Waketum Gerindra lebih percaya survei yang sebut elektabilitas Jokowi turun
Merdeka.com - Wakil ketua umum Partai Gerindra Ferry Juliantono meragukan survei yang dirilis Litbang Kompas. Hasil survei sendiri menyatakan, PDIP masih berada di urutan teratas dengan tingkat elektabilitas 33,3 persen. Disusul posisi kedua yakni Gerindra dengan keterpilihan 10,9 persen.
"Ngawur itu survei Litbang Kompas itu, mana mungkin orang kemarin saja ketika orang masih punya harapan terhadap Pak Jokowi dan kemudian menjadi faktor meningkatkan elektabilitas PDIP saja hanya maksimal 18 persen persen kok, loh kok sekarang ketika elektabilitas Jokowi turun, PDIP malah naik 30 persen, teori darimana?" kaya Ferry saat dihubungi merdeka.com, Rabu (25/4).
Ferry merasa aneh sebab di lembaga survei Median menyatakan elektabilitas Jokowi menurun. Ferry menambahkan, rilis survei Litbang Kompas juga jauh berbeda dari hasil survei Median. Ferry pun lebih percaya survei Median. Menurutnya, jika elektabilitas Jokowi turun PDIP pasti ikut turun.
-
Siapa yang unggul dalam survei Pilkada Jabar? 'Ini nama nama yang muncul di kalangan elite, Dedi Mulyadi muncul dari internal Gerindra, Ilham Akbar Habibie dari Nasdem, Ridwan Kamil dari Golkar,' kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Burhanuddin Muhtadi dalam paparan surveinya pada 4 Juli 2024 lalu.
-
Apa yang terjadi dengan Gerindra di Pemilu 2019? Pada Pemilu 2019, perolehan suara Partai Gerindra kembali naik, walau tidak signifikan. Partai Gerindra meraih 12,57 persen suara dengan jumlah pemilih 17.594.839 dan berhasil meraih 78 kursi DPR RI.
-
Bagaimana pengaruh Jokowi terhadap Pilgub Jateng? Responden yang puas dengan kinerja presiden Jokowi mendukung Kaesang dengan 33,8 persen. Di posisi kedua Kapolda Jawa Tengah Irjen Pol Ahmad Luthfi 29,1 persen dan diposisi ketiga Ketua DPD PDIP Jawa Tengah Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul 14,8 persen.
-
Mengapa persepsi publik terhadap pemberantasan korupsi di era Jokowi menurun? Adapun jika melihat trennya, persepsi positif menurun, sebaliknya persepsi negatif meningkat.
-
Siapa yang mempertanyakan data kerawanan Pemilu di Kaltim? Isran mempertanyakan data yang dikeluarkan oleh Bawaslu tersebut. Sebab dalam riwayatnya, Kaltim tak pernah mengalami kericuhan dalam penyelenggaraan Pemilu.
-
Bagaimana Indikator Politik melakukan survei ini? Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka kepada 1.200 sampel responden yang dipilih menggunakan multistage random sampling.
"Harusnya sih selisihnya sama PDIP sudah beda tipis, kal elektabilitas Pak Jokowi turun terus itu bisa jadi Gerindra lebih besar dari pada PDIP," imbuhnya.
"Bukan memihak, cuma aneh, masa aneh waktu itu kan orang masih punya harapan sama Jokowi sekarang kan sudah pada tahu Jokowi, apalagi kecewa (masyarakat), (jadi) Jokowi turun 36 persen, ya turunlah harusnya PDIP nya turun," tambahnya.
Mantan aktivis ini menilai Kompas mempertaruhkan citranya jika nanti di Pemilu 2019 elektabilitas Gerindra menanjak.
"Mempertaruhkan nama besar Kompas itu, survei litbang ini mempertaruhkan nama besar Kompas, kalau nanti pada realitanya tahap Pilpres dan Pileg 2019 masih jauh apa yang disampaikan dari ini, itu hancur itu," ujarnya.
Dia pun menyarankan kepada Litbang Kompas jika mengukur elektabilitas baiknya menggunakan metode pertanyaan tertutup bukan terbuka.
"Makanya berlawanan sekali, coba saja apa yang kita rasakan apa membuat masyarakat puas orang sekarang masyarakat daya beli turun, harga harga mahal, semua barang diimpor, bahan bakar minyak naik, premium hilang di pasaran apa coba, puas mananya," tandas Ferry.
Sebelumnya, Litbang Kompas menggelar survei terbarunya terkait elektabilitas partai politik pada periode 21 Maret - 1 April 2018. Hasilnya mengejutkan, Partai Gerindra berhasil menyalip Golkar jelang Pemilu 2019. Survei ini dirilis, Rabu (25/4).
Hasil survei menyatakan, PDIP masih berada di urutan teratas dengan tingkat elektabilitas 33,3 persen. Disusul posisi kedua yakni Gerindra dengan keterpilihan 10,9 persen dan Partai Golkar di angka 7-9 persen.
Menurut Kompas, keterpilihan PDIP dan Gerindra meningkat dipengaruhi dari efek elektoral sang tokoh. PDIP punya Joko Widodo yang saat ini sedang berkuasa. Sementara Gerindra punya Prabowo Subianto yang ingin maju sebagai capres di Pilpres 2019.
Survei ini dilakukan dengan tatap muka terhadap 1.200 responden pada . Responden dipilih secara acak bertingkat di 32 provinsi dan jumlahnya ditentukan secara proporsional. Menggunakan metode ini, pada tingkat kepercayaan 95 persen, margin of error plus minus 2,8 persen.
(mdk/eko)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Elektabilitas PDI Perjuangan memang masih di paling atas dengan angka 19,1 persen, tetapi terus alami penurunan dari survei sebelumnya.
Baca SelengkapnyaDia mengatakan survei sejumlah lembaga ini berbeda dengan temuan tim di internalnya.
Baca SelengkapnyaAdjie menjelaskan faktor merosotnya suara Ganjar-Mahfud lantaran blunder kubu Ganjar yang kerap menyerang Jokowi belakangan ini.
Baca SelengkapnyaDari Oktober 2023, elektabilitas PDI Perjuangan mengalami penurunan dari 20,8 persen, lalu 19,7 persen dan 19,1 persen di Desember 2023
Baca SelengkapnyaLSI Denny JA mengungkapkan elektabilitas PDIP disalip Gerindra pada November 2023.
Baca SelengkapnyaLSI Denny JA mengungkapkan dua alasan utama elektabilitas Gerindra naik mengalahkan PDIP.
Baca SelengkapnyaPergerakan akar rumput Ganjar-Mahfud nyaris tidak ada
Baca SelengkapnyaElektabilitas keduanya bisa naik dan Prabowo-Gibran bisa turun ketika ada hal khusus.
Baca SelengkapnyaSaidiman Ahmad menilai dugaan publikasi hasil survei lembaga survei mempengaruhi pilihan publik soal calon presiden, salah total.
Baca SelengkapnyaPenurunan elektabilitas Ganjar-Mahfud dinilai karena blunder gaya kampanye yang menyerang Presiden Jokowi
Baca SelengkapnyaSaat disinggung banyaknya masyarakat Jawa Tengah yang masih bimbang, Jokowi minta kedua calon agar bisa meyakinkan
Baca SelengkapnyaPrabowo banyak mendapat imbas positif dari efek Jokowi.
Baca Selengkapnya