Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

PBHI Sebut Denda Administratif Bagi Penolak Vaksin Langgar HAM

PBHI Sebut Denda Administratif Bagi Penolak Vaksin Langgar HAM Warga lansia ikuti vaksinasi Covid-19. ©2021 Merdeka.com/Iqbal Nugroho

Merdeka.com - Sekjen Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menilai adanya sanksi denda administratif bagi masyarakat yang menolak vaksinasi tidaklah tepat. Karena tidak sejalan dengan penerapan aturan-aturan pemerintah yang sebelumnya kerap memberikan toleransi.

Sanksi administratif itu tertulis dalam Perpres No.14 tahun 2021 Perubahan Atas Perpres No. 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Padahal, lanjutnya, selama ini aturan yang dijalankan pemerintah tidak pernah menerapkan pemaksaan secara total, dan selalu memberikan pilihan dengan beragam batasan bagi masyarakat

Orang lain juga bertanya?

"Artinya ada pilihan di situ karena mekanisme batasan, konkretnya orang masih boleh ngumpul, asal 25 persen, asal 50 persen orang masih boleh ketemu asal makai masker, hand sanitizer, jaga jarak gitu. Nah ini dasar pijakan dari pemerintah yang atas dasar kebijakan apapun batasan yang memberikan pilihan filosofisnya seperti itu secara hukum," kata Julius saat dihubungi merdeka.com, Rabu (24/2).

Hal itu karena pemerintah, tidak pernah melakukan pemaksaan sebagaimana pemberlakuan lockdown yang dilakukan di berbagai negara seperti, Italia, Inggris, Selandia Baru. Sehingga bisa berlaku pembatasan hak bagi masyarakat sesuai Pasal 9 Deklarasi Universal HAM.

"Artinya tidak memberikan pilihan apapun bagi rakyat, sehingga berlaku pembatasan HAM bagi rakyat sesuai pasal 9 Deklarasi Universal HAM bahwa pembatasan HAM itu boleh dilakukan untuk yang sifatnya dapat ditunda atau dikurangi dengan mekanisme UU. Nah kita dari awal tidak pernah masuk ke situ," jelasnya.

"Jadinya kebijakan vaksin itu tidak boleh memakai sistem totaliter. Kalau kita dari awal lockdown darurat total tidak boleh ada interaksi, keluar sama sekali, maka vaksin bisa menjadi wajib di situ," sambungnya.

Apalagi, Julius melihat jika selama mengatasi pandemi Covid-19 Pemerintah selalu mendahulukan persoalan ekonomi ketimbang persoalan lainnya. Hal itu membuat adanya inkonsistensi dengan saksi administratif yang dipakai dalam aturan tersebut tanpa memberikan pilihan kepada masyarakat.

"Tetapi lagi-lagi dari aspek ekonomi wajibnya vaksin itu dibutuhkan, kenapa karena untuk memastikan program dan proyek pengadaan tender vaksin itu. Kalau pada nolak proyeknya buat apa, kan sudah dibeli. Artinya kita melihat proyek vaksin ini bukan melihat masyarakat sehat apa enggak, bukan demi kesehatan yang lain. Tapi jadi pertimbangannya aneh, bukan kesehatan. Karena tadi sudah tidak konsisten yang tiba-tiba wajib," bebernya.

Oleh sebab itu, Julius menilai seharusnya vaksin masuk ke dalam hak masyarakat yang bebas bisa menerima atau tidak. Dengan beragam toleransi yang selalu dibuat oleh pemerintah.

"Karena awalnya ada toleransi, pilihan, yang itu menjadi ada hak. Nah kalau awalnya lockdown, totaliter itu bisa menjadi kewajiban. Jadi kelihatan di sini asal ekonomis diberikan toleransi diberikan kelonggaran, asal toleransi dipaksakan. Yang penting vaksin jalan terus proyek dan produksinya. Ini ngawur," ujarnya.

"Apalagi miris, ketika dipaksa-paksa kena denda. Nanti yang divaksin pesta pora, pesta poranya sih enggak masalah, tapi kan melanggar protokol kesehatan. Sampai sekarang orang yang membutuhkan belum dapat, kita dikasih link diklik aja kaga bisa, diisi kaga bisa orang miskin yang belum punya HP kaga bisa ngisi, RT/RW belum ada sosialisasi tiba-tiba di hukum," tambahnya.

Pemerintah telah menerapkan adanya sanksi administratif dalam Perpres No. 14 tahun 2021 Perubahan Atas Perpres No. 99 Tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi dalam Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Dalam aturan tersebut mengatur tiga sanksi administratif yakni pertama sanksi penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial, kedua penundaan penghentian layanan administrasi pemerintah dan atau, ketiga denda. (mdk/bal)

Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Iluni FH UI Tolak RUU Pilkada Anulir Putusan MK: Pembegalan Demokrasi Nyata Dipertontonkan
Iluni FH UI Tolak RUU Pilkada Anulir Putusan MK: Pembegalan Demokrasi Nyata Dipertontonkan

Revisi ini dinilai sebagai praktik pembegalan demokrasi yang secara nyata dipertontonkan kepada publik.

Baca Selengkapnya
Ternyata, Ini Alasan Industri Tak Setuju Aturan di PP Kesehatan
Ternyata, Ini Alasan Industri Tak Setuju Aturan di PP Kesehatan

Ketua Umum GAPMMI, Adhi S. Lukman memandang, bahwa aturan ini seakan-akan menjadikan gula sebagai barang haram.

Baca Selengkapnya
Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Sikap HKTI Beri Harapan pada Prabowo
Wacana Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Sikap HKTI Beri Harapan pada Prabowo

Kebijakan ini dinilai tidak hanya berdampak pada industri hasil tembakau.

Baca Selengkapnya
Pengusaha Periklanan Menjerit Terancam Gulung Tikar, Minta PP Kesehatan Direvisi
Pengusaha Periklanan Menjerit Terancam Gulung Tikar, Minta PP Kesehatan Direvisi

PP Kesehatan disusun tanpa melibatkan para stakeholder yang terlibat di dalamnya.

Baca Selengkapnya
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva Kritisi PP Piutang Negara: Banyak Norma Bertentangan
Mantan Ketua MK Hamdan Zoelva Kritisi PP Piutang Negara: Banyak Norma Bertentangan

Hamdan menilai PP itu cacat hukum lantaran saling tumpang tindih dan inkonsisten dengan peraturan hukum lainnya.

Baca Selengkapnya
PDIP: Dulu Dukung UU Tapera, Kini Menolak Iuran
PDIP: Dulu Dukung UU Tapera, Kini Menolak Iuran

Hasto menyebut pemerintah semestinya mendengarkan aspirasi rakyat terhadap aturan sebelum diterapkan.

Baca Selengkapnya
Petani Minta Pemerintah Kaji Ulang Aturan soal Tembakau, Ajak Industri Hulu Hingga Hilir
Petani Minta Pemerintah Kaji Ulang Aturan soal Tembakau, Ajak Industri Hulu Hingga Hilir

Sekjen DPN Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Kusnasi Mudi menyayangkan PP 28/2024 disahkan dan ditandatangani oleh berbagai Kementerian yang tidak terl

Baca Selengkapnya
Aturan Produk Tembakau Dikhawatirkan Berdampak ke Maraknya Rokok Ilegal
Aturan Produk Tembakau Dikhawatirkan Berdampak ke Maraknya Rokok Ilegal

Petani tembakau meminta Kemenkes agar aturan produk tembakau di RPP Kesehatan untuk diatur terpisah.

Baca Selengkapnya
DPR Minta Kemenkes Tinjau Ulang Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Alasannya
DPR Minta Kemenkes Tinjau Ulang Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek, Begini Alasannya

Desakan kepada Kemenkes ini diambil setelah adanya kekhawatiran serius tentang dampak negatif aturan itu.

Baca Selengkapnya
Ada Wacana Program Pensiun Tambahan Wajib, Ini Sederet Gaji Karyawan yang Sudah Dipotong Pemerintah
Ada Wacana Program Pensiun Tambahan Wajib, Ini Sederet Gaji Karyawan yang Sudah Dipotong Pemerintah

Berikut ini daftar potongan gaji yang dibayarkan pekerja dan perusahaan berdasarkan program pemerintah.

Baca Selengkapnya
Siap-Siap, Harga Minuman Berpemanis dalam Kemasan Bakal Naik 30 Persen
Siap-Siap, Harga Minuman Berpemanis dalam Kemasan Bakal Naik 30 Persen

Pengenaan cukai berpotensi mengerek harga jual minuman berpemanis. Bahkan, kenaikan harga bisa menyentuh hingga 30 persen.

Baca Selengkapnya
Keras, Politisi PDIP Tolak Rencana Program Pensiun Wajib Buatan Pemerintah
Keras, Politisi PDIP Tolak Rencana Program Pensiun Wajib Buatan Pemerintah

Rieke juga menyinggung sejumlah program dana pensiun yang dikelola BUMN namun berakhir dengan kasus.

Baca Selengkapnya