Ini 5 Mitos Terkait Vaksin Covid-19 untuk Anak
Merdeka.com - Beragam cara dilakukan para ahli demi menemukan solusi efektif untuk menanggulangi virus COVID-19 yang telah merebak dan meresahkan dunia. Salah satu langkah penanggulangan yang saat ini sedang digaungkan adalah dengan vaksinasi.
Tidak hanya orang dewasa, kalangan anak-anak pun dianjurkan untuk mendapatkan vaksin. Seperti dilansir dari fimela.com, Food and Drug Administration (FDA) atau Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat, telah mengesahkan vaksin COVID-19 jenis Pfizer untuk anak usia 12 sampai 15 tahun di Amerika Serikat. Dan menurut para ahli, hal ini dianggap sebagai satu langkah besar dan penting.
Sementara itu, Kaiser Family Foundation dalam surveinya mendapati hasil sebagai berikut:- 25% orangtua dengan anak berusia 12 hingga 15 tahun mengatakan mereka tidak berniat untuk memberi vaksin anak-anak mereka.- 18% lainnya mengatakan mereka hanya akan melakukannya jika sekolah anak mereka mewajibkan.- 25% sisanya menyatakan bahwa pada dasarnya mereka akan menunggu dan melihat terlebih dahulu.
-
Kenapa anak harus divaksinasi? Vaksinasi atau imunisasi adalah langkah penting dalam menjaga kesehatan anak-anak kita.
-
Bagaimana vaksin melindungi anak? Pemberian vaksinasi ini merupakan langkah penting untuk mencegah munculnya sejumlah masalah kesehatan.
-
Siapa saja yang berisiko karena anak tidak divaksinasi? Anak yang tidak divaksinasi juga membawa risiko bagi anggota keluarga lainnya.
-
Siapa yang butuh vaksin cacar api? Vaksin ini terbukti mengurangi risiko terkena cacar api dan mengurangi tingkat keparahan gejala jika infeksi tetap terjadi.
-
Siapa yang disarankan untuk mendapatkan vaksin HPV? Vaksinasi dengan HPV disarankan terutama untuk perempuan. Selain itu, vaksin ini juga direkomendasikan untuk wanita hingga usia 26 tahun. Kemudian pria hingga usia 21 tahun yang belum mendapat vaksinasi sebelumnya.
-
Siapa yang membutuhkan vaksin HPV? Vaksin HPV idealnya diberikan kepada anak usia 9–14 tahun yang belum aktif secara seksual. Vaksin ini juga dapat diberikan kepada remaja dan orang dewasa usia 15–26 tahun yang belum pernah atau belum mendapatkan vaksin HPV secara lengkap.
Mitos Vaksin Covid-19 Anak
Karena itulah tidak mengherankan jika banyak orang tua merasa khawatir dan ekstra berhati-hati. Tetapi diantara pro-kontra vaksin, berikut ini adalah beberapa mitos tentang vaksin COVID-19 untuk anak, seperti yang dilansir dari huffpost.com:
Ø Mitos 1: Vaksin COVID-19 berbahaya bagi anak-anakVaksin Pfizer dipelajari dengan lebih dari 2.200 peserta dengan rentang usia 12 hingga 15 tahun, kira-kira setengah dari mereka menerima 2 dosis. Sedangkan separuh lainnya menerima plasebo.
Dan ditemukan bahwa efek samping yang dialami anak-anak serupa dengan yang dialami remaja yang lebih tua dan orang dewasa pada umumnya, seperti nyeri di tempat suntikan, demam, menggigil, dan sakit kepala. Namun, seperti halnya pada orang dewasa, FDA menganjurkan agar anak-anak yang memiliki riwayat reaksi alergi parah tidak menerima vaksin.
Ø Mitos 2: Vaksin tidak bekerja dengan baik untuk anak-anakHal ini tidak benar karena berdasar data uji klinis awal yang dirilis menyatakan bahwa vaksin Pfizer lebih efektif pada remaja daripada orang dewasa. FDA mengatakan hal itu 100% efektif dalam mencegah COVID-19.
Ø Mitos 3: Vaksin COVID-19 tidak diperlukan untuk anak-anakSama halnya seperti orang dewasa, anak-anak pun tidak luput dari penyebaran virus. Namun sayangnya, masih banyak orang tua yang mendapatkan informasi yang salah, bahwa anak-anak mereka kebal terhadap virus. Padahal dalam suatu temuan menunjukkan bahwa golongan anak-anak juga bisa jadi merupakan sumber penyebaran virus yang tak terdeteksi.
Ø Mitos 4: Vaksin dapat mengubah DNA anak atau menyebabkan masalah pada kesuburanVaksin Pfizer menggunakan messenger RNA atau mRNA, teknologi yang mengajarkan sel-sel tubuh untuk membuat bagian yang tidak berbahaya dari apa yang disebut protein lonjakan pada virus SARS-CoV-2, yang memicu respon imun yang menghasilkan antibodi. Tetapi, ini tidak berinteraksi dengan DNA seseorang.
Ø Mitos 5: Para orangtua dipaksa untuk memberi vaksin anak-anak mereka secepatnyaPada intinya, keputusan ada ditangan masing-masing keluarga untuk menetapkan apakah akan mengambil vaksin atau tidak. Disamping itu, para ahli hanya ingin para orangtua untuk mengetahui bahwa uji coba vaksin COVID-19 pada anak-anak tidak dilakukan secara terburu-buru, namun ditemukan dengan adanya pemeriksaan dan uji klinis, serta proses persetujuan yang semuanya dilakukan secara sungguh-sungguh dan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Fimela.com/Annissa Wulan
(mdk/ttm)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Viral di media sosial vaksin HPV untuk mencegah kanker serviks bisa memicu kemandulan.
Baca SelengkapnyaPemkot Tasikmalaya memulai program vaksinasi rotavirus (RV) dan human papillomavirus (HPV) pada Rabu (9/8).
Baca SelengkapnyaCakupan imunisasi PCV pada bayi tahun 2023, yakni sebanyak 139.887 atau 84,48 persen.
Baca SelengkapnyaVaksin Polio Bisa Bikin Cacat Mitos atau Fakta? Begini Penjelasan Pakar
Baca SelengkapnyaTotal jenis vaksin yang diberikan pada anak saat ini adalah 14.
Baca SelengkapnyaPemerintah mengimbau masyarakat untuk melakukan vaksinasi Covid-19 sampai dosis kelima atau booster ketiga.
Baca SelengkapnyaPenjelasan mengenai manfaat dan efek samping dan efek samping vaksin HPV.
Baca SelengkapnyaVaksin HPV merupakan vaksin untuk mencegah infeksi human papillomavirus (HPV). Vaksin HPV mengandung protein yang dibuat menyerupai virus HPV.
Baca SelengkapnyaMycoplasma Pneumonia bisa dicegah dengan vaksinasi dan jaga jarak.
Baca SelengkapnyaPemberian imunisasi wajib pada anak perlu dilakukan orangtua untuk mencegah sejumlah risiko penyakit.
Baca SelengkapnyaMaxi berujar, kelompok pertama yang bisa mendapatkan vaksin gratis adalah yang belum pernah menerima vaksin Covid-19 sama sekali.
Baca SelengkapnyaKomnas KIPI menyebut vaksin nOPV2 telah dikembangkan sejak tahun 2011 dan mulai diberikan sejak tahun 2021.
Baca Selengkapnya