Wanbin Gerindra Usul Pilkada 2020 Ditunda ke 2022
Merdeka.com - KPU berencana menggelar Pilkada serentak 2020 pada Desember mendatang. Namun, hal tersebut dikritik sejumlah pihak, karena saat ini Indonesia tengah dilanda pandemi virus Corona.
Anggota Dewan Pembina Gerindra, Mulyadi mengusulkan, Pilkada tahun ini ditunda hingga 2022. Hal ini demi menghemat anggaran yang saat ini tengah difokuskan untuk melawan Covid-19.
Mulyadi ingin, pemerintah memiliki skala prioritas dalam penggunaan anggaran, demi optimalnya penanganan Corona. Misalnya, penundaan program insfrastruktur yang belum mendesak yang membutuhkan dana besar dan pelaksanaan Pilkada yang direncanakan digelar Desember 2019.
-
Bagaimana incumbent memanfaatkan popularitasnya? Keberadaannya yang sudah dikenal dapat menjadi modal politik yang kuat dalam meraih dukungan.
-
Siapa saja yang disebut sebagai incumbent? Incumbent atau petahana dalam konteks Pilkada merujuk kepada mereka yang saat ini menjabat sebagai kepala daerah di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota, seperti Gubernur, Bupati, atau Walikota.
-
Apa saja keuntungan utama incumbent? Keunggulan utama seorang incumbent dalam Pilkada adalah kemampuan mereka untuk memanfaatkan infrastruktur dan sumber daya pemerintahan yang ada untuk mendukung kampanye mereka.
-
Mengapa program kerja penting dalam Pilkada? Program kerja tim sukses dalam Pilkada memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan kampanye calon kepala daerah.
-
Bagaimana menjadi pantarlih pilkada? Dengan mematuhi semua syarat-syarat yang telah ditetapkan, calon Pantarlih akan memenuhi kualifikasi untuk mendaftar sebagai Pantarlih pada Pilkada 2024.
-
Bagaimana cara mencegah pelanggaran administrasi pemilu? Salah satu solusi untuk mencegah pelanggaran administrasi pemilu adalah melakukan pencegahan secara dini dan proaktif oleh lembaga pengawas pemilu, yaitu Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan lembaga pengawas pemilu lainnya di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.
Anggota Banggar DPR ini menilai, sebaiknya pemerintah menggeser ke tahun 2022. Sehingga bisa sekaligus diselenggarakan dengan pelaksanaan pilkada yang akan dilaksanakan tahun tersebut.
"Di samping menjadi lebih efisien terkait anggaran, diharapkan tahun tersebut pandemi sudah bisa diatasi," kata Mulyadi kepada merdeka.com, Selasa (26/5).
Khusus daerah yang akan berakhir masa jabatannya, segera diisi pejabat sementara melalui Keputusan Mendagri yang tentu tetap berdasarkan aturan di atasnya.
Dia juga khawatir, ada politisasi bansos dan penyalahgunaan kewenangan calon kepala daerah dari incumbent saat bertarung di Pilkada.
"Ini juga untuk menghindari incumbent yang akan maju lagi memanfaatkan anggaran dan program untuk kepentingan kampanye," tutur dia.
“Jangan sampai masa Karantina Pandemi dilanjutkan ‘Karantina’ pejabat yang menyelewengkan anggaran negara,” tutup Mulyadi.
Politisasi Bansos
Sementara itu, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Aggraini menuturkan, Pilkada 2020 mempunyai banyak celah terjadinya kecurangan. Salah satunya melalui Bantuan Sosial atau Bansos pandemi Corona.
Menurut dia, risiko ini terbuka lebar. Apalagi jika Pilkada 2020 terus dipaksakan digelar di tengah pandemi.
"Ada pula risiko politisasi bantuan sosial, kontestasi yang tak setara bagi peserta pemilu petahana dan non petahana, dan turunnya partisipasi pemilih," kata Titi, Senin (25/5).
KPU berencana menggelar Pilkada 9 Desember 2020. Tahapan Pilkada akan dimulai 6 Juni mendatang.
Sebelumnya, Pilkada dijadwalkan September, namun karena pandemi Corona, Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2020 tentang penundaan Pilkada.
Menurut Titi, Penyelenggaraan pilkada seyogyanya juga memperhatikan unsur keselamatan dan kesehatan pihak-pihak yang terlibat di dalamnya.
"Jika penyelenggaraan Pilkada tidak dapat memastikan keselamatan penyelenggara pemilu, peserta pemilu, dan pemilih, bijaknya tahapan Pilkada ditunda ke 2021. Seharusnya kita menyelenggarakan Pilkada untuk kepentingan kemanusiaan, yang hak atas keselamatan dan kesehatannya terjamin, bukan sebaliknya," ungkap Titi.
Menurut dia, memaksakan penyelenggaraan Pilkada di masa pandemi berpotensi menimbulkan lebih banyak mudharat daripada manfaat.
“Di antaranya, terpaparnya banyak orang yang terlibat dalam penyelenggaraan Pilkada dengan Covid-19, politisasi bantuan sosial, kontestasi yang tak setara bagi peserta pemilu petahana dan non petahana, dan turunnya partisipasi pemilih," pungkasnya.
(mdk/rnd)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Gerindra menginginkan kadernya menjadi calon wakil gubernur untuk mendampingi Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta
Baca SelengkapnyaDedi Mulyadi pernah menjabat sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode berturut-turut dari 2008 sampai 2018.
Baca SelengkapnyaWakil Gubernur Kalimantan Selatan Muhidin akan maju lagi di Pilkada 2024. Kali ini dirinya mencalonkan diri sebagai calon gubernur
Baca SelengkapnyaKSP meminta penyelenggara Pemilu tetap fokus menjalankan tugas.
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, risiko pejabat publik yang nyapres tidak mundur amat besar. Terlebih, ujarnya berkaitan dengan penyalahgunaan kekuasaan.
Baca SelengkapnyaTito menyebut salah satu alasan percepatan pilkada lantaran menghindari kekosongan kepala daerah pada 1 Januari 2025.
Baca SelengkapnyaDPR meminta Bawaslu fokus menjalankan tugas pokok.
Baca SelengkapnyaHingga saat ini terdapat 34 Pj kepala daerah yang mengundurkan diri untuk maju pada Pilkada 2024.
Baca SelengkapnyaKPK beralasan tidak ingin mengganggu proses Pilkada Situbondo dan tidak ingin proses hukum dijadikan alat politik.
Baca SelengkapnyaPartai Golkar memutuskan untuk mendukung Dedi Mulyadi di Pilkada Jawa Barat 2024. Dengan demikian, Golkar berpotensi mengusung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta.
Baca SelengkapnyaUsulan penundaan Pemilu 2024 kali ini diutarakan Bawaslu.
Baca SelengkapnyaGibran telah mengajukan cuti untuk esok hari sebagai wali kota Solo.
Baca Selengkapnya