Tarik dukungan dilarang, partai bisa saja tak gerak menangkan paslon
Merdeka.com - Komisi Pemilihan Umum akan menggelar tahapan pencoblosan Pemilihan Gubernur DKI Jakarta pada 15 Februari 2017. Warga Jakarta disuguhkan oleh tiga pasangan calon yang akan bersaing menjadi pimpinan Ibu Kota. Ketiga calon itu adalah pasangan Agus Harimurti-Slyviana Murni, Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Saat ini, ketiga pasangan tengah menjalani masa kampanye untuk menarik simpati warga. Namun, di tengah masa kampanye, pasangan nomor urut 2 Ahok-Djarot diterpa isu miring. Publik menyoroti kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok.
Akibat kasus ini, partai pendukung Ahok-Djarot mulai berpikir ulang mendukung jagonya itu, salah satunya, Partai NasDem. NasDem disebut akan menarik dukungannya andai kata Ahok ditetapkan tersangka atas kasus tersebut.
-
Siapa yang bilang Ahok dukung Ganjar gak ngaruh? 'Itu menurut saya too little too late, atau bahkan enggak ngaruh sama sekali,' ujar Habiburokhman di Media Center TKN, Jakarta Selatan, Senin (5/2).
-
Bagaimana Ahok dukung Ganjar? Menjelang hari pencoblosan, sejumlah pejabat negara makin terang-terangan memberikan dukungan kepada pasangan calon presiden dan wakil presiden. Baru-baru ini, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mundur dari jabatannya. Pemicu utamanya karena Ahok ingin mengkampanyekan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
-
Kenapa Ahok dukung Ganjar? Pemicu utamanya karena Ahok ingin mengkampanyekan pasangan Ganjar Pranowo dan Mahfud MD.
-
Kenapa NasDem menolak Gubernur Jakarta ditunjuk Presiden? Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari menegaskan, pihaknya menolak mekanisme penunjukan Gubernur dan Wakil Gubernur Jakarta oleh Presiden.
-
Siapa yang menyatakan Demokrat tidak akan rujuk? Ketua BPOPKK DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan tidak mungkin partainya memutuskan untuk rujuk kembali dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) mendukung Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Cak Imin) sebagai capres-cawapres di Pilpres 2024.
-
Siapa yang diusung PDIP? Tri Rismaharini dengan Zahrul Azhar Asumta atau Gus Hans yang diusung PDIP.
Dari kasus Ahok, Anggota Komisi II F-PPP Ahmad Baidowi mengatakan berdasarkan PKPU 12/2016 pasal 74 ayat (1), partai pengusung tidak bisa menarik dukungannya kepada calon tertentu. Dengan ketentuan itu tidak ada celah bagi parpol yang telah mendaftar sebagai pendukung ke KPU untuk menarik dukungan kepada jagoannya.
"Setelah penetapan paslon, parpol dilarang menarik usungan yang terdaftar di KPU sebagaimana diatur PKPU 12/2016 pasal 74 ayat (1)," kata Baidowi saat dihubungi merdeka.com, Selasa (15/11).
Aturan ini berlaku sama bagi pasangan calon. Menurutnya, dalam ayat 2 pasangan calon yang telah terverifikasi dilarang mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai peserta Pilkada. Yang dilarang untuk menjadi peserta Pilkada adalah apabila calon telah ditetapkan sebagai terpidana dan telah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
"Begitupun pada ayat (2) paslon ataupun seseorang dari paslon dilarang mengundurkan diri sejak ditetapkan sebagai peserta pilkada oleh KPU. Sementara terkait paslon yang menjadi tersangka tidak menghalanginya sebagai calon. Yang dilarang adalah terpidana berkekuatan hukum tetap," jelasnya.
Pria yang akrab disapa Awiek ini menjelaskan partai politik juga tidak bisa menarik dukungannya atau mengganti dukungan ke calon lain meskipun jagonya telah ditetapkan sebagai terdakwa dengan ketetapan hukum tetap. Aturan itu diatur dalam PKPU 9/2015 Jo PKPU 12/2016 pasal 75 ayat 1.
"Tidak bisa (menarik dukungan). PKPU 9/2015 Jo PKPU 12/2016 pasal 75 ayat 1 menyebutkan bahwa jika parpol menarik dukungan ataupun paslon yang mengundurkan diri tidak boleh mengajukan pengganti. Pada ayat 2, bahwa parpol dan paslon tersebut dinyatakan gugur sebagai peserta pilkada," tandasnya.
Bagi partai yang terbukti menarik dukungan, lanjut dia, pimpinan partai atau pihak yang menandatangani surat pernyataan dukungan kepada salah satu calon akan terkena sanksi pidana atau denda.
Ayat (2) pasal 191 dalam UU Pilkada menyebutkan, jika parpol dan atau gabungan parpol dengan sengaja menarik pasangan calonnya yang sudah ditetapkan KPU maka pimpinan Parpol dipidana dengan pidana penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama 60 bulan dan denda paling sedikit Rp 25 miliar dan paling banyak Rp 50 miliar.
"Itu UU 10/2016 tentang pilkada, kalau menarik dukungan sejak penetapan paslon dikenai pidana. Yang tandatangan (yang terkena sanksi pidana dan denda)," ungkapnya.
Senada dengan Awiek, Anggota Komisi II F-Gerindra Ahmad Riza Patria menjelaskan secara hukum, dukungan partai terhadap pasangan calon tertentu memang tidak bisa digugurkan. Bahkan saat mendaftarkan calon ke KPU. Namun, dia menilai partai bisa menarik dukungan morilnya secara informal.
"Kalau aturannya setelah mendaftar dukungan formal tidak bisa digugurkan. Jadi calon tetap jadi calon. Namun bagi partai-partai boleh saja menarik dukungan moril mungkin secara subtansi tidak mendukung lagi. Tapi secara hukum aturannya paslon tetap terdaftar sebagai paslon yang didukung atau diusung oleh partai-partai pengusung tersebut," ujarnya.
Dukungan moril yang dimaksud Riza adalah mesin-mesin partai tidak lagi bekerja memenangkan pasangan calon yang diusung. Atau, memberikan dukungan material kepada calon yang terseret kasus hukum itu.
"Tapi boleh saja parpol tarik dukungan tapi tidak menggugurkan dukungannya. Tapi secara mesin partai tidak bekerja lagi, mungkin dukungan moril materil tidak ada lagi. Tapi paslon itu tetap paslon," ucap Riza.
Meski dukungan secara hukum masih berlaku bagi jagonya, tetapi saat calon yang diusung ditetapkan sebagai terdakwa dan sudah inkrah, maka partai bisa bekerja memenangkan calon lain. Dengan kata lain, dukungan tanpa perjanjian 'hitam di atas putih'.
"Secara moril bisa saja. Misal ada partai mendukung pasangan a, secara hukum ditetapkan pasangannya partai tersebut terdaftar sebagai pendukung, atau pengusung tapi secara moril partai tersebut malah bekerja untuk pasangan lain. Karena secara informal," terang Riza.
Politisi Gerindra ini juga mengakui adanya aturan pidana dan denda jika partai menarik dukungan kepada calon yang diusung dan didaftarkan ke KPU.
"Ada sanksinya sanksi denda sanksi pidana ya. Yang bisa itu adalah menarik dukungan secara moril secara material, umpamanya saya mendukung pasangan a, tidak mendukung lagi bisa saja tapi tidak bisa secara hukum," bebernya.
Berbeda dengan Awiek soal pergantian dukungan ke calon lain. Riza berujar partai politik bisa berubah haluan mendukung calon lain dalam jangka waktu selama 30 hari sebelum tahap pencoblosan Pilgub DKI.
Syaratnya, jagoan yang diusung telah ditetapkan pengadilan sebagai terdakwa dengan kekuatan hukum tetap. "Kalau sudah inkrah bisa diganti. Selama 30 hari sebelum pencoblosan. Lupa saya pasal berapa. Batas waktu 30 hari untuk pemungutan suara bila meninggal atau inkrah bisa diganti," pungkasnya.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Ahok menanggapi pertanyaan adanya kemungkinan koalisi antara paslon 03 dengan paslon 01 jika ada putaran kedua
Baca SelengkapnyaWalaupun keputusan akhirnya tetap akan berada di Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
Baca SelengkapnyaKeduanya pernah menjadi gubernur. Akankan berpotensi menang jika keduanya berduet?
Baca SelengkapnyaKetua Umum Partai NasDem Surya Paloh, tak masalah apabila Golkar menutup peluang mendukung Anies Baswedan di Pemilu 2024.
Baca SelengkapnyaAhok pun meluruskan pernyataannya soal Gibran dan Jokowi tak bisa kerja jika Prabowo memenangi Pilpres 2024.
Baca SelengkapnyaAhok mengundurkan diri sebagai Komut PT Pertamina (Persero)
Baca SelengkapnyaAHY mengaku ikhlas dan siap untuk menyongsong peluang masa depan yang lebih baik lagi.
Baca SelengkapnyaAhok bakal fokus memenangkan Ganjar-Mahfud di Jakarta.
Baca SelengkapnyaPolitikus PDIP Deddy Yevry Sitorus menduga PKB sebenarnya tidak nyaman berkoalisi dengan PKS.
Baca SelengkapnyaHasto menilai keputusan NasDem mencabut dukungan terhadap Anies Baswedan di luar kebiasaan Surya Paloh.
Baca SelengkapnyaPendapat Ketum NasDem soal peluang Anies Baswedan maju di Pilkada DKI Jakarta yang menurutnya sulit.
Baca Selengkapnya"Jadi ini jangan kecele, rekomendasi bisa aja dikasih, tapi tahu-tahu enggak didaftarin. Bisa dicabut," ujar Sahroni..
Baca Selengkapnya