Sejarah Penggunaan Masker, dari Masker Paruh Burung Abad ke-17 Hingga Menjadi Budaya
Merdeka.com - Pada saat ini, selain dompet dan ponsel, hal lain yang pasti selalu kita bawa adalah masker. Bukan hanya sekadar dibawan, masker ini juga perlu dipakai untuk menghindarkan penyebaran COVID-19.
Bersama dengan mencuci tangan dan menjaga jarak, menggunakan masker merupakan kewajiban yang harus selalu kita laksanakan di masa pandemi ini. Walau penggunaan masker mulai digencarkan pada saat pandemi COVID-19 ini, namun sesungguhnya hal ini bukanlah sesuatu yang baru.
Sebagian orang yang bepergian menggunakan sepeda motor telah biasa menggunakannya sebelum masa pandemi ini. Bahkan pada negara Asia Timur seperti Jepang atau Korea Selatan, penggunaan masker ini sudah merupakan kebiasaan sehari-hari bagi masyarakat di sana.
-
Kenapa pakai masker penting? Masker bisa mencegah penyakit-penyakit tersebut karena masker berfungsi sebagai penghalang fisik yang mengurangi kontak langsung antara droplets atau tetesan cairan yang keluar dari mulut dan hidung seseorang dengan orang lain.
-
Bagaimana cara menggunakan masker? Masker sebaiknya digunakan sekitar 1-3 kali seminggu, tergantung jenis kulit. Misalnya, masker clay cocok untuk kulit berminyak dan sebaiknya digunakan setelah toner. Sementara sheet mask bisa diterapkan setelah toner tetapi sebelum serum untuk memberikan hidrasi tambahan.
-
Kapan sebaiknya masker ini digunakan? Untuk mendapatkan hasil yang optimal, disarankan untuk menggunakan masker ini 2-3 kali dalam seminggu.
Dalam mencegah penyebaran penyakit, masker juga memiliki riwayat yang cukup panjang. Pada era modern ini, penggunaan masker telah dilakukan dengan tujuan mencegah penyebaran infeksi sejak Flu Spanyol tahun 1918.
Lebih jauh lagi, Dalam tulisannya di The Conversation, Catherine Carstairs, profesor di Departemen Sejarah University of Guelph, menjelaskan bahwa masker juga telah digunakan pada epidemi di abad ke-17. Pada saat itu, masker berbentuk paruh burung ini biasa digunakan dokter untuk mencegah persebaran wabah.
Masker Paruh Burung di Abad ke-17
©Wellcome Images
Wabah yang menyebar di abad ke-17 tersebut dipercaya menyebar melalui miasma, atau bau tak sedap melalui udara. Penggunaan masker paruh burung ini cukup berbeda karena pada bagian moncong tersebut diberi rempah-rempah, tanaman daun, serta tanaman obat untuk mencegah penularan penyakit.
Dilansir dari Ancient-Origins, model masker disertai pakaian ini diciptakan pada tahun 1619 oleh Charles de l’Orme, dokter kepala bagi raja Prancis dan keluarga Medici di Italia. Selain masker, pakaian ini juga meliputi topi kulit, jubah, serta tongkat untuk menjelaskan bahwa pemakainya merupakan seorang dokter.
Berdasar catatam sejarah, pakaian dan masker wabah ini juga digunakan pada wabah tahun 1656. Hingga saat ini, bentuk masker seperti ini masih kerap digunakan walau hanya untuk acara tertentu dan bukan dengan tujuan medis.
Penggunaan Masker di Masa Flu Spanyol
Pada awal abad ke-20, masker sebenarnya telah digunakan oleh dokter dan suster. Namun penggunaannya kemudian meluas pada masa pandemi flu Spanyol di tahun 1918.
Kewajiban menggunakan masker untuk mencegah persebaran flu ini menjadi sebuah kewajiban di Amerika Serikat pada saat itu. Bahkan pada saat itu, wanita di Amerika Serikat diminta untuk menjahit dan membuat masker demi kebutuhan negara.
Kewajiban menggunakan masker pada masa pandemi Flu Spanyol ini juga diterapkan di belahan dunia lain termasuk Jepang. Menurut sosiolog Mitsutoshi Horii, penggunaan masker pada saat itu dianggap sebagai sebuah simbol modernitas.
Pada beberapa tempat, diketahui bahwa seseorang yang tidak menggunakan masker bisa mendapat hukuman. Hal ini tentu serupa dengan yang terjadi pada saat ini.
Penggunaan masker ini diketahui cukup sukses mencegah penyebaran infeksi secara merajalela. Tentu saja, flu Spanyol juga bisa dicegah berat penemuan vaksin dan pemberiannya.
Budaya Penggunaan Masker di Negara Asia Timur
Pada pandemi COVID-19 ini, kasus pertama ditemukan di Wuhan, China dan kemudian menyebar ke negara-negara tetangga. Walau begitu, berbeda dari sejumlah negara lain termasuk Indonesia, imbauan untuk mengggunakan masker tidak menjadi masalah.
Bagi sebagian besar negara Asia Timur, penggunaan masker ini sudah menjadi sebuah kebiasaan. Hal ini tentu saja tidak terjadi begitu saja namun terjadi berkat pelajaran yang diambil masyarakat.
Dilansir dari Fair Observer, Asia Timur merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk cukup tinggi. Selain itu, ketersediaan transportasi yang baik menyebabkan masyarakat bisa berpindah tempat dengan mudah. Kedua hal tersebut, menjadikan persebaran virus sangat mudah terjadi.
Sebagai contoh, persebaran kasus SARS pad 2002-2003 dan flu burung pada tahun 2009 menjadi alasan masyarakat di Asia Timur cukup disiplik dalam menggunakan masker. Lebih lanjut, hal ini akhirnya masuk menjadi keseharian mereka.
Selain karena sejarah, penggunaan masker di Asia Timur ini disebabkan karena alasan kebersihan sehari-hari. Sejumlah orang menggunakan masker untuk menutupi masalah kulit mereka serta menghindari sengaran cahaya matahari.
Selain itu, penggunaan masker ini juga bisa bertujuan mencegah paparan asap knalpot. Penjual makanan menggunakan masker untuk mencegah terjadinya percikan. Sedangkan lansia menggunakannya untuk mencegah tertular dari penyakit.
(mdk/RWP)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bentuk APD yang dikenakan dokter zaman dulu cukup aneh. Bahkan ada yang beranggapan bentuknya menyeramkan.
Baca SelengkapnyaMenggunakan masker adalah langkah pencegahan, bukan hanya untuk COVID-19, tapi juga berbagai macam virus lainnya.
Baca SelengkapnyaDulunya payung dianggap sebagai status sosial dalam masyarakat lho, apa lagi fakta unik lainnya?
Baca SelengkapnyaVirus ini sudah menyebar di Indonesia, namun belum terdeteksi menyebar di Kota Yogyakarta
Baca SelengkapnyaJangan Sampai Terserang ISPA di Musim Pancaroba, Lakukan Hal Ini
Baca SelengkapnyaBiasanya, orang dewasa kerap mencium balita saat kumpul bersama keluarga di momen Lebaran.
Baca SelengkapnyaDengan melakukan tindakan pencegahan, Anda dapat membantu mencegah penularan batuk rejan dan mengurangi risiko komplikasi yang serius.
Baca SelengkapnyaGedung heritage Bio Farma Bandung menyimpan perkembangan vaksin di Indonesia
Baca SelengkapnyaBeredar Surat Edaran (SE) Kementerian Kesehatan mewajibkan masyarakat pakai masker, benarkah?
Baca SelengkapnyaMerdeka.com menangkap berbagai momen dramatis pandemi Covid-19 sepanjang tiga tahun melanda Indonesia. Berikut foto-fotonya:
Baca SelengkapnyaPolusi Udara Jakarta berada pada fase terburuk dan memicu berbagai penyakit
Baca Selengkapnya