Rapat dengan Komisi II DPR, HTI, FPI, dan Alumni 212 tolak Perppu Ormas
Merdeka.com - Rapat Komisi II membahas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan diwarnai penolakan dan catatan kritis dari sejumlah ormas. Ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI) hingga Presidium Alumni 212 menyatakan penolakan terhadap Perppu Ormas.
Jubir FPI Munarman mengatakan, Perppu Ormas tidak layak untuk diterima. Hal ini karena bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis dan berkeadilan.
Penerbitan Perppu Ormas, kata Munarman, tidak memenuhi unsur kegentingan memaksa. Pemerintah bisa mengeluarkan Perppu berdasarkan 3 kondisi, pertama adanya darurat sipil atau kerusuhan sosial, bencana alam dan perang.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa yang dibahas Koalisi Perubahan dalam pertemuannya? Pertemuan tersebut diadakan untuk membahas usulan hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
-
Siapa yang hadir di rapat pembahasan revisi UU Kementerian Negara? Badan Legislasi DPR bersama Menpan RB Abdullah Azwar Anas, Menkum HAM Supratman Andi Agtas melakukan rapat pembahasan terkait revisi UU Kementerian Negara.
-
Siapa yang menjadi oposisi? Oposisi sendiri adalah lawan kata dari koalisi dalam politik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah oposisi merupakan partai penentang di dewan perwakilan dan sebagainya yang menentang dan mengkritik pendapat atau kebijaksanaan politik golongan yang berkuasa.
-
Apa yang DPR ingatkan OJK? 'Menurut kami, rencana pencabutan moratorium ini harus dilakukan secara hati-hati dengan berbagai pertimbangan yang komprehensif.
-
Siapa yang memprotes kejadian tersebut? Diketahui, terekam video yang beredar di media sosial salah satu pendukung mengacungkan tiga jari saat debat capres berlangsung. Hal tersebut pun menuai protes dari pihak 02 yakni Grace Natalie.
"Kalau ada Perppu keluar tanpa keadaan perang dan kerusuhan sosial itu maka tidak memungkinkan untuk dikeluarkannya Perppu. Di penjelasan Perppu harus ada keadaan kenapa harus ada Perppu," kata Munarman di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/10).
Dikonfirmasi lagi setelah rapat, Munarman menjelaskan Perppu Ormas secara substansi bertentangan dengan prinsip negara hukum demokratis lantaran menghilangkan peran pengadilan dalam membubarkan ormas.
"Perppu ini bertentangan dengan prinsip negara hukum yang demokratis secara substansial bahwa Perppu ini menghilangkan peran yudikatif sebagai bagian dari kekuasaan resmi di negara ini untuk menilai," terangnya.
Sebab, menurutnya, prinsip hukum menyebut pihak yang menuduh pihak lain maka harus membuktikan yang tertuduh berbuat kesalahan. Akan tetapi, Perppu itu malah mengatur sebaliknya.
Jika pemerintah yang menuduh suatu ormas bertentangan dengan Pancasila, maka ormas itu yang harus membuktikan mereka tidak bersalah.
"Tapi di Perppu ini terbalik, Pemerintah secara subjektif itu bisa menuduh salah satu ormas untuk dibubarkan karena melanggar UU. Tapi kemudian ormasnya diminta membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah," tegas dia.
Di lokasi sama, Ketua Presidium Alumni 212 Slamet Ma'arif menyebut dalam konteks Perppu Ormas, Presiden Joko Widodo sama sekali belum menjelaskan soal kondisi kegentingan memaksa.
Slamet menegaskan, pihaknya akan menyampaikan kepada masyarakat Indonesia agar tidak memilih partai-partai yang mendukung Perppu Ormas di Pemilu 2019 mendatang.
"Dalam kontek Perppu tentang organisasi kensyarakatan Presiden Jokowi tidak pernah sekalipun mengeluarkan statement of emergency yang menjadi landasan," tambahnya.
Sejalan dengan FPI dan Presidium 212, Juru Bicara HTI Ismail Yusanto menambahkan, secara materiil Perppu Ormas mengandung banyak persoalan. Perppu Ormas disebut melahirkan ketidakpastian hukum terutama pengertian paham yang bertentangan dengan Pancasila.
Selain itu, substansi Perppu yang krusial adalah hilangnya kekuasaan kehakiman. Hilangnya kuasa kehakiman ini bertentangan dengan prinsip keadilan hukum seperti yang diatur dalam peraturan perundangan.
"Penjelasan mengenai paham yang bertentangan dengan Pancasila dari pasal 59 ayat 4 huruf c mengenai larangan ormas menganut, mengembangkan dan mengajarkan paham yang bertentangan dengan Pancasila, justru menimbulkan multitafsir," ucapnya. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ada tiga poin tuntutan organisasi pers pada aksi unjuk rasa ini.
Baca SelengkapnyaSeharusnya, rapat tersebut dilakukan hari ini, Kamis (22/8) pukul 9.30 wib
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP Arteria Dahlan dan Masinton Pasaribu keluar Gedung DPR untuk menemui demonstran.
Baca SelengkapnyaDalam demo kemarin, sejumlah anggota DPR menemui massa yang menolak RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaPKS menyebut keputusan DPR membatalkan revisi UU Pilkada sesuai dengan suara dan tuntutan rakyat.
Baca SelengkapnyaRapat Paripurna DPR untuk mengesahkan RUU Pilkada sedianya digelar pada pukul 09.00 WIB.
Baca SelengkapnyaMahasiswa Universitas Trisakti bersama-sama menarik tali yang sudah diikatkan pada gerbang besi tersebut.
Baca SelengkapnyaFraksi PKS menjadi satu-satunya partainya yang menolak revisi UU IKN.
Baca SelengkapnyaAksi yang digelar ini sehari setelah Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, menggelar rapat panitia kerja terkait Revisi UU Pilkada, pada Rabu (21/8).
Baca SelengkapnyaMahfud menilai adanya riak-riak setelah pengesahaan RUU menjadi UU merupakan hal yang lumrah. Dia menyebut akan ada pihak yang setuju dan tidak.
Baca SelengkapnyaDemo ini menuntut DPR agar tidak mengesahkan RUU Pilkada.
Baca SelengkapnyaPolemik RUU Penyiaran terus bergulir, ragam penolakan masih terus berdatangan
Baca Selengkapnya