Kisah Dokter Umum Praktik Mandiri di Kabupaten Malang pada Masa COVID-19
Merdeka.com - Kondisi pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia sejak awal 2020 ini telah menyebabkan perubahan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Salah satu yang paling terdampak COVID-19 ini adalah pada tenaga medis terutama yang menangani langsung sejumlah pasien COVID-19.
Hampir semua dokter baik tua maupun muda berusaha sekuat tenaga untuk membantu sebanyak mungkin orang di masa pandemi COVID-19 ini. Hal ini juga dialami oleh dr. Pudjo Sanjoto, M.Kes, dokter umum yang berpraktik di Kecamatan Turen, Kabupaten Malang.
Pada tahun 2020 ini, dr. Pudjo harus menghadapi tantangan berupa pandemi ini. Karena membuka klinik sendiri, dia merupakan salah satu garda terdepan dalam menangani masyarakat terutama yang masih berada dalam gejala-gejala awal COVID-19 pada masyarakat di sekitar wilayah kecamatan Turen Kabupaten Malang.
-
Apa saja gejala yang dialami pasien pertama Covid-19? Setelah kembali ke Depok, NT mulai merasakan gejala seperti batuk, sesak, dan demam selama 10 hari. Ia berobat ke RS Mitra Depok dan didiagnosis mengidap bronkopneumonia, salah satu jenis pneumonia yang menyebabkan peradangan pada paru-paru.
-
Bagaimana penanganan Covid-19 di Indonesia? Jokowi memilih menggunakan strategi gas dan rem sejak awal untuk menangani pandemi Covid-19. Gas dan rem yang dimaksudkan Jokowi diimplementasikan dalam tiga strategi yakni penanganan kedaruratan kesehatan, jaring pengaman sosial, dan pemulihan ekonomi. Inilah yang kemudian menjadi ujung tombak dalam penanganan Covid-19 di Indonesia.
-
Siapa dokter Prabowo? 'Saya ucapkan syukur Alhamdulillah kepada Allah SWT beserta ucapan terima kasih kepada tim dokter yakni Brigjen TNI Purn dr. Robert Hutauruk, Kolonel dr. Sunaryo, dr. Siska Widayati, dibantu dengan dr. Thomas dan seluruh perawat serta para tenaga medis di RSPPN Sudirman atas keberhasilan tindakan operasi besar yang dilakukan kepada saya,' tulisnya, demikian dikutip dari keterangan unggahan.
-
Siapa yang mengumumkan kasus Covid-19 pertama di Indonesia? Presiden Jokowi mengumumkan hal ini pada 2 Maret 2020, sebagai kasus Covid-19 pertama di Indonesia.
-
Bagaimana Pilkada 2020 dilaksanakan di tengah pandemi? Pemilihan ini dilakukan di tengah situasi pandemi COVID-19, sehingga dilaksanakan dengan berbagai protokol kesehatan untuk meminimalkan risiko penularan.
-
Apa dampak pandemi Covid-19? Pandemi Covid-19 mengubah tatanan kesehatan dan ekonomi di Indonesia dan dunia. Penanganan khusus untuk menjaga keseimbangan dampak kesehatan akibat Covid-19 serta memulihkan ekonomi harus dijalankan.
"Dalam setiap praktik, pasti ada saja pasien yang memiliki gejala COVID-19," terang dr. Pudjo.
dr. Pudjo sebenarnya tergolong dokter umum yang cukup populer di wilayah tersebut. Pada masa sebelum COVID-19, biasanya dia membuka jam praktik dua kali sehari yaitu pagi dan sore dengan masing-masing sekitar 50 pasien. Pada masa COVID-19, dia mulai membatasi jumlah pasien yang berobat.
Pada awalnya dibatasi 40 pasien, kemudian jadi 20 pasien, hingga sekarang 10 pasien. Walau begitu sejak awal, hampir setiap praktik, pasti ada saja pasien COVID-19 yang datang.
"Walau semakin sedikit jumlah pasien yang datang, namun selalu ada saja yang memiliki gejala (COVID-19), sehingga bisa dikatakan presentasenya terus naik," jelas dr. Pudjo.
Kesulitan dalam Mengatasi COVID-19 di Masyarakat Sekitar
Pada saat ini, Kabupaten Malang sendiri termasuk salah satu zona rawan persebaran COVID-19. Hal ini disebut oleh dr. Pudjo disebabkan karena kepercayaan masyarakat di sana terutama di kecamatan Turen.
"Penyakit ini oleh orang di sini sering dianggap aib dan disembunyikan," jelasnya.
dr. Pudjo menyebut bahwa kesulitan ini semakin ditambah dengan beberapa hal lain seperti pemeriksaan yang tak bisa langsung dilakukan. Hanya terdapat dua rumah sakit di kecamatan Turen yang mempunyai instalasi radiologi dan itu pun tidak praktik setiap hari.
Pada sejumlah pasien yang juga disebut mengalami COVID-19, kerap kali mereka juga tidak langsung percaya dan masih mencoba ke dokter atau rumah sakit lain.
"Pasien yang oleh dokter lain diduga COVID-19 namun kemudian datang ke dokter lainnya namun dia bilang belum pernah periksa," jelas dr. Pudjo.
Hal ini terutama berbahaya terhadap tenaga kesehatan yang menangani mereka terutama karena tidak mengaku telah diketahui terinfeksi COVID-19. Kondisi ini juga lebih rentan dialami oleh dokter yang berpraktik mandiri seperti dr. Pudjo terutama karena banyak pasien yang takut ke rumah sakit atau puskesmas karena khawatir menerima perlakuan berbeda.
Penerapan Protokol Kesehatan yang Ketat saat Praktik
Tingginya risiko penularan COVID-19 pada tenaga medis merupakan suatu hal yang tak dapat ditampik. Sebuah penelitian terbaru di Inggris bahkan menyebut bahwa tenaga medis berisiko tujuh kali lipat terinfeksi COVID-19.
Kondisi ini menyebabkan semakin pentingnya bagi tempat praktik kesehatan seperti milik dr. Pudjo dalam menerapkan protokol kesehatan. Pada tempat praktiknya, secara ketat dilakukan pembatasan jarak, serta seruan untuk mencuci tangan dan memakai masker.
"Pasien yang datang wajib memakai masker dan mencuci tangan. Selain itu pasien dan pengantar juga dipaksa untuk selalu menjaga jarak dan dilakukan juga pembatasan jumlah pasien," terang Inanis Suliati, salah satu asisten dr. Pudjo.
Walau telah memiliki aturan yang cukup ketat, namun Inanis mengatakan bahwa masih banyak pasien yang melanggar. Oleh karena itu, dia bersama dua asisten lainnya tak lelahnya untuk terus mengingatkan para pasien.
Langkah lain yang diterapkan dr. Pudjo adalah dengan penggunaan APD dan masker yang lengkap ketika memeriksa pasien. Selain itu, dia juga selalu berkomunikasi dengan puskesmas dan rumah sakit terdekat jika ada pasien yang kedapatan memiliki gejala COVID-19.
Kendala Pemeriksaan Pasien di Masa Pandemi COVID-19
Penggunaan APD lengkap dan masker pada saat pandemi COVID-19 ini disebut dr. Pudjo menyebabkan sejumlah kendala pada saat pemeriksaan. Hal ini menyebabkan pemeriksaan pada saat ini lebih sulit untuk dilakukan.
"Penggunaan APD dan masker membuat fokus menjadi turun sehingga pemeriksaan semakin sulit dan juga sering jadi tergesa-gesa," jelas dr. Pudjo.
Walau cukup kesulitan, namun dr. Pudjo di usia yang tak lagi muda ini tetap bersemangat dalam memeriksa para pasien. Hal ini disebut oleh asistennya, Inanis cukup mengkhawatirkan terutama karena usianya yang sudah 70 tahun.
"Mungkin karena naluri kedokteran, beliau menjadi total ketika memeriksa pasien. Hal ini membuatnya jadi terlalu mendekat pada pasien dan kadang tidak sadar ketika pasien berstatus OTG," jelas Inanis.
Masalah lain yang dianggap dr. Pudjo cukup unik terjadi adalah antusiasme pasien. Karena klinik miliknya menerapkan protokol kesehatan yang terlalu ketat, pasien tersebut merasa aman dan malah mengajak banyak orang untuk ke sana. Hal ini disebutnya membuat jumlah pasien yang sebenarnya sudah dibatasi kadang malah sedikit bertambah jumlahnya.
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penyakit pes pernah melanda Jawa pada awal abad ke-20, dr Cipto Mangunkusumo adalah pahlawan karena mengobati pribumi yang terjangkit penyakit pes.
Baca SelengkapnyaMerdeka.com menangkap berbagai momen dramatis pandemi Covid-19 sepanjang tiga tahun melanda Indonesia. Berikut foto-fotonya:
Baca SelengkapnyaMenurut Roby, Ganjar-Mahfud telah mengetahui aspirasi utama rakyat. Rakyat ingin bisa bekerja dan harga yang stabil.
Baca SelengkapnyaGanjar akan mengusung program Satu Desa Satu Puskesmas dan Satu Dokter.
Baca SelengkapnyaHeboh pria lulusan SMA menjadi dokter gadungan selama dua tahun di rumah sakit Surabaya.
Baca SelengkapnyaDari semua perang yang dihadapi manusia, melawan patogen mencatatkan kematian yang paling banyak.
Baca SelengkapnyaCalon Gubernur Jakarta Dharma Pongrekun berapi-api saat menjelaskan badai pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaPenyakit difteri kembali ditemukan di Garut, Jawa Barat. Seorang warga Kecamatan Samarang dilaporkan meninggal dunia setelah mengalami gejala difteri.
Baca SelengkapnyaJokowi bersyukur pemerintah bisa mengelola ekonomi pasca pandemi dan kembali normal dalam waktu yang sangat cepat.
Baca SelengkapnyaMeskipun Covid-19 yang muncul saat ini sudah tidak berbahaya seperti dulu.
Baca Selengkapnya