Saiful Mujani: GBHN dan Pemilihan Presiden oleh MPR Mengubur Demokrasi
Merdeka.com - Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) berencana melakukan amandemen UUD 1945. Tujuannya, untuk menyusun Pokok-Pokok Haluan Negara (PPHN) sebagai dasar pembangunan nasional jangka panjang.
Namun, rencana amandemen UUD ’45 ini menuai kontroversi. Terlebih, dilakukan di saat pandemi Covid-19 serta munculnya isu penambahan periode jabatan presiden dan wakil presiden.
Pendiri Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saiful Mujani mengatakan, amandemen adalah langkah konstitusional. Tapi dia mempertanyakan tujuan dasar amandemen tersebut.
-
Siapa ketua DPR? Anggota Komisi XI DPR RI Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin sampaikan apresiasi.
-
Mengapa DPR RI mengajak komitmen bersama? Anggota Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Fraksi Partai Golkar Puteri Komarudin tekankan pentingnya komitmen bersama untuk menjaga perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Asia Tenggara.
-
Siapa yang menjadi Ketua DPR RI? Bahkan, lanjut dia, sudah diputuskan dan menjadi sebuah resolusi untuk mengapresiasi Ketua DPR RI Puan Maharani atas kepemimpinannya sebagai Chair dan Presiden AIPA 44th.
-
Siapa Ajudan Presiden Jokowi? Kapten Infanteri Mat Sony Misturi saat ini tengah menjabat sebagai ajudan Presiden Joko Widodo.
-
Bagaimana efek persatuan Jokowi dan Prabowo? “Efek persatuan mereka itu luar biasa, telah melahirkan kebijakan-kebijakan yang akan menjadi game changer, perubahan yang punya efek dahsyat pada perekonomian dan masyarakat secara umum,“ sambungnya.
-
Kenapa DPR apresiasi Jaksa Agung? Komisi III mengapresiasi sikap tegas Jaksa Agung dalam menghadapi oknum Kajari yang ditangkap oleh KPK. Semuanya berlangsung cepat, transparan, tidak gaduh, dan tidak ada upaya beking-membeking sama sekali, luar biasa. Memang harus seperti ini untuk jaga marwah institusi dan kepercayaan masyarakat. Kejagung harus selalu zero tolerance terhadap oknum!
"Ukurannya adalah apakah amandemen yang dilakukan akan memperkuat sistem politik kita atau tidak? Memperkuat demokrasi atau tidak. Apakah amandemen yang dilakukan akan memperkuat demokrasi presidensial kita atau tidak?" kata Saiful saat dihubungi, Kamis (19/8).
Saiful menekankan, amandemen harus dilakukan dengan tujuan dan maksud yang jelas. Khususnya, memperkuat demokrasi presidensial.
"Kenapa demokrasi presidensial? Karena demokrasi parlementer sudah gagal. Demokrasi MPR-isme juga gagal dalam menciptakan stabilitas politik dan kemudian gagal dalam pembangunan," kata dia.
Saiful pun membeberkan, pengalaman gagal demokrasi parlementer 1945-1959. Pengalaman gagal MPR-isme 1959-1966. Pengalaman MPRS-isme otoritarian Orde Baru. Pengalaman MPRS-isme demokratis 2001, Gus Dur jatuh.
"Dengan segala plus minusnya, demokrasi presidensial 2004 - sekarang membuat politik cukup stabil, pembangunan lumayan berjalan," ujar dia.
Saiful pun menolak keras rencana amandemen UUD 1945 dengan tujuan mengubah sistem demokrasi presidensial dengan alasan PPHN.
Saiful pun menjelaskan mengapa GBHN dapat memperlemah demokrasi presidensial. Termasuk memilih presiden oleh MPR memperlemah demokrasi presidensial.
Sebab, kata dia, hakekat demokrasi presidensial adalah presiden dipilih langsung oleh rakyat. Presiden diberi mandat langsung oleh rakyat untuk menjadi pemimpin eksekutif, untuk membuat dan menjalankan program yang dijanjikan dalam kampanye, dengan masa berkuasa yang fixed.
"Presiden setara dengan DPR dan DPD karena sama-sama dipilih rakyat, ketiganya tidak boleh saling menjatuhkan," tegas dia.
Dia menambahkan, kalau MPR membuat GBHN yang harus dipatuhi presiden, maka MPR di atas presiden dan itu menyalahi demokrasi. Karena mandat yang diberikan rakyat kepada anggota MPR setara dengan mandat yang diberikan kepada presiden.
"Tidak boleh ada yang lebih berwenang menurut dasar demokrasi mereka," tutur Saiful.
Kalau presiden dipilih MPR, kata dia, maka itu menyalahi prinsip demokrasi presidensial karena presiden bergantung pada MPR.
"GBHN dan pemilihan presiden oleh MPR itu mengubur demokrasi presidensialisme, kita yang dalam sejarah terbukti lebih baik dari parlementarisme maupun MPR-isme. Amandemen untuk menghidupkan GBHN dan peran MPR memilih presiden harus dilawan," tutup dia.
Reporter: Yopi Makdori
Sumber: Liputan6.com
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Cawapres Muhaimin Iskandar tegas menolak usulan DPR soal Gubernur DKI dipilih oleh presiden.
Baca SelengkapnyaGerindra tidak mendukung wacana revisi Undang-Undang MD3 soal kursi Ketua DPR.
Baca SelengkapnyaSenior Demokrat tak setuju dengan usulan amandemen UUD 1945 untuk mengubah Pemilihan Presiden Kembali lewat MPR.
Baca SelengkapnyaHal itu, dia sampaikan merespons pernyataan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia.
Baca SelengkapnyaPartai politik memberikan suaranya mengenai wacana Presiden dipilih MPR.
Baca SelengkapnyaSekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai seharus gubernur dan wakil gubernur Jakarta dipilih oleh rakyat, usai tak menjadi ibu kota
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, pemberlakuan aturan tersebut dianggap dapat membuat makna pemilu yang luber-jurdil berpotensi tidak terealisasi.
Baca SelengkapnyaSaid menyebut wajar bila jabatan Ketua MPR menjadi milik Partai Gerindra.
Baca SelengkapnyaPuan Maharani menyoroti proses penyelenggaraan pemilihan kepala daerah tahun ini agar dapat berjalan dengan jujur dan adil.
Baca SelengkapnyaHasto ingin agar segala sesuatunya harus dicermati serta harus dikaji dengan bersamaan.
Baca SelengkapnyaFraksi DPRD DKI Jakarta menolak wacana kebijakan gubernur dipilih langsung presiden usai Ibu Kota berpindah ke IKN, Kalimantan Timur
Baca Selengkapnya"Ini benar-benar memberikan kesimpulan yang sangat kuat, bahwa demokrasi mundur dan ini tidak boleh terjadi," kata Hamdan Zoelva.
Baca Selengkapnya