Mengapa Pada Masa Pandemi COVID-19 Semakin Banyak Orang Percaya Teori Konspirasi?
Merdeka.com - Pada masa serba tak menentu seperti pada masa pandemi COVID-19 seperti ini, informasi beredar di masyarakat secara liar. Beragam hoax dan misinformasi yang beredar di masyarakat ini bisa sangat dipercaya dan membuat penanggulangan pandemi ini sangat terhambat.
Salah satu bentuk cerita yang banyak beredar baik di media sosial maupun dari mulut ke mulut adalah berupa teori konspirasi. Douglas dkk (2017, 2019) menjelaskan bahwa teori konspirasi merupakan upaya untuk menjelaskan sebuah hal dan kondisi yang besar sebagai sebuah tindakan jahat dari kelompok rahasia dan berkuasa.
Sejak awal pandemi COVID-19 hingga sekarang, teori ini terus tumbuh di masyarakat dan dipercaya dengan teguh. Pada awal masa pandemi, dipercaya bahwa virus COVID-19 merupakan virus buatan China yang disebarkan ke seluruh dunia terutama untuk memerangi Amerika Serikat. Selanjutnya terdapat juga teori bahwa dalam vaksin COVID-19 terdapat mikro chip yang akan dimasukkan ke dalam tubuh untuk mengontrol semua manusia. Hingga syarat vaksin merupakan suatu hal yang akan dilakukan "kekuatan besar" di dunia untuk mengontrol dan mendata masyarakat di seluruh dunia.
-
Apa yang diragukan oleh penganut teori konspirasi? Mereka yang tak percaya bahwa NASA mendaratkan manusia di Bulan punya argumen tersendiri. Ini Argumen Penganut Teori Konspirasi yang Sebut Pendaratan Manusia di Bulan adalah Palsu Meski pendaratan di Bulan terjadi 55 tahun lalu, para penganut teori konspirasi tetap yakin itu adalah tipuan. Meski bukti jelas ada, mereka masih berpegang pada pandangan bahwa pendaratan di Bulan adalah palsu. Biasanya, teori konspirasi ini fokus pada pendaratan pertama. Namun, beberapa orang juga meragukan pendaratan berikutnya.
-
Mengapa orang percaya teori konspirasi? “Temuan kami mengungkapkan bahwa adanya motivasi untuk mengetahui sebuah peristiwa adalah bagian penting mengapa orang-orang mempercayai teori ini,“ tulis makalah tersebut.
-
Siapa yang percaya teori konspirasi? “Temuan kami mengungkapkan bahwa adanya motivasi untuk mengetahui sebuah peristiwa adalah bagian penting mengapa orang-orang mempercayai teori ini,“ tulis makalah tersebut.
-
Mengapa teori konspirasi sering menarik perhatian? Meskipun terdengar mengada-ada dan mudah dibantah, teori konspirasi nyatanya menarik banyak pihak untuk mau mendengarkan pendapat mereka. Padahal, hampir semua tahu bahwa teori konspirasi tersebut hanyalah teori tanpa bukti yang jelas.
-
Bagaimana teori konspirasi membantu orang? “Temuan kami mengungkapkan bahwa adanya motivasi untuk mengetahui sebuah peristiwa adalah bagian penting mengapa orang-orang mempercayai teori ini,“ tulis makalah tersebut.
-
Apa alasan orang percaya teori konspirasi? “Temuan kami mengungkapkan bahwa adanya motivasi untuk mengetahui sebuah peristiwa adalah bagian penting mengapa orang-orang mempercayai teori ini,“ tulis makalah tersebut.
Dilansir dari Unair.ac.id, Dr. Margarita Maria Maramis, dr., Sp.KJ (K), FISCM, dari Rumah Sakit Dr. Soetomo mengatakan bahwa teori konspirasi dibangun seseorang untuk menjelaskan situasi yang sulit dijelaskan. Dia menjelaskan bahwa konspirasi ini hanya berdasar pada dugaan saja dan hipotesis yang terdengar "ilmiah" yang biasanya baru dipikirkan kemudian untuk melengkapi teori tersebut.
Munculnya teori konspirasi ini tentu bisa sangat mengganggu penanggulangan pandemi COVID-19 terutama jika hal-hal seperti ini dipercaya dan disebarluaskan oleh tokoh-tokoh dan akun berpengaruh. Teori konspirasi sendiri berbeda dengan hoax dan misinformasi karena dalam cara berpikir ini, seseorang membuat sebuah hal tertentu menjadi sangat kompleks dan memiliki berbagai lapisan kepentingan. Selain itu, terdapat kebencian dan ketidaksukaan yang diarahkan pada tokoh atau organisasi tertentu yang dianggap menjadi dalang di balik suatu peristiwa.
Dilansir dari The Conversation, Rod Dacombe dari King's College London menyebut bahwa munculnya teori konspirasi di masa pandemi ini bukanlah hal yang baru. Teori konspirasi ini disebut sudah mulai ada sejak wabah hitam beberapa abad lalu, pandemi Flu Spanyol 1918, serta berbagai pandemi lain yang telah menimpa dunia hingga kini.
Hasil penelitian Karen M. Douglas pada tahun 2021 mengungkap bahwa teori konspirasi ini berkembang dengan mudah pada masa krisis ketika seseorang merasa terancam, tak yakin, serta tak aman. Segala kondisi tersebut terpenuhi pada masa pandemi COVID-19 ini menyebabkan penyebaran teori konspirasi ini semakin tak terkendali.
Kemajuan Internet dan Masalah Kepribadian dalam Penyebaran Teori Konspirasi
Penyebaran teori konspirasi ini semakin meningkat dan berlipat secara pesat pada waktu belakangan ini. Munculnya internet membuat cerita-cerita teori konspirasi bisa semakin mudah untuk menyebar dan membesar. Kurangnya kegiatan atau pekerjaan untuk dilakukan di rumah bisa membuat seseorang gemar mengulik teori ini terutama dengan prasangka dan kebencian yang memang sudah dimilikinya.
Penelitian yang dilakukan oleh Moulding dkk pada tahun 2016 mengungkap alasan mengapa penyebaran teori konspirasi ini semakin meningkat saat ini.
"Dukungan terhadap teori konspirasi bisa muncul dengan cukup hingga kuat tergantung dengan variabel yang berhubungan dengan alienasi seperti isolasi, rasa tak berdaya, ketidaknormalan, serta terkucilkan dari norma sosial," tulis hasil penelitian tersebut.
Penelitian dari van Prooijen pada 2016 menyebut bahwa kurangnya rasa percaya diri dan keyakinan diri bisa membuat seseorang lebih rentan percaya teori konspirasi. Seseorang yang juga merasa dirinya tidak terikat dengan satu kelompok mana pun atau tidak bisa membaur dengan orang lain juga cenderung lebih percaya terhadap teori konspirasi.
Menyebarkan Teori Konspirasi Bisa Membuat Seseorang Merasa "Spesial"
Tanpa kita sadari, bercerita atau menyebarkan mengenai teori konspirasi merupakan hal yang bisa membuat kita merasa berbeda dengan orang lain. Hanya dengan bermodal ponsel atau keyboard dan mengungkap "fakta" tak terbantahkan terkait tokoh-tokoh besar semisal Bill Gates sebagai penyebar virus COVID-19 bisa membuat kita merasa menjadi jagoan yang menyebarkan kebenaran. Namun tentu saja hal itu hanya ada dalam kepala penyebar itu sendiri, orang lain mungkin hanya menganggapnya sebagai pembual dan kebanyakan waktu senggang.
Walau begitu, tidak dipungkiri bahwa percaya dan menyebarkan sebuah teori konspirasi bisa membuat kita merasa "spesial". Pasalnya, seseorang bisa merasa lebih tahu, lebih pintar, dan lebih tercerahkan dibandingkan orang-orang di luar sana yang tidak memercayainya. Pada beberapa kasus, hal ini bahkan bisa membuat seseorang merasa menjadi "korban" dan incaran dari organisasi rahasia dunia yang memiliki pengaruh raksasa.
Penelitian Douglas tahun 2021 mengungkap bahwa pikiran tersebut bisa sangat menunjukkan adanya gejala narsisme pada orang-orang yang percaya terhadap teori konspirasi. Menariknya, penelitian oleh Cichoka dkk pada tahun 2016 menyebut bahwa kepercayaan terhadap konspirasi dengan narsisme di diri seseorang ini dihubungkan dengan adanya rasa paranoid.
Narsisme yang dimiliki seseorang penganut teori konspirasi ini menyebabkan dia memiliki pikiran yang unik dan ingin merasa berbeda dengan orang lain. Sayangnya, penelitian dari Moulding dkk pada tahun 2016 menyebut bahwa seseorang yang percaya teori konspirasi cenderung teralienasi dan terisolasi secara sosial dari orang-orang di sekitarnya. Rasa tak berdaya, keterasingan, serta narsisme yang kuat membuat orang-orang ini tidak terikat dari masyarakat dan mulai berpikir secara "berbeda" dalam bentuk percaya pada teori konspirasi.
Teori Konspirasi Membuat Orang Merasa Terlibat
Selain membuat orang merasa spesial, salah satu kekuatan lain dari teori konspirasi disebut Douglas adalah karena bisa membuat seseorang merasa terlibat. Ketidakpercayaan terhadap pemerintah serta kondisi serba tak menentu bisa membuat seseorang merasa lemah dan menjadi korban. Pada kondisi ini, seseorang akan mencari alasan mengenai keterpurukan yang dialami dan teori konspirasi bisa menjadi pelarian dari pikiran tersebut.
Tentu akan lebih "keren" jika seseorang mengaku tidak mau vaksin karena takut tubuhnya disusupi mikro chip dibanding mengaku karena takut jarum suntik. Pada dunia teori konspirasi yang dibangun orang tersebut, dia yang sebelumnya biasa-biasa saja menjadi salah satu korban dari permainan konspirasi tingkat tinggi di dunia. Dari perasaan tersebut, dia kemudian menyebarkan teori konspirasi tersebut dan merasa terlibat dalam perlawanan terhadap elit global. Tentu saja kondisi tersebut hanya khayalan penganut teori konspirasi saja dan pada kenyataannya tidaklah demikian.
Douglas menyebut terdapat beberapa alasan mengapa seseorang mudah percaya teori konspirasi. Pada saat seseorang merasa teralienasi, maka dia akan menolak penjelasan umum mengenai kondisi tertentu terutama yang berasal dari pemerintah atau institusi resmi lain. Penjelasan dari teman dan lingkungan sekitar juga kadang tak mereka terima karena keterkucilan mereka. Di sini lah akhirnya mereka menemukan rasa keterikatan dengan kelompok yang percaya teori konspirasi.
Seseorang yang merasa tak berdaya juga kerap mendukung teori konspirasi untuk mencari kambing hitam dari kondisi mereka. Kepercayaan terhadap teori konspirasi ini memberikan mereka keyakinan, rasa aman, serta rasa kontrol terhadap kondisi tak menentu yang sedang dihadapi.
Hal lain yang juga membuat kerap percaya teori konspirasi adalah rasa percaya terhadap kemerosotan yang terjadi di masyarakat. Perubahan di masyarakat yang tidak bisa mereka ikuti kadang membuat mereka mencoba mencari jawaban yang paling mudah dan tidak perlu melibatkan diri mereka secara lebih jauh dengan penyelesaiannya.
Secara umum, teori konspirasi ini bisa sangat berbahaya jika terus-menerus menyebar. Kepercayaan ini hanya akan membuat seseorang yang memercayainya melawan hal-hal yang sebenarnya tak ada dan melupakan permasalahan yang lebih nyata di depan mata. Pada masa pandemi COVID-19, penyadaran dan perlawanan terhadap misinformasi berupa teori konspirasi ini sangat penting terus digencarkan untuk benar-benar menyudahi pandemi.
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Konspirasi mengacu pada kesepakatan rahasia di antara individu untuk terlibat dalam kegiatan ilegal atau merugikan.
Baca SelengkapnyaPara ahli teori konspirasi disebut justru memiliki alasan logis dari keyakinan terhadap kepercayaan suatu masalah.
Baca SelengkapnyaTeori Konspirasi dan Kebencian di Seputar Penembakan Donald Trump, Dari Rekayasa Sampai Salah Nama Pelaku
Baca SelengkapnyaCalon Gubernur Jakarta Dharma Pongrekun berapi-api saat menjelaskan badai pandemi Covid-19.
Baca SelengkapnyaBahkan, muncul narasi menyatakan bahwa virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 tidak ada.
Baca SelengkapnyaMemiliki pendidikan lebih baik dan kepintaran tidak membuat seseorang dijamin kebal dari penipuan. Kenali mengapa mereka tetap rentan menjadi korban tipuan ini:
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaAhli epidemiologi molekuler membuat heboh dengan pernyataan muncul gelombang pandemi 2.0.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca SelengkapnyaBanyak orang mempercayai pseudoscience, bahkan walaupun ketika dia cukup terdidik.
Baca SelengkapnyaDisinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca SelengkapnyaKeyakinan akan kunjungan alien ke Bumi meningkat, bisa memicu teori konspirasi yang dapat mengganggu kepercayaan publik pada lembaga demokratis.
Baca Selengkapnya