Cegah Obesitas, Muncul Wacana Pemberlakuan Cukai pada Minuman Tinggi Gula
Merdeka.com - Obesitas merupakan salah satu masalah yang saat ini cukup menjadi perhatian di Indonesia. Berdasar hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, diketahui bahwa tingkat obesitas pada orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8 persen.
Menyikapi tingginya pertumbuhan obesitas ini, muncul wacana untuk pemberian cukai pada makanan dan minuman tinggi gula. Hal ini sendiri mengacu pada pemberian cukai pada rokok.
Menurut Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Anung Sugihantono, Kemenkes sendiri sudah pernah mengeluarkan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 30 Tahun 2013 tentang pencantuman kadar gula, garam, dan lemak dalam minuman manis atau makanan olahan maupun makanan cepat saji.
-
Bagaimana cukai mempengaruhi konsumsi gula? Menurut WHO, cukai ini dapat menjadi langkah efektif untuk menurunkan konsumsi gula. Data mereka menunjukkan bahwa kenaikan harga minuman berpemanis hingga 20 persen dapat menurunkan konsumsi hingga 20 persen, sehingga membantu mencegah obesitas dan diabetes.
-
Bagaimana gula menyebabkan obesitas? Diketahui bahwa minuman seperti soda, teh manis, sirup, dan berbagai makanan manis memiliki kandungan gula fruktosa yang menyebabkan tubuh cenderung lebih mudah mengalami lapar.
-
Apa saja dampak cukai terhadap kesehatan? Kebijakan ini diharapkan dapat membawa berbagai manfaat, khususnya di bidang kesehatan. Minuman berpemanis merupakan salah satu faktor risiko utama berbagai penyakit kronis seperti diabetes, obesitas, dan penyakit jantung.
-
Apa penyebab turunnya cukai rokok? Adapun penurunan penerimaan negara ini disebabkan oleh penurunan produksi sigaret kretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) atau rokok putih, membuat pemesanan pita cukai lebih rendah.
-
Bagaimana cukai rokok mempengaruhi industri? 'Ini kelihatannya sudah mulai jenuh. Ini kelihatan bahwa mungkin cukai ini akan menjadi pengendali dari industri hasil tembakau,' ujar Benny, Jakarta, Rabu (29/5).
-
Kenapa makanan manis meningkatkan obesitas? Konsumsi makanan manis berlebihan dapat meningkatkan risiko obesitas. Makanan manis seperti bolu, cookies, coklat, dan permen mengandung banyak gula yang tidak memberikan rasa kenyang. Akibatnya, meskipun sudah mendapatkan banyak kalori dari makanan manis, tubuh tetap akan mengkonsumsi dalam jumlah banyak. Hal ini menyebabkan kalori yang masuk melebihi kebutuhan tubuh, yang pada akhirnya menyebabkan kenaikan berat badan dan obesitas.
"Itu yang sesungguhnya sudah pernah dilakukan Kementerian Kesehatan," kata Anung dalam diskusi 4 Tahun Penguatan Kesehatan Masyarakat di Gedung Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta.
Akan tetapi, intervensi terhadap industri memang bukan sepenuhnya menjadi tanggung jawab atau kewenangan dari Kementerian Kesehatan secara keseluruhan.
"Ini hal-hal yang terus harus kita komunikasikan dengan Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan tentunya Keminfo yang juga bertanggung jawab tentang edukasi kepada masyarakat," katanya.
Menurut Anung, sejauh ini kepatuhan terhadap hal-hal semacam ini memang belum tinggi, sebagaimana yang diharapkan dalam Permenkes tersebut.
"Ini kan harus melibatkan industri itu sendiri, tenaga kerja, dan pangsa pasar. Apakah ini berlakunya umum atau bagaimana? Dan yang sudah patuh, serta yang tidak patuh akan diapakan," katanya menekankan.
Senada dengan Anung, Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Farid Moeloek, mengatakan, Kemenkes tidak bisa berdiri sendiri dalam menyelesaikan permasalahan intervensi industri terkait obesitas.
"Saya mendorong sekali untuk Germas (Gerakan Masyarakat Sehat) ini. Saya melihat, kenapa tidak memulai dari diri sendiri," katanya.
Nila pun akan mendorong Menteri Perindustrian untuk melabeli minuman bergula tinggi, sehingga orang dengan penyakit tertentu berpikir untuk menenggaknya.
"Misalnya, minuman berlabel merah bukan untuk orang diabetes. Label ini bukan untuk orang ini, dan seterusnya," ujarnya.
Terkait mendorong diri sendiri, Nila menjelaskan, jika sudah membeli minuman manis yang diketahui memiliki kandungan gula sebesar 27 gram, jangan lagi memakan atau meminum yang manis lain-lainnya.
"Kandungan gula buat kita kan seharusnya 30 gram. Kalau sudah 27 gram, dietlah. Kalau sudah minum yang tinggi gula, jangan pula minum teh ditambah gula. Ingat saja gizi seimbang," pesannya.
Reporter: Aditya Eka PrawiraSumber: Liputan6.com
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penerapan Cukai Minuman Berpemanis dalam Kemasan (MBDK) pada 2024 ini perlu disambut baik karena manfaat kesehatan yang mungkin diberikannya.
Baca SelengkapnyaMinuman kemasan dengan rasa manis tidak memiliki kandungan nutrisi yang bermanfaat.
Baca SelengkapnyaPenerapan cukai minuman berpemanis bisa menjadi cara untuk lindungi pola konsumsi dan kesehatan masyarakat.
Baca SelengkapnyaPer 1 Januari 2024, tarif cukai hasil tembakau naik 10 persen.
Baca SelengkapnyaPemerintah menaikkan target penerimaan cukai di 2024.
Baca SelengkapnyaJika daya beli masyarakat menurun maka industri minuman berhak mendapatkan insentif untuk menggenjot daya beli.
Baca SelengkapnyaKonsumsi minuman manis yang dilakukan seseorang terutama anak bisa menjadi penyebab terjadinya obesitas.
Baca SelengkapnyaMengonsumsi gula dalam batas yang tak normal dapat memberikan dampak buruk bagi kondisi tubuh.
Baca SelengkapnyaKenaikan tarif cukai rokok sangat berpengaruh pada keputusan seseorang untuk merokok, semakin mahal maka prevalensi perokok semakin bisa ditekan.
Baca SelengkapnyaPengusaha menyoroti kinerja fungsi cukai yang tidak tercapai sebagai sumber penerimaan negara serta pengendalian konsumsi.
Baca SelengkapnyaDi balik kenikmatan makanan manis, mengonsumsinya secara berlebihan dapat membawa berbagai dampak negatif bagi kesehatan.
Baca Selengkapnya