Wacana Presiden Kembali Dipilih MPR, Mungkinkah Terwujud?
Merdeka.com - Sebelum pelantikan presiden dan wakil presiden digelar Minggu 20 Oktober 2019 lalu, rencana amandemen UUD 1945 ramai menjadi isu yang diperbincangkan. Sejumlah pihak mengusulkan agar UUD 1945 kembali diamandemen.
Hampir semua elite politik di negeri ini setuju jika UUD 45 diamandemen. Ada yang hanya setuju UUD 45 diamandemen poin tertentu saja semisal untuk menghidupkan kembali GBHN, ada pula yang blak-blakan setuju diamandemen secara total dan menyeluruh.
Wacana amandemen tersebut lantas menimbulkan kecurigaan bakal berujung pada kembali dipilihnya presiden oleh MPR dan menghapus pilpres langsung, serta menjadikan MPR kembali menjadi lembaga tertinggi negara.
-
Mengapa MK menyetujui syarat capres dan cawapres pernah terpilih? Namun, dalam dalil penambahan, MK menyetujui syarat capres dan cawapres minimal pernah terpilih dalam Pemilu, termasuk kepala.
-
Bagaimana masa jabatan presiden diatur sebelum amandemen? Sebelum amandemen, pasal 7 UUD 1945 menyatakan bahwa presiden dan wakil presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali tanpa batasan periode.
-
Apa yang diusulkan Mentan Amran ke Presiden? Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengusulkan kepada presiden penambahan kuota pupuk bersubsidi.
-
Apa isi putusan MK terkait Pilpres? MK menolak seluruh permohonan kubu 01 dan 03. Meski begitu ada tiga hakim yang memberi pendapat berbeda.
-
Bagaimana proses pemakzulan presiden? Proses pemakzulan presiden di Indonesia melibatkan tiga lembaga negara, yaitu DPR, MK, dan MPR. Mekanisme ini diatur secara rinci dalam Pasal 7A dan 7B UUD 1945.
-
Kenapa Tim Hukum AMIN khawatir dengan Pilpres 2024? Tim Hukum Nasional (THN) Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (AMIN), Ari Yusuf Amir menilai, kontestasi Pilpres 2024 berpotensi menimbulkan ketegangan sosial di tengah masyarakat. Khususnya antara kelompok pendukung pasangan calon di daerah.
Kini, sepekan usai pelantikan presiden dan wakil presiden, wacana tersebut kembali muncul. Tak tanggung-tanggung, wacana langsung muncul dari mantan Wapres di era Orde Baru yakni Try Soetrisno.
Usul UUD 1945 Kembali ke Naskah Asli
Mantan Panglima ABRI (sekarang TNI) itu mengusulkan agar UUD 1945 dikaji ulang. Pengkajian ulang ini dinilai perlu dilakukan agar UUD 1945 kembali ke naskah aslinya.
Dia menjelaskan, sejak era Reformasi, UUD 1945 sudah empat kali diamandemen. Menurutnya hasil amandemen yang sesuai dengan semangat zaman saat ini bisa digunakan tapi tetap UUD 1945 harus dikembalikan ke naskah aslinya.
"Sudah jelas, istilah kaji ulang ini kembali ke UUD 1945 yang asli. Yang asli dikembalikan dulu. Materi yang empat kali amandemen itu dikaji ulang. Yang cocok untuk zaman sekarang ini dijadikan lampiran, namanya adendum. Yang tidak cocok jangan ditempelkan di UUD 1945. Jadikan UU biasa saja. Jadi ini dalam rangka penyempurnaan UUD 1945 itu boleh saja," kata Try Sutrisno di Bale Raos, Kota Yogyakarta, Selasa (29/10) kemarin.
Menurutnya, amandemen memiliki arti menyempurnakan, melengkapi bukan mengubah apalagi mengganti. Dia menjelaskan, saat ini amandemen sudah mengganti UUD 1945.
"Yang awal dikembalikan enggak boleh diutak-atik. Sampai nanti generasi muda menyempurnakan. Tapi wujudnya adendum jangan merusak UUD 1945. Sekarang badan tubuhnya (UUD 1945) dirusak, diubah. MPR diubah diturunkan jadi lembaga biasa. Isinya diubah. Jangan (mengubah UUD 1945) itu namanya sudah mengkhianati UUD 1945," katanya.
Usul Presiden Kembali Dipilih MPR
Try Sutrisno juga mengkritisi sistem pemilihan yang ada di Indonesia paska reformasi. Dia bahkan blak-blakan menyatakan sistem pemilihan langsung tak ideal diterapkan di Indonesia karena tak sesuai UUD 1945. Sebab, yang sesuai dengan UUD 1945, adalah sistem pemilihan melalui sistem perwakilan dan berdasarkan permusyawaratan.
Dia menilai, pergeseran pemilihan Presiden menjadi sistem langsung merupakan buah dari amandemen UUD 1945. Menurutnya amandemen UUD 1945 ini tak sesuai dengan UUD 1945 aslinya yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa.
"Buktinya MPR sekarang sudah bukan MPR yang dulu. Itu sistem kita MPR itu. Rakyat yang di situ. Makanya ada tiga, DPR, utusan daerah dan utusan golongan. Tugasnya menentukan haluan rakyat mau kemana. Selain itu dia (MPR) memilih mandatarisnya. Mandataris MPR adalah Presiden," katanya.
Menurutnya, dikembalikannya UUD 1945 ke naskah asli akan membawa sejumlah implikasi, misalnya mengembalikan peran dan fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang salah satunya bertugas membuat GBHN.
"Sistem kita itu sistem perwakilan dan permusyawaratan, sila keempat," katanya.
Dia menegaskan, dalam UUD 1945 sesungguhnya tak ada pemilihan presiden secara langsung. Menurutnya, dalam UUD 1945, yang dipilih langsung oleh rakyat hanyalah anggota DPR. Sementara, presiden, gubernur, wali kota dan bupati dipilih oleh perwakilan masyarakat di MPR/DPR atau DPRD.
"Semua kok langsung. Bagaimana ini? Wong yang liberal aja enggak gitu. Amerika yang liberal aja enggak gitu. Bukan 'one man one vote'. (Di Amerika) Ada 500 orang diwakili satu. Kitakan satu orang semuanya nyoblos," katanya.
Dia menambahkan ada sejumlah dampak negatif dari sistem pemilihan langsung. Dampak negatif ini dari pemborosan anggaran hingga ancaman perpecahan bangsa.
"Kalau MPR, MPR saja. Wakil (yang duduk di MPR) kita yang pilih. Kita lihat saja nanti. Makanya hati-hati pilihlah MPR yang betul-betul bisa membawa aspirasi rakyat," kata Try Sutrisno.
Sikap Parpol Masih Terbelah
Sikap parpol mengenai wacana amandemen UUD 1945 masih terbelah. Partai Gerindra dan Partai NasDem sepakat UUD 1945 diamandemen. Bahkan, bos dua parpol itu yakni Surya Paloh dan Prabowo Subianto disebut sepakat jika amandemen dilakukan secara menyeluruh.
"Kedua pemimpin parpol sepakat bahwa amandemen UUD 1945 sebaiknya bersifat menyeluruh, yang menyangkut tata kelola negara, dan sehubungan tantangan kekinian dan masa depan kehidupan berbangsa yang baik," kata Sekjen Partai NasDem, Johnny G Plate, saat membacakan kesepakatan politik usai pertemuan di kediaman Surya Paloh, kawasan Permata Hijau, Jakarta Selatan, Minggu (13/10) lalu.
Dia juga mengakui amandemen UUD 1945 berpeluang membahas masa jabatan eksekutif mulai dari presiden, gubernur, bupati sampai wali kota.
Sementara itu, PDIP melalui perwakilannya di MPR, Ahmad Basarah memastikan amandemen terbatas tidak menyentuh tata cara pemilihan presiden. PDIP memiliki sikap hanya ingin mengubah pasal 3 UUD 1945 yang menyangkut kewenangan MPR. PDIP hanya ingin menambah kewenangan MPR untuk menambah menetapkan GBHN.
"Kalau soal pemilihan presiden, sikap PDIP sudah sangat jelas, yang diubah hanya pasal 3, yang menyangkut wewenang MPR. Yaitu menambah wewenang menetapkan GBHN," ujar Basarah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (9/10).
Basarah menegaskan tata cara pemilihan presiden di Pasal 6A tidak akan disentuh. Begitu juga Pasal 7A tentang pemberhentian presiden tidak akan disentuh.
Di kesempatan berbeda, Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menolak amandemen UUD 1945 menyentuh ranah pemilihan presiden. Cak Imin belum menyatakan apakah setuju atau tidak terhadap wacana amandemen menyeluruh. Tetapi dia tegas menolak jika mengubah sistem pemilihan presiden.
"Tergantung menyeluruh apa, pilpres secara langsung enggak bisa diubah sih," kata Cak Imin di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (14/10).
Cak Imin mengatakan, internal PKB belum membahas terkait wacana amandemen terbatas yang tengah digulirkan di MPR. Sehingga, dia belum mau menyatakan sikapnya.
"Saya belum bahas," katanya.
Presiden Jokowi Menolak
Presiden Joko Widodo alias Jokowi sempat angkat bicara soal rencana amandemen UUD 1945. Jokowi tak setuju jika amandemen mengembalikan kewenangan MPR sebagai lembaga tertinggi negara yang akan memilih Presiden.
"Lah wong saya dipilih rakyat, kenapa nanti ada presiden yang dipilih MPR?" ujar Jokowi saat bertemu dengan pimpinan media massa nasional di Istana Negara, Jakarta, Rabu (14/8) lalu.
Kemudian, di kesempatan berbeda jelang pelantikan presiden dan wakil presiden beberapa waktu lalu, Jokowi sempat meminta agar seluruh pihak memberikan kesempatan kepada MPR untuk bekerja. Hal itu tanpa mengesampingkan kajian dan menampung usulan.
"Berikan kesempatan kepada MPR untuk bekerja, melakukan kajian, menampung usulan-usulan yang ada," ujar Jokowi di Istana Merdeka saat menerima para pimpinan MPR, Rabu (16/10).
Jokowi menegaskan perlunya kajian dalam rencana amandemen tersebut. Hal itu untuk menjadi dasar ilmiah agar amandemen dapat dipahami. Jokowi juga meminta agar MPR terbuka terhadap usulan. Usulan yang ditampung dari seluruh elemen masyarakat baik masyarakat umum, tokoh, mau pun akademisi.
"Usulan-usulan itu harus ditampung, masukan-masukan ditampung, sehingga bisa dirumuskan," katanya.
Jaminan Ketua MPR Presiden Tetap Dipilih Langsung Oleh Rakyat
Sementara itu, Ketua MPR Bambang Soesatyo memastikan amandemen UUD 1945 tak akan mengubah mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Dia menegaskan Presiden akan tetap dipilih oleh rakyat.
"Tidak ada, saya tegaskan tidak ada, ini tidak terkait dengan perubahan terkait perubahan rinci perubahan politik," ujar Bamsoet saat bertemu Jokowi.
"Presiden tetap dipilih rakyat, presiden bukan lagi mandataris negara, presiden tidak bertanggung jawab pada MPR. Itu tetap," jelasnya.
Dia juga menjamin usulan amendemen UUD 1945 tidak akan menjadi bola liar. Politikus Golkar itu mengaku akan berkonsultasi dengan Jokowi perihal rencana amendemen ini.
"Kami akan cermat betul menampung aspirasi sebagaimana disampaikan bapak presiden, di tengah-tengah masyarakat," kata Bamsoet.
(mdk/dan)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PKB mengungkapkan, ada usulan agar MPR memiliki kewenangan memilih Presiden dan menetapkan Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Baca SelengkapnyaMekanisme pemilihan langsung presiden oleh rakyat dinilai masih lebih baik
Baca SelengkapnyaPartai politik memberikan suaranya mengenai wacana Presiden dipilih MPR.
Baca SelengkapnyaPDIP tak masalah amandemen UUD 1945, akan tetapi tidak mengubah sistem Pilpres
Baca SelengkapnyaHasto ingin agar segala sesuatunya harus dicermati serta harus dikaji dengan bersamaan.
Baca SelengkapnyaMenurut Bamsoet, MPR diubah kedudukannya sehingga tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
Baca Selengkapnya"menurut saya sebaiknya proses itu setelah setelah ya setelah Pemilu," kata Jokowi
Baca SelengkapnyaGerindra mengatakan, pembahasan amandemen UUD 1945 masih jauh dan tak mudah mengembalikan kewenangan MPR seperti zaman dulu.
Baca SelengkapnyaPelantikan untuk presiden dan wakil selanjutnya juga akan menggunakan ketetapan MPR.
Baca SelengkapnyaSenior Demokrat tak setuju dengan usulan amandemen UUD 1945 untuk mengubah Pemilihan Presiden Kembali lewat MPR.
Baca SelengkapnyaPimpinan MPR bertemu Jokowi di Istana Merdeka Jakarta hari ini, Jumat (28/6).
Baca SelengkapnyaDewan Pertimbangan Presiden menjadi salah satu yang ikut dikaji.
Baca Selengkapnya