Soal dana saksi pemilu Rp 660 M, ini penjelasan Komisi II DPR

Merdeka.com - Ketua Komisi II DPR Agun Gunanjar Sudarsa mengatakan, tidak ada yang dilanggar terkait soal dana saksi partai politik yang dianggarkan dari uang negara sebesar Rp 660 miliar. Ada sejumlah landasan dan pertimbangan mengapa dana saksi partai politik dalam proses pelaksanaan pemilu amat penting.
"Jadi yang pertama, dana saksi ini, itu dasar hukumnya UU 8/2012 tentang pemilu legislatif, yang dalam penyelenggaraan pemilu di TPS itu ada saksi," ujar Agun di gedung Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/1).
Tentunya lanjut dia, UU ini berharap dengan adanya saksi dari partai politik peserta pemilu di TPS, maka asas langsung, umum, bebas, rahasia (luber) dan jujur dan adil (jurdil) itu bisa terpenuhi.
"Karena kalau semua partai hadir di TPS enggak ada lagi yang bisa komplain," tegasnya.
Kedua, jelas Agun, proses penghitungan dan pemungutan suara pemilu dijamin jurdil karena semua saksinya ada. Pengalaman di TPS amatlah rawan.
"Ada yang berpartisipasi memberi makanan, memberi tekanan, ancaman, itu di TPS semua terjadi. Sehingga orang yang di desa, yang notabene pendidikannya kurang, moral-mentalnya juga masih kurang. Sehingga dengan pertimbangan itu, Komisi II membicarakan bagaimana agar pemungutan suara itu luber jurdil," jelas Agun.
Topik pilihan: Pemilu Serentak | Pilpres
Selanjutnya, kata Agun, dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Bawaslu dan Kemendagri, dan pada saat membahas tentang APBN perlu adanya penguatan saksi di TPS.
"Timbul perdebatan anggaran saksi di TPS, UU sangat membatasi, disebutnya di tiap desa, bukan TPS. Minimal 1 batasnya 5. Kita enggak perlu terbentur pada aturan hukum seperti itu. Untuk itu suatu hal yang diyakini, kita harus berani mengambil langkah, toh ini bukan soal teknis pemilu," terang Agun.
"Dalam perjalanannya, usulan DPR kurang dapat respons positif dari kementerian, alasannya enggak ada uang. Usulan kita 2 saksi di TPS, disetujui hanya 1 saksi," tambahnya.
Dalam perkembangannya, lanjut dia, ternyata dana untuk pengawas juga tidak dipenuhi semuanya oleh Kemenkeu. Akhirnya Bawaslu bereaksi dan mengatakan Kemenkeu dianggap tidak care dengan pemilu.
"Maka digelar rapat yang dipimpin Menkopolhukam. DPR enggak ikut, tapi Mendagri menyampaikan gagasan Komisi II DPR. Pada rapat itu, Mendagri menyampaikan dan dilaporkan pada presiden, dan presiden menyetujuinya. Dengan catatan presiden dari mana anggarannya, ada, mata anggaran 99, cadangan dan lain-lain," jelas Agun.
"Dasar hukumnya biasanya dengan perpres. Atas dasar itu, Mendagri rapat dengan Komisi II, supaya kuat, ini saya katakan bukan gagasan pemerintah, tapi semuanya," tutupnya.
(mdk/bal)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya