Soal dinasti politik di pilkada, Mendagri tunggu putusan MK
Merdeka.com - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum mau berkomentar banyak perihal surat edaran KPU nomor 302/VI/KPU/2015 yang disebut-sebut jadikan celah bagi kepala daerah untuk mundur di tengah masa jabatan demi membangun dinasti politik.
Tjahjo lebih menunggu sikap dari Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mengkaji surat edaran yang disebutkan oleh Ketua KPU bahwa kepala daerah yang mundur tidak dapat lagi disebut sebagai petahana.
Adapun, kata Tjahjo, sesuai undang-undang setiap warga negara berhak dipilih dan memilih saat Pilkada. Sehingga, belum tentu MK menilai surat edaran tersebut dijadikan celah membangun dinasti politik.
-
Bagaimana MK memutuskan soal pengalaman kepala daerah? 'Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,' kata Ketua MK Anwar Usman.
-
Kapan putusan MK mengenai Pilpres? Kuasa Hukum Pasangan AMIN Bambang Widjojanto (BW) mengomentari putusan Mahkamah Konstitusi terkait sengketa Pilpres 2024.
-
Siapa ketua KPU DKI Jakarta? Keputusan itu ditetapkan Ketua KPU DKI Wahyu Dinata pada Sabtu, 9 Maret 2024.
-
Siapa yang menetapkan calon kepala daerah? KPU Provinsi dan Kabupaten/Kota telah menetapkan sebanyak 1.553 pasangan calon,
-
Bagaimana PKS menanggapi putusan MK? Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap sengketa Pilpres 2024, bersifat final dan mengikat, meski tak sepenuhnya sesuai dengan harapan. Putusan tersebut harus kita hormati sekaligus menjadi penanda dari ujung perjuangan konstitusional kita di Pilpres tahun 2024.
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
"Kepala daerah yang mampu mempersiapkan keluarganya harus menunggu keputusan MK. UU menyebut hal ini hak asasi," kata Tjahjo usai rapat di Komisi II DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (25/6).
Namun, mantan Sekjen PDIP ini berharap, kepala daerah tak mundur dan tetap menghabiskan masa jabatannya di periode ia menjabat, apakah selama satu periode atau dua periode. Sebab, jika kepala daerah seperti ini baru dapat disebut sebagai petahana.
"Dinasti politik itu relatif. Tergantung dilihat dari sisi mana. Kalau memang maunya mundur ya tidak ada masalah, jangan menutup kesempatan orang lain. Hak asasi," tukasnya.
Sebelumnya, beberapa anggota Komisi II DPR mempertanyakan soal surat edaran tersebut dalam rapat kerja dengan KPU kemarin. Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mempertanyakan asal muasal surat edaran ini.
"Coba tolong jelaskan bagaimana KPU bisa mengeluarkan surat edaran ini. Lalu jelaskan juga kepada kami soal defenisi petahana yang dimaksud di surat edaran. Jangan sampai merugikan para incumbent," ujar Arteria dalam rapat kerja dengan KPU, Rabu (24/6).
Senada dengan yang disampaikan anggota Komisi II DPR dari Fraksi NasDem, Luthfi A Mutty yang menyampaikan keheranannya dengan surat edaran tersebut. "Tolong dijelaskan apa maksud dari surat edaran itu," kata dia.
Dalam surat edaran tersebut, KPU menilai bahwa Kepala Daerah yang mundur dari jabatannya tidak dapat lagi disebut sebagai petahana.
Ketua KPU Husni Kamil Manik menyebut petahana adalah seseorang yang masih menjabat sebagai Kepala Daerah hingga waktu pendaftaran. Jika Kepala Daerah tersebut sudah mundur pada waktu pendaftaran KPU, maka seseorang tersebut tidak dapat disebut petahana.
"Pengertian petahana yang dirujuk adalah mereka yang sedang menjabat. Jadi kalau masa kepengurusannya jatuh satu hari sebelum pencalonan, bukan petahana lagi," kata dia.
Husni menjelaskan, surat edaran tersebut segaris dari Peraturan KPU (PKPU) dan Undang-undang nomor 8 tahun 2015 Pilkada yang dibahas bersama dengan pemerintah dan DPR. Sehingga, ia membantah pihaknya telah membuat definisi baru tentang petahana.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
MK masih membutuhkan waktu untuk mencermati permohonan uji materiil terkait batas usia capres dan cawapres.
Baca SelengkapnyaKPU akan melakukan konsultasi dengan DPR terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK)
Baca SelengkapnyaPemerintah menghormati putusan MK soal perubahan ambang batas pencalonan Pilkada 2024 dan syarat calon usia kepala daerah.
Baca SelengkapnyaKeputusan MA juga tidak berpengaruh pada proses atau tahapan pencalonan bagi bakal calon perseorangan.
Baca SelengkapnyaSekretaris Jenderal Transparency Internasional Indonesia (TII) Danang Widoyoko melihat dengan putusan MK membuat politik dinasti semakin tumbuh subur
Baca SelengkapnyaKemendagri Bahas PKPU Soal Caleg Terpilih jadi Calon Kepala Daerah Tanpa Mundur
Baca SelengkapnyaDemokrat saat ini tengan mempelajari Putusan MA soal Batas Usia Calon Kepala Daerah.
Baca SelengkapnyaPutusan MA itu disebut-sebut sebagai upaya melanggengkan Kaesang maju Pilkada 2024
Baca SelengkapnyaAHY menegaskan, partainya belum memiliki keputusan final terkait permasalahan tersebut
Baca SelengkapnyaTudingan Jokowi membangun dinasti politik menguat setelah Gibran Rakabuming Raka didorong menjadi cawapres Prabowo.
Baca SelengkapnyaMahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anggota TNI-Polri hingga pejabat negara bisa dipidana bila melanggar netralitas di Pilkada 2024
Baca SelengkapnyaGibran yang juga kakak kandung Kaesang menyebut, keputusan maju atau tidak ada di tangan adik bungsunya itu.
Baca Selengkapnya