Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Sidangkan gugatan pilkada, MK diminta tak jadi 'Mahkamah Kalkulator'

Sidangkan gugatan pilkada, MK diminta tak jadi 'Mahkamah Kalkulator' Diskusi masyarakat peduli MK. ©2016 merdeka.com/rizky erzi andwika

Merdeka.com - Pascapilkada Serentak 9 Desember lalu, Mahkamah Konstitusi (MK) langsung dibanjiri setidaknya 147 gugatan hasil Pilkada. Namun, MK dianggap hanya menyelesaikan perselisihan berbasis data angka perolehan suara. Tak ayal, MK pun dijuluki sebagai 'Mahkamah Kalkulator'.

Perwakilan MK Watch, Ade Yanyan Hasbull menyatakan sikap MK yang seakan menjadi Mahkamah Kalkulator dikarenakan terbentur Pasal 158 UU Pilkada. Padahal, kata dia, Pasal tersebut menjadi penghalang bagi Calon Kepala Daerah yang ingin mengadu ke MK.

"Kami meminta MK mengabaikan pasal itu, karena mengekang calon kepala daerah lain," kata Ade dalam diskusi 'Membedah Pasal 158 dalam perspektif demokrasi dan konstitusi' di Cikini, Jakarta Pusat, Senin (4/1).

Orang lain juga bertanya?

Oleh sebab itu, dia menegaskan akan membuat petisi yang berisi agar MK tak perlu mengindahkan pasal tersebut untuk menerima setiap laporan. Selain petisi, Ade menyatakan pihaknya akan mengirim surat ke MK ihwal permintaan itu.

"Kami juga nanti akan mendorong calon kepala daerah turun ke jalan untuk menuntut ini," ujarnya.

Tak hanya itu, nantinya, Presiden Joko Widodo akan pula dikirimkan petisi penolakan Pasal tersebut. "Nanti mungkin Pak Jokowi bisa terbitkan Perppu," ujarnya.

Seperti diketahui, gugatan terkait sengketa pilkada yang masuk ke MK kemungkinan besar bakal gugur terkait aturan yang terkandung dalam Pasal 158 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada (UU Pilkada).

Undang-undang Pilkada Nomor 8 Tahun 2015, pasal 158 ayat (1) dan ayat (2) mengatur bahwa syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih suara maksimal 2 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi maksimal 2 juta penduduk.

Sementara bagi penduduk lebih dari 2 juta hingga 6 juta, syarat pengajuan sengketa, jika ada perbedaan selisih maksimal 1,5 persen dari penetapan hasil penghitungan suara KPU Provinsi.

Untuk tingkat kabupaten/kota, jumlah penduduk di bawah 250 ribu selisih minimal 2 persen, jumlah penduduk antara 250-500 ribu selisih suara minimal 1,5 persen. Untuk daerah dengan jumlah penduduk 500 ribu-1 juta jiwa, minimal selisih suara 1 persen, dan daerah dengan jumlah penduduk di atas 1 juta jiwa minimal selisih suara 0,5 persen.

(mdk/bal)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Partai Gelora Sebut Putusan MK Soal Syarat Usung Calon Kepala Daerah Tak Sesuai Permohonan Uji Materi
Partai Gelora Sebut Putusan MK Soal Syarat Usung Calon Kepala Daerah Tak Sesuai Permohonan Uji Materi

MK membuat norma pengaturan baru tentang syarat pencalonan berdasarkan jumlah penduduk dan prosentase suara sah partai.

Baca Selengkapnya
Fraksi Gerindra Kritik Putusan Ambang Batas Pilkada: Hak Kita Susun UU Dibegal MK
Fraksi Gerindra Kritik Putusan Ambang Batas Pilkada: Hak Kita Susun UU Dibegal MK

Gerindra menyebut MK berupaya membegal hak DPR sebagai pembuat Undang-Undang.

Baca Selengkapnya
MK Buka Suara Respons Heboh RUU Pilkada Dibahas Secara 'Kilat'
MK Buka Suara Respons Heboh RUU Pilkada Dibahas Secara 'Kilat'

Seperti diketahui, MK baru saja mengeluarkan putusan mengubah syarat Pilkada.

Baca Selengkapnya
Pakar Nilai Ubah Batas Usia Capres-Cawapres Tugas DPR dan Pemerintah Bukan MK
Pakar Nilai Ubah Batas Usia Capres-Cawapres Tugas DPR dan Pemerintah Bukan MK

Dengan begitu, tidak menutup kemungkinan kalau nantinya MK justru akan diolok-olok karena telah melakukan penyelewengan tugas.

Baca Selengkapnya
MKMK Sebut Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi Terhadap Putusan MK
MKMK Sebut Baleg DPR Lakukan Pembangkangan Konstitusi Terhadap Putusan MK

Badan legislatif (Baleg) DPR RI sepakat, Revisi Undang-undang (UU) Pilkada dibawa ke rapat paripurna terdekat untuk disahkan menjadi UU

Baca Selengkapnya
MK Minta Judul Gugatan Kaesang Dilarang Jadi Gubernur Dihapus, Dinilai Tak Etis dan Provokatif
MK Minta Judul Gugatan Kaesang Dilarang Jadi Gubernur Dihapus, Dinilai Tak Etis dan Provokatif

Jadi selain berhukum berdasarkan rule of law, seluruh warga negara juga mesti memegang teguh rule of etik.

Baca Selengkapnya
Baleg DPR Tegaskan Sampai saat Ini Tidak Ada UU Pilkada Baru: Yang Berlaku UU Lama dan Putusan MK
Baleg DPR Tegaskan Sampai saat Ini Tidak Ada UU Pilkada Baru: Yang Berlaku UU Lama dan Putusan MK

Rapat paripurna ditunda untuk mengesahkan revisi undang-undang Pilkada.

Baca Selengkapnya
Analisis Pakar: KPU Tak Bisa Patuhi Putusan MA soal Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah
Analisis Pakar: KPU Tak Bisa Patuhi Putusan MA soal Syarat Batas Usia Calon Kepala Daerah

Perludem mengkritik keras putusan MA yang dianggap gagal menafsirkan UU

Baca Selengkapnya
MK Tak Temukan Bukti Intervensi Jokowi dalam Pencalonan Gibran di Pilpres 2024
MK Tak Temukan Bukti Intervensi Jokowi dalam Pencalonan Gibran di Pilpres 2024

Dugaan intervensi yang dilakukan Jokowi untuk menguntungkan Prabowo-Gibran juga tidak beralasan secara hukum.

Baca Selengkapnya
Respons Menkumham Andi Agtas Terkait Putusan MK Ubah Ambang Batas Pilkada
Respons Menkumham Andi Agtas Terkait Putusan MK Ubah Ambang Batas Pilkada

MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon

Baca Selengkapnya
Titi Anggraini soal Putusan MK: Pemilih Tidak Harus Berhadapan dengan Calon dari Koalisi Obesitas
Titi Anggraini soal Putusan MK: Pemilih Tidak Harus Berhadapan dengan Calon dari Koalisi Obesitas

Anggota Dewan Pembina Perludem ini mengatakan, putusan MK tersebut langsung berlaku di Pilkada serentak 2024.

Baca Selengkapnya
LIVE VIDEO: MK Putuskan Partai Bisa Usung Cagub Meski Tak Punya Kursi DPRD
LIVE VIDEO: MK Putuskan Partai Bisa Usung Cagub Meski Tak Punya Kursi DPRD

Putusan perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 ini diajukan Partai Buruh dan Partai Gelora dibacakan di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (20/8).

Baca Selengkapnya