UUD sudah pernah dilakukan.
Baca SelengkapnyaWacana amandemen UUD 1945 dihembuskan Ketua MPR Bambang Soesatyo dan Ketua DPD La Nyalla
Baca SelengkapnyaMekanisme pemilihan langsung presiden oleh rakyat dinilai masih lebih baik
Baca Selengkapnya