Pernah Jadi Korban Gas Air Mata, I Putu Gede Berharap Tragedi Kanjuruhan Tak Ditutup-tutupi
Merdeka.com - Bola.com, Malang - Pelatih PSMS Medan, I Putu Gede, terkesiap saat mendengar Tragedi Kanjuruhan yang muncul selepas pertandingan Arema FC vs Persebaya Surabaya (1/10/2022). Hingga berita ini diturunkan, setidaknya 131 nyawa melayang.
Ia semakin mengelus dada setelah melihat video yang beredar di dunia maya. Gas air mata dianggap menjadi pemicu Tragedi Kanjuruhan sebagai insiden paling kelam di dunia sepak bola pada abad ke-21 ini.
Putu Gede pun lantas teringat dengan kejadian puluhan tahun lalu saat masih menjadi pesepakbola. Tepatnya pada semi-final Liga Kansas yang mempertemukan Bandung Raya kontra Mitra Surabaya pada Juli 1997 silam.
-
Kenapa suporter meninggal di Stadion Kanjuruhan? Banyaknya korban jiwa disebabkan penggunaan gas air mata oleh polisi dan diperparah pintu stadion terkunci sehingga terjadi penumpukan massa di satu lokasi.
-
Siapa yang mengalaminya di Indonesia? Riskesdas 2018, menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia di atas 15 tahun mengalami gangguan mental emosional.
-
Siapa korban kebakaran? Atas kejadian itu, mengakibatkan satu orang meninggal dunia atas nama Cornelius Agung Dewabrata (59).
-
Apa yang dialami korban? 'Dia alami luka cukup serius. Setelah kejadian, korban kemudian dilarikan ke RSUD Dekai, guna mendapatkan penanganan medis,' kata Kapolres Yahukimo AKBP Heru Hidayanto.
-
Bagaimana kondisi korban jembatan kaca? Satu orang yang jatuh ke tanah mengalami patah tulang pinggul, sementara satu wisatawan lagi yang jatuh meninggal dunia.
-
Siapa yang menjadi korban kebakaran? Tragedi kebakaran ini pertama kali ditemukan oleh keponakannya, Nurul Mufid (40). Ia melihat api berkobar di belakang rumah dan langsung mengecek sumbernya, menemukan tumpukan daun dan ranting bambu kering di pekarangan. Namun, saat itu Mufid belum menyadari bahwa pamannya terjebak di tengah api yang berkobar.
Pertandingan yang dihelat di Stadion Utama Gelora Bung Karno tersebut tak akan pernah hilang dari ingatannya. Saat itu, pihak keamanan juga menembakkan gas air mata setelah terjadi kericuhan penonton.
Korban Gas Air Mata
Polisi dan tentara berdiri di tengah asap gas air mata saat kerusuhan pada pertandingan sepak bola antara Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022. Ratusan orang dilaporkan meninggal dunia dalam tragedi kerusuhan tersebut. (AP Photo/Yudha Prabowo)Putu Gede tahu betul rasanya terkena gas air mata. Padahal saat itu, ia tak terlibat langsung dalam kericuhan tersebut.
Imbasnya, beberapa pemain terpaksa dilarikan ke rumah sakit. Mereka pingsan setelah menghirup gas yang berputar-putar di dalam stadion.
"Jadi saya juga enggak tau, kok tiba-tiba pedih mata kan. Terus baunya kok menyengat banget waktu itu. Karena mungkin kondisi lelah ya waktu itu dan kondisi kami habis intensitas tinggi. Saya enggak kepikiran itu gas air mata," ujarnya.
"Tapi pas saya kucek mata kok tambah parah. Akhirnya saya lari. Tapi kok dada malah tambah sesak, pengen muntah. Di samping lapangan itu disiram air. Ada yang bilang 'ini gas air mata'. Jadi baru tahu ini yang namanya gas air mata. Terus itu saya sudah enggak sadar, bangun-bangun sudah di rumah sakit. Ya untungnya gak parah ya, gak terjadi apa apa," lanjut Putu.
Trauma
Eks kapten Arema Malang era 2004-2006, I Putu Gede Swisantoso, dipercaya melatih tim U-14 ASIFA untuk turnamen di Eropa. (Bola.com/Iwan Setiawan)Putu Gede beruntung tak mengalami dampak fisik serius dari insiden tersebut. Ia pun diperbolehkan segera pulang pada dini hari setelah dirawat beberapa jam di rumah sakit.
Tetapi pria kelahiran Denpasar itu mengaku mengalami trauma dengan kejadian tersebut. Apalagi, ia dan pemain lain yang terkena gas air mata 'terpaksa' harus menuntaskan laga yang dilanjutkan keesokan harinya.
"Karena tuntutan ya harus selesaikan sisa pertandingan, harus ikuti walaupun kondisi enggak stabil. Terutama psikologis waktu itu. Kan habis kami kena situasi seperti itu terus main lagi, itu yang bikin aduh ini mampu enggak ini," paparnya.
Simpan Video Kejadian
Pelatih PSS Sleman, I Putu Gede. (Dok. PSS Sleman)Peristiwa tersebut benar-benar membekas di benak pelatih berusia 48 tahun itu. Ia bahkan masih menyimpan video dari kejadian tersebut.
Setiap mendengar penggunaan gas air mata di dalam stadion, ingatannya pun selalu kembali dengan insiden yang pernah dialami. Tragedi Kanjuruhan membuat traumanya seolah kembali.
"Makanya pas tahu kabar kejadian di Kanjuruhan, saya langsung ingat saat saya kena gas air mata. Pasti panik, pasti sedih karena saya pernah mengalami. Apalagi yang kena juga ada ibu-ibu, anak anak. Pasti lebih panik. Pasti sudah. Sedihnya disitu," sesalnya
Khawatir Peristiwa di Pekanbaru
Polisi menembakkan gas air mata saat kerusuhan pada pertandingan sepak bola antara Arema Vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur, 1 Oktober 2022. Menurut Kapolda Jawa Timur Irjen Pol Nico Afinta, hingga saat ini terdapat kurang lebih 180 orang yang masih menjalani perawatan di sejumlah rumah sakit tersebut. (AP Photo/Yudha Prabowo)Belum lama ini, rasa traumanya juga sempat muncul kala memimpin Ayam Jantan Kinantan, julukan PSMS, saat melawat ke markas PSPS Riau dalam lanjutan Liga 2 medio September lalu.
Suporter tuan rumah mengamuk lantaran PSMS berhasil mengungguli tim kesayangannya. Aksi lempar-lempar kursi pun tak terhindarkan dari tribun penonton.
Beruntung, pihak keamanan lebih bijak dengan tak menggunakan senjata kimia tersebut.
"Saya ngomong ke asisten pelatih sama anak-anak PSMS. Waduh ini jangan sampai nembak gas air mata, bisa-bisa kita kena ini. Ternyata mereka hanya pakai water canon. Lantas kenapa di Kanjuruhan pakai gas air mata?" tanyanya.
Hukum Harus Ditegakkan
Di sana, ia bertemu dengan keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. Ia pun memberikan santunan kepada keluarga korban. (AFP/Handout/Indonesia Presidential Palace)Putu Gede yang pernah membela panji Arema, sangat terpukul dengan insiden tragis di Kanjuruhan. Ia berharap tragedi yang telah disoroti dunia Internasional ini, tak lagi ditutup-tutupi seperti kejadian-kejadian sebelumnya.
"Harus ada pembenahan dan mesti ada yang bertanggung jawab. Karena jaman saya dulu, tidak ada yang tanggung jawab. Sekarang harus diubah dong. Jamannya sudah beda enggak kayak dulu," tegasnya.
"Harus diselesaikan, harus diusut tuntas. Kalo dulu bisa ditutupi, kalo sekarang kan jamannya udah keterbukaan. Ya yang salah harus dihukum. Ini kan sudah menghilangkan nyawa. Harus ada pembenahan, semua untuk sepakbola kita," jelas I Putu Gede memungkasi. (mdk/)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bentrokan antara suporter dan aparat keamanan terjadi, memaksa polisi untuk menggunakan gas air mata guna menghindari eskalasi lebih lanjut.
Baca SelengkapnyaKekerasan dalam sepak bola masih jadi PR berat bagi Indonesia. Sejak tahun 1994 hingga 1 Oktober 2022, sebanyak 230 nyawa melayang karena sepak bola.
Baca SelengkapnyaAnies bertanya sikap Ganjar perihal kasus Kanjuruhan dan KM 50.
Baca SelengkapnyaBersepeda dari Malang ke Jakarta, Midun yang merupakan ASN Pemkot Malang tuntut keadilan untuk para korban tragedi kanjuruhan.
Baca SelengkapnyaPak Midun menangis setibanya di sana dan melakukan sujud syukur di samping sepedanya.
Baca SelengkapnyaKeluarga juga menyebut Kombes Irwan pernah meminta keluarga korban mengiklaskan kematian GRO. Hal itu membuat korban curiga ada sesuatu yang tak beres.
Baca SelengkapnyaMenurut Hasto, pengungkapan tragedi Kudatuli diharapkan mampu menghilangkan kekuasaan yang menindas.
Baca SelengkapnyaErick menegaskan, bahwa PSSI berkomitmen untuk mendorong pemberian hukuman maksimal.
Baca SelengkapnyaKetum PSSI Erick Thohir menanggapi aspirasi keluarga korban tragedi Kanjuruhan yang menuntut keadilan.
Baca SelengkapnyaSetahun lalu, 1 Oktober 2022 peristiwa berdarah yang menewaskan ratusan orang terjadi di Stadion Kanjuruhan Malang. Hingga kini, korban belum dapat keadilan.
Baca SelengkapnyaMenurut Ganjar, peristiwa Kudatuli bukan sekedar penyerangan fisik, tetapi juga tekanan dari rezim yang berkuasa.
Baca SelengkapnyaPutu Kholis menegaskan keberpihakannya kepada keluarga korban tragedi Kanjuruhan.
Baca Selengkapnya