PSI Wacanakan Memikir Ulang Sistem Presidensial jadi Parlementer
Merdeka.com - Plt Sekjen DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Dea Tunggaesti melempar wacana sistem parlementer untuk memperkuat demokrasi di Indonesia.
"Inilah saat paling tepat memulai percakapan mengenai kehidupan bernegara kita ke depan, melampaui perdebatan mengenai masa jabatan presiden apakah dua atau tiga periode. Ini saatnya memikirkan ulang sistem presidensial yang kita terapkan sambil mencoba mempelajari kembali sistem parlementer," kata Plt Sekjen DPP PSI, Dea Tunggaesti, dalam video yang diunggah di akun media sosial PSI, Minggu 18 April 2021.
Ada sejumlah alasan sistem parlementer patut dipelajari kembali. Pertama, menurut Dea, sistem ini relatif bisa melawan ancaman gelombang populisme politik. Sistem presidensial membuka peluang terpilihnya kandidat dengan ideologi ekstrem ke puncak kekuasaan.
-
Siapa yang berperan penting dalam demokrasi Indonesia? Dalam sistem demokrasi parlementer, partai politik berperan penting. Partai politik merupakan wadah bagi rakyat untuk mengungkapkan aspirasi dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.
-
Siapa yang diusulkan ke PDI Perjuangan untuk calon gubernur di Jakarta? 'Nama-nama akan tersaring sesuai dengan usulan dari daerah-daerah. Mohon maaf, belum bisa kami sebut karena masih melakukan proses pencermatan,' kata Hasto di Posko Pemenangan, Jakarta, Senin (6/5) malam.Ia pun tak memungkiri Ahok dan Anies adalah tokoh yang diusulkan kepada PDI Perjuangan untuk diusung sebagai kepala daerah di Jakarta.
-
Bagaimana cara demokrasi dijalankan di Indonesia? Dalam setiap pemilu, rakyat Indonesia memiliki hak untuk memilih pemimpin mereka secara bebas dan adil. Pemilihan umum yang bebas dan adil ini telah membantu memastikan pergantian kekuasaan yang damai antara pemerintahan yang satu dengan yang lainnya.
-
Siapa yang mengungkapkan kekhawatiran soal demokrasi di Indonesia? Sama halnya dengan Omi, Koordinator Pertemuan Alif Iman Nurlambang mengaku dengan situasi terkini yang menyebut demokrasi Indonesia sedang diontang-anting. Ia mengatakan bahwa sesuai temuan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) diduga ada intervensi dari lembaga eksekutif ke lembaga yudikatif.
-
Sistem demokrasi apa yang diterapkan di Indonesia sekarang? Demokrasi pada masa reformasi di Indonesia menunjukkan beberapa karakteristik yang penting. Salah satunya adalah kebebasan pers yang semakin berkembang seiring dengan reformasi politik yang terjadi.
-
Siapa anggota DPRD Jawa Tengah? Wafa dipastikan menjadi anggota DPRD Jawa Tengah, sedangkan Luthfi dipastikan terpilih menjadi anggota DPRD Rembang.
"Sistem parlementer relatif mampu menjaga politik di arus mainstream karena elemen-elemen ekstrem akan difilter ulang dalam proses rekrutmen internal partai maupun melalui proses politik parlemen," lanjut Dea.
Alasan kedua, sistem presidensial lebih rentan konflik. Pengalaman dunia memperlihatkan, pemilihan dua kandidat presiden yang berlangsung sengit melahirkan masyarakat yang terbelah, menciptakan ketegangan terus-menerus dan berpotensi menciptakan konflik terbuka.
"Alasan ketiga adalah mengupayakan agar politik tidak terlalu banyak menyebabkan guncangan ekonomi karena kebijakan yang berganti-ganti setiap lima tahun. Beberapa penelitian memperlihatkan, sistem parlementer -dibanding presidensial- lebih mampu menciptakan stabilitas kebijakan jangka panjang," kata doktor Ilmu Hukum dari Unpad ini.
Dea menambahkan, studi memperlihatkan sistem presidensial memiliki sejumlah masalah. Pertama soal adanya persaingan legitimasi antara presiden dengan parlemen, karena keduanya merasa dipilih secara langsung oleh rakyat. Jika terjadi perbedaan pendapat atau konflik tajam di antara keduanya, pemerintahan terancam mengalami kebuntuan.
"Kelemahan lain, jika presiden terpilih mempunyai kecenderungan otoriter, ia akan terus-menerus mencari cara memperluas kekuasan dan menjadikan dirinya diktator. Sistem presidensial juga tidak menyediakan fleksibilitas karena presiden terpilih tidak bisa diganti di tengah jalan meski kinerjanya buruk, kecuali melanggar konstitusi hingga masa jabatannya berakhir," ujar Dea.
Kawin Paksa Antar-Partai
Dalam konteks Indonesia, lanjut Dea, situasi menjadi semakin rumit karena Indonesia menerapkan presidensialisme dengan multipartai. Akibatnya sulit menciptakan kemiripan mayoritas, karena presiden terpilih bisa berasal dari partai yang tidak memenangkan pemilu atau tidak memiliki kursi mayoritas di parlemen.
Menurut Dea, skenario politik yang biasanya terjadi adalah kawin paksa antar partai yang berseberangan, baik secara ideologi atau kebijakan, demi melahirkan koalisi mayoritas di parlemen. Semakin besar koalisi semakin butuh biaya politik besar karena semakin banyak hal dikompromikan, dan pada gilirannya menciptakan situasi rentan korupsi.
Dea menyatakan, "Setelah terpilih, sepanjang masa jabatannya, presiden harus terus-menerus bernegosiasi dengan berbagai kekuatan di parlemen, agar kebijakannya mendapat persetujuan. Akibatnya pemerintahan terancam tidak bisa berjalan efektif."
Menurutnya, sistem parlementer akan memaksa partai politik untuk melakukan demokratisasi internal dan mencari calon anggota parlemen terbaik agar bisa mengalahkan calon partai lain. Hubungan antara pemilih dengan anggota parlemen terpilih juga akan semakin dekat, yang ujungnya memaksa anggota parlemen selalu mendengar suara konstituen jika ingin kembali terpilih.
Menurutnya, Indonesia memang pernah gagal ketika melaksanakan sistem demokrasi parlementer pada era 1950-an. Tapi masalah terbesar, kata Dea adalah Indonesia melaksanakan sebuah sistem pada saat berbagai syarat dasar bagi terlaksananya sebuah demokrasi belum tersedia.
"Pada masa awal pembentukan republik, partai politik dengan beragam warna ideologi yang saling antagonistis bersaing ketat. Situasi ini menyebabkan pertentangan tajam di antara partai politik di parlemen. Pada sisi lain, presiden Soekarno sendiri memiliki konsepsi berbeda tentang kepresidenan dengan idenya mengenai Demokrasi Terpimpin," kata Dea.
Reporter: Luqman Rimadi
Sumber: Liputan6.com
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Apabila nantinya PSI akan ditawari untuk mengisi salah satu kursi menteri, Kaesang mengaku akan ikut keputusan.
Baca SelengkapnyaKaesang mengingatkan kader PSI untuk mempraktikkan politik yang santun.
Baca SelengkapnyaJokowi buka suara soal mengenai perubahan Undang-Undang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres).
Baca SelengkapnyaDalam politik, pilihan calon presiden hanya individu itu dan tuhannya yang tahu. Sementara secara kelembagaan punya mekanisme sendiri.
Baca SelengkapnyaSecara keseluruhan, ada 84 dapil yang tersebar di 38 provinsi di Indonesia dengan jumlah kursi DPR RI sebanyak 580 kursi.
Baca SelengkapnyaKaesang akan mengembangkan PSI dengan cara-cara baru yang dengan mengikuti perkembangan teknologi digital yang ada.
Baca SelengkapnyaBaleg DPR RI setuju RUU Wantimpres menjadi usulan inisiatif DPR.
Baca SelengkapnyaDewan Pertimbangan Presiden menjadi salah satu yang ikut dikaji.
Baca SelengkapnyaPSI belum menentukan arah dukungan kepada siapa akan diberikan pada Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaPSI amat bergantung dengan keputusan kolektif dari parpol yang ada di Koalisi Indonesia Maju.
Baca SelengkapnyaMegawati melihat arah bangsa saat ini sudah tidak jelas.
Baca SelengkapnyaPSI Mesra dengan Prabowo, Senior PDIP Dengar Ada Perpecahan Internal
Baca Selengkapnya