Pentingnya Peran Keluarga dalam Menurunkan Angka Stunting
Merdeka.com - Tingginya angka stunting di Indonesia merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Dalam upaya penurunan angka stunting ini, peran keluarga merupakan salah satu hal yang penting.
Direktur Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dr. Erna Mulati, M.Sc, CMFM menjelaskan keluarga memiliki peran dalam menurunkan angka stunting atau kekerdilan, salah satunya melalui pemanfaatan buku kesehatan ibu dan anak (KIA) sebagai medium pembelajaran.
“Buku revisi sudah begitu lengkap melihat beberapa faktor risiko yang kemungkinan terjadi pada ibu hamil dan anak-anak, serta terkait dengan pencatatan termasuk untuk pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak tersebut,” kata Erna beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
-
Bagaimana cara Kemenkes mencegah stunting? 'Apabila ditemukan suatu faktor resiko, jadi bisa dilakukan pencegahan,' tutur Laila.
-
Apa tujuan Kemenkes dalam mengatasi stunting? 'Harus ada upaya yang inovatif, perlu memperkuat intervensi yang ada targetnya agar bisa sama-sama menurunkan angka stunting,' ujar Laila Mahmuda di acara Media Gathering yang diselenggarakan oleh Halluu World & Sensitif di Mall of Indonesia (MOI), Kamis (24/08).
-
Siapa yang berperan dalam pencegahan stunting? Kami menyerukan kolaborasi lintas sektor yang lebih kuat, terutama di daerah-daerah terpencil, untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki akses ke air bersih dan sanitasi yang layak.
-
Bagaimana cara menurunkan angka stunting? “Anemia adalah salah satu risiko melahirkan bayi stunting, oleh karena itu orang tua khususnya ibu hamil perlu konsumsi buah dan sayur. Kualitas hidup pun perlu ditingkatkan dengan cara tidak merokok, minum alkohol dan begadang.
-
Bagaimana cara menurunkan stunting di Kudus? “Kami akan berupaya agar target zero (nol) kasus stunting di Kudus pada tahun 2024 bisa terwujud. Untuk itu kami juga membutuhkan komitmen bersama dari semua pihak,“ kata Bupati Kudus, Hartopo, dikutip dari ANTARA pada Selasa (27/6).
-
Siapa yang diajak Kemenkominfo untuk cegah stunting? Hal ini dikarenakan merekalah yang akan menjadi calon orang tua di masa depan.
Untuk kondisi bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), ia juga mengatakan Kemenkes juga telah mengembangkan buku KIA Khusus Bayi Kecil sejak tahun lalu mengingat intervensi yang dilakukan tidak sama dengan anak-anak dengan umur cukup bulan atau anak dengan berat badan normal.
Hingga saat ini, pemerintah telah menyediakan berbagai layanan dan program kesehatan, terutama terkait dengan stunting, sesuai siklus hidup mulai dari pada usia sekolah dan remaja, calon pengantin dan pasangan usia subur, hingga pelayanan KIA.
“Kami harapkan semua kelompok sasaran mendapatkan pelayanan secara lengkap sesuai dengan program yang ada di Kemenkes dan diturunkan sampai ke tingkat puskesmas,” kata Erna.
Tidak hanya keluarga atau masyarakat, Erna berharap pemerintah daerah terutama tingkat desa juga mendukung penurunan angka stunting dengan melakukan berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan nutrisi serta stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak.
Erna menjelaskan bahwa program penurunan angka stunting masuk di dalam sembilan upaya prioritas pembangunan nasional Indonesia. Menurutnya, permasalahan stunting jika didiamkan akan menimbulkan banyak masalah kesehatan lainnya seperti peningkatan penyakit degeneratif di usia dewasa muda.
Hasil survei Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021 menunjukkan prevalensi stunting (tinggi badan rendah menurut usia) di Indonesia berada di angka 24,4 persen. Sementara itu, wasting (berat badan rendah menurut tinggi badan) sebesar 7,1 persen dan underweight (berat badan rendah menurut usia) sebesar 17,0 persen.
“Wasted dan underweight menjadi fokus perhatian kita karena keduanya mempunyai kontribusi tiga kali lipat untuk menjadi stunting jika tidak dilakukan tata kelola dengan baik,” ujar Erna terkait data SSGI tersebut.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan sebanyak 23 persen anak lahir dengan kondisi sudah stunted akibat ibu hamil sejak masa remaja kurang gizi dan anemia. Sementara, setelah kelahiran stunting meningkat signifikan pada usia 6-23 bulan dari 21 persen menjadi 37 persen akibat kekurangan protein hewani pada MP-ASI yang mulai diberikan sejak usia 6 bulan.
Merujuk pada data tersebut, maka intervensi penurunan stunting perlu dilakukan sebelum dan setelah masa kelahiran. Erna mengatakan perempuan menghadapi kondisi kesehatan yang berisiko jika hamil, mulai dari tingginya kasus penyakit tidak menular hingga belum maksimalnya program keluarga berencana (KB).
Untuk mengatasi hal tersebut, Erna menjelaskan Kemenkes juga memiliki program pelayanan kesehatan masa sebelum hamil dalam mendukung penurunan angka kematian ibu (AKI), angka kematian bayi (AKB), serta stunting bagi calon pengantin dan pasangan usia subur, seperti konseling, informasi dan edukasi (KIE) kesehatan reproduksi hingga pelayanan KB.
Selain itu, Erna juga mengampanyekan pentingnya 1000 hari pertama kehidupan (HPK) untuk menurunkan dan mencegah masalah malnutrisi atau stunting. 1000 HPK merupakan periode emas pertumbuhan anak, dimulai sejak dalam kandungan (270 hari) hingga anak berusia dua tahun (730 hari).
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kemenkominfo mendorong generasi muda Pontianak melakukan aksi dan menjadi agen komunikasi pencegahan stunting.
Baca Selengkapnyauntuk mencegah stunting perilaku pola asuh orang tua kepada bayi dan balita perlu diperhatikan
Baca SelengkapnyaAgus Fatoni berharap dokter kandungan bisa menjadi ujung tombak kepada masyarakat mengenai pentingnya pengetahuan soal stunting.
Baca SelengkapnyaStunting tetap bisa terjadi pada anak yang berasal dari keluarga menengah ke atas.
Baca SelengkapnyaHasto Wardoyo, mengatakan, keluarga harus dijadikan arus utama pembangunan
Baca SelengkapnyaStunting rupanya tak hanya dialami anak dari keluarga miskin, tapi juga orang kaya.
Baca SelengkapnyaRemaja memiliki peranan penting dalam menurunkan angka stunting.
Baca SelengkapnyaPKK Kabupaten Pulau Taliabu bersama Dinkes melaksanakan Seminar dan Kampanye Gizi. Kegiatan tersebut merupakan rangkaian dari peringatan Hari Kesatuan Gerak.
Baca SelengkapnyaWamen Isyana menyampaikan, periode krusial pencegahan stunting ada pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Baca SelengkapnyaMasalah malnutrisi masih mengancam masa depan Indonesia. Penting untuk mengetahui cara pencegahan dan penanganannya.
Baca SelengkapnyaPeriode Emas 1000 HPK penting dipahami sebagai salah satu upaya untuk menekan angka gagal tumbuh pada anak atau stunting.
Baca SelengkapnyaBerdasarkan RPJMN 2020- 2024, prevalensi stunting ditargetkan turun hingga 14 persen pada 2023.
Baca Selengkapnya