Rapat Komisi VIII DPR: BNPB Tidak Layak Tangani Covid-19
Merdeka.com - Kinerja gugus tugas penanganan Covid-19 menjadi sorotan dalam rapat Komisi VIII DPR bersama pejabat BNPB. BNPB dinilai tak layak dalam bekerja menanggulangi pandemi Corona di Indonesia.
Anggota Komisi VIII asal fraksi PKS Iskan Qolba Lubis misalnya. Dia menyoroti manajemen yang dilakukan gugus tugas dalam hal ini BNPB pimpinan Doni Monardo.
“Sesudah mendengar bapak Sestama tadi ada beberapa kesimpulan yang saya dapatkan pertama gugus tugas ini mengelola problem ini manajemennya kalau saya nilai tidak lulus,” ujar Iskan dalam rapat bersama Sestama dan Pejabat Eselon I BNPB, Selasa (12/5).
-
Kapan DPR mendukung kinerja BNPT? Malah BNPT di tahun 2023 berhasil membuat status 'zero terrorist atack'. Ini hebat sekali,' demikian Sahroni.
-
Bagaimana DPR menilai kinerja Kejagung dalam kasus Tol MBZ? 'Apresiasi kinerja hebat Kejagung yang kembali membongkar kasus 'kakap' di sektor pembangunan ini. Saya kira, peran Kejagung memang sangat sentral dalam mengawal dan memastikan bahwa, setiap proyek-proyek strategis nasional terlaksana melalui proses yang bersih dan bebas korupsi.
-
Apa yang DPR sesalkan? 'Yang saya sesalkan juga soal minimnya pengawasan orang tua.'
-
Apa yang dikritik Komisi XI terkait anggaran BPS? 'Pada dasarnya, kami memahami betul usulan tambahan pagu BPS, khususnya untuk perbaikan gedung kantor yang tidak layak.''Karena hal ini merupakan kebutuhan yang mendukung kinerja BPS untuk menjalankan tugas dalam menyediakan basis data kependudukan, hingga menjalankan program-program strategis, seperti Registrasi Sosial Ekonomi, hingga Sensus pertanian,' urai Puteri dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi XI bersama BPS pada Selasa (5/9).
-
Kenapa DPR nilai efek jera belum optimal? 'Saya rasa masih ada yang kurang optimal di pencegahan dan juga penindakan. Maka saya minta pada pihak-pihak yang berwenang, tolong kasus seperti ini diberi hukuman yang berat, biar jera semuanya. Jangan sampai karena masih remaja atau di bawah umur, perlakuannya jadi lembek. Kalau begitu terus, akan sulit kita putus mata rantai budaya tawuran ini,' jelasnya.
-
Bagaimana DPR menilai proses hukum Kejagung? Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa.
BNPB harusnya memiliki data yang terperinci misalnya terkait kebutuhan dan keterpenuhan APD dari pusat hingga daerah. Juga harus memiliki mekanisme pengadaan APD begitu dibutuhkan rumah sakit (RS).
“Harus kuat data. berapa rumah sakit, berapa dokternya, berapa tren tiap hari yang masuk berapa yang ada di situ APD berapa yang dibutuhkan, berapa kurangnya. Kita dapat dimana, mau beli dimana. Begitu dong gugus tugas,” ujarnya.
“Ini semua semua belanja tapi tidak jelas kurangnya dimana, nggak ada sama sekali. Kalau saya tanya Sestama apa yang dibutuhkan Sekarang oleh RS Adam Malik Medan, bisa jawab nggak,” lanjut Iksan.
Menurut dia, data yang dimiliki BNPB tidak perlu harus dalam tampilan yang terlalu rumit. Intinya datanya jelas dan terperinci. Dia kesal, data yang disajikan BNPB dalam rapat untuk melaporkan kinerja ke DPR amburadul.
“Pertama dari segi manajemen ini sudah parah. Itu minimal buat di Excel selesai itu. Harus ada dong. Saya minta harus serius ini. Saya minta ini disetop dulu (RDP) ini diubah dulu manajemennya,” ungkapnya.
Dia berharap ke depan, Pemerintah, khususnya gugus tugas harus dapat menampilkan data yang lebih terperinci soal penanganan Covid-19. Mengingat pemerintah memiliki semua sarana dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menghasilkan data yang berkualitas.
“Pertemuan berikutnya data itu harus ada, berapa yang sudah beli, siapa yang membelikan, bikin Excel aja. kalau nggak perlu BNPB saya kasih staf saya untuk kesitu. Ini parah sekali ini. Nyawa manusia ini. Tolong beritahu ke Pak Jokowi. Manajemennya parah,” imbuhnya.
“Saya ingin tahu ke depan ada data. Kalau saya tanya RS Padang Sidempuan berapa APD-nya berapa yang ada, harus ada datanya. Negara itu punya segalanya. Punya uang punya staf, punya Menteri. Cuma satu Yang tidak punya, manajemen berantakan,” tandasnya.
Kritik juga dilontarkan oleh Anggota Komisi VIII asal fraksi PKS Bukhori Yusuf. Dia menyoroti tingkat kematian di Indonesia yang lebih tinggi ketimbang negara lain.
"Jadi kita lihat data sampai tanggal 7 kemarin. Total kasus di Amerika itu sekitar 1.270.763. Di Singapura 20.000 di Indonesia. 12.000. Poin saya, tingkat kesembuhan kita dibandingkan kematiannya masih sangat tinggi. Indonesia ini tingkat kematian terhadap kasus ini masih 7,27 persen. Jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Amerika jauh lebih tinggi dari rata-rata dunia," kata Bukhori dalam rapat tersebut.
Masih tingginya angka kematian tersebut,, tegas dia, menunjukkan buruknya pelayanan yang diberikan BNPB dalam penanganan Covid-19. Dia juga menyoroti kepedulian BNPB terhadap nyawa masyarakat.
"Ini maknanya pelayanan sangat buruk. Bahwa kita memang tidak begitu care dengan nyawa manusia," tegas dia.
Data BNPB terkait penanganan Covid-19 juga menjadi sorotan Bukhori. Sebab, dia menilai, data yang dimiliki BNPB tidak lengkap dan terperinci.
Menurut dia, BNPB seharusnya betul-betul memainkan perannya sebagai Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Hal itu sepadan dengan anggaran BNPB yang cukup besar.
"Ini artinya strategi BNPB yang kemudian jadi pertanyaan besar untuk saya. Anggaran yang besar ini dipakai untuk apa? Kalau kemudian kita kembali ke kebijakan besar yang dilakukan BNPB," terang dia.
"Di dapil saya di kota Semarang saja ada IDI Jawa Tengah hanya untuk meminta APD untuk 4 kota/kabupaten itu tidak ada sama sekali tidak direspon. Kami mencari sendiri pak," tandasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi VIII DPR, Laksdya TNI (Purn) Moekhlas Sidik menilai, Presiden Joko Widodo (Jokowi) keliru menunjuk BNPB untuk menangani Coivd-19. Sebab BNPB tidak memiliki kemampuan untuk melakukan penetrasi hingga ke daerah.
"Kekeliruannya pemerintah menunjuk gugus tugas Covid-19 kepada BNPB. Kenapa yang pertama kemampuan komando dan pengendalian tidak punya sampai daerah-daerah. Sifatnya hanya koordinasi. Bukan komando pengendalian," kata Moekhlas.
Karena hubungan yang dibangun cuma sebatas koordinasi, lanjut dia, BNPB tidak memiliki kekuatan untuk berbuat banyak dalam penanganan Covid-19 hingga ke daerah. Hal itu menjadi alasan BNPB berkinerja buruk.
"Akibatnya data yang bapak paparkan tadi hanya hasil koordinasi. Oh kamu kumpulkan data. Ini lah data. Cuma itu Pak. Karena tidak punya power untuk ‘Eh kami salah’, ‘kamu tidak boleh’, 'kamu jungkir ke sana'. Tidak punya bapak. Itu menjadi sebab kinerja bapak seperti ini," tegasnya.
Selain itu, BNPB dia nilai tidak dapat mengatur Kementerian-Kementerian yang terlibat dalam penanganan Covid-19. Dengan demikian, terjadi tumpang tindih kebijakan di pihak pemerintah.
Kedua, lanjut Ketua Harian Gerindra itu, dengan pengendalian yang lemah hanya koordinasi, maka kinerja kementerian yang lain yang harusnya bisa dipimpin berjalan tidak semestinya.
"Sekarepnya dewe, semaunya. Tumpang tindih temuan di daerah tidak sama satu dengan yang lain," ungkap Moekhlas.
"Akibatnya inilah yang dirasakan masyarakat sehingga sampai sekarang Covid-19 bukan turun, tapi justru naik. Itu saja, sampaikan kepada Komandan Bapak. Pada Pak Doni. Perlu komando pengendalian yang kuat. Kita tentara, modal untuk bisa menghasilkan output kinerja yang maksimal," tandasnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Komisi III DPR menggelar rapat kerja dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR menggelar rapat kerja dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin, 1 Juli 2024.
Baca SelengkapnyaMenteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono melakukan rapat kerja dengan Komisi V DPR, hari ini.
Baca SelengkapnyaMenteri Basuki turut dicecar soal perkembangan pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN).
Baca SelengkapnyaDPR menyoroti pemecatan 249 nakes Non-ASN di Manggarai dan gagalnya 500-an bidan pendidik gagal jadi P3K
Baca SelengkapnyaKomisi II DPR RI melakukan kunjungan kerja spesifik ke Kantor Gubernur Banten di Kota Serang, Rabu (13/11).
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi III dari Demokrat Benny K. Harman mempertanyakan kepemimpinan para pemimpin KPK.
Baca SelengkapnyaAnggota DPR dari fraksi Demokrat, Anita Jacoba meradang saat dihadapkan dengan pejabat Kemendikbudristek.
Baca SelengkapnyaJohan Budi meminta agar permasalahan itu disampaikan kepada Komisi III DPR RI sebagai mitra KPK.
Baca SelengkapnyaKomisi III DPR RI menggelar rapat kerja dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta pada Selasa, 3 September 2024.
Baca SelengkapnyaAnggota Komisi II DPR Fraksi Partai Demokrat Ongku P. Hasibuan menegur kinerja Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) selama Pemilu.
Baca SelengkapnyaAndre menekankan apabila BPKN tidak mampu menyelesaikan masalah, segera melapor ke Komisi VI agar dibantu
Baca Selengkapnya