Harus Mengungsi saat Hujan, Kisah Keluarga Tinggal di Gubuk Reyot Ini Bikin Pilu
Merdeka.com - Mempunyai rumah yang nyaman adalah impian banyak orang. Punya tempat berlindung dari panas terik dan hujan, tentunya membawa kebahagiaan tersendiri bagi setiap orang yang mendambakannya.
Namun pada kenyataannya, tak semua orang bernasib baik. Sebagian besar justru hidup dalam kekhawatiran karena tak punya tempat 'berteduh' yang layak.
Hal ini persis seperti yang dialami oleh sebuah keluarga yang tinggal di Desa Manawa, Kecamatan Patilanggio, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo. Sepasang suami istri dan empat orang anaknya, tinggal di sebuah rumah kecil yang reyot, yang bisa dibilang tak layak huni.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
-
Dimana keluarga ini tinggal? Rumah yang ia tempati merupakan warisan orang tuanya. Jalan berliku harus dilalui untuk sampai di rumah Kasimin. Perjalanan kemudian harus dilanjutkan dengan berjalan kaki menuruni tebing.
-
Bagaimana kondisi rumah? Meskipun demikian, menariknya beberapa perabotan masih tersusun rapi.
-
Siapa yang tinggal di rumah nyaris roboh? Sang pemilik, Abun (63), tak bisa berbuat banyak lantaran hidup di bawah garis kemiskinan.
-
Apa kondisi rumah keluarga Muhanah? Agar tetap berdiri, rumah ini bahkan sampai harus disangga tiang kayu karena hampir roboh.
-
Siapa yang tinggal di gubuk reyot itu? Seperti inilah gubuk yang ditempati Samudi, seorang kakek berusia 66 tahun warga Kampung Cipalid, Desa Banjarsari, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak.
Kondisi rumah milik Inggo Tuluki ini jadi sorotan setelah banyak beredar di media sosial. Hanya berukuran 2x4 meter, berikut kisah pilu Inggo Tuluki dan keluarganya, dilansir dari Liputan6.com.
Tinggal di Rumah Reyot Beratapkan Jerami yang Berlubang
liputan6.com ©2020 Merdeka.com
Inggo dan keluarganya selama ini tinggal di rumah reyot, beralaskan tanah dengan atap dari jerami yang kini kondisinya memprihatinkan. Atap rumah mereka rusak, bahkan berlubang.
Inggo mengaku, kondisi rumah mereka memang sudah seperti ini sejak lama. Di rumah yang tak luas, hanya seukuran 2x4 meter ini, Ia bersama istri dan empat anaknya menghabiskan hari-hari bersama.
Harus Mengungsi Saat Hujan
Tinggal di rumah yang atapnya bolong, tentu tak mudah bagi keluarga ini. Hujan menjadi momok yang selalu menghantui Inggo dan keluarganya. Jika hujan turun, Inggo biasanya terpaksa harus mengungsikan anak-anaknya ke tempat yang aman agar tidak kebasahan."Kalau hujan, air pasti masuk dalam rumah melalui atap yang bocor. Bahkan Kalau hujan tak kunjung reda, kami pasti cari rumah keluarga yang bisa untuk menginap sementara" kata Inggo.
Tak Punya Biaya Perbaiki Rumah
Tinggal di rumah dengan kondisi yang memprihatinkan tak pernah jadi impian Inggo dan keluarganya. Bukannya tak mau punya tempat tinggal yang lebih nyaman, tapi Inggo tak punya biaya untuk memperbaiki rumahnya.Ia sehari-hari hanya bekerja sebagai tukang panjat kelapa, di mana upahnya untuk mencukupi kebutuhan keluarga saja sudah pas-pasan.
Tak Ada Bantuan dari Pemerintah
Disinggung mengenai bantuan pemerintah, Inggo mengaku hingga saat ini belum pernah menerima bantuan dari pemerintah untuk memperbaiki rumahnya. Ia bilang, memang setiap tahun ada saja perwakilan dari pemerintah yang datang melihat rumahnya, tapi berujung hanya foto-foto saja. Setelah itu tak ada lagi kelanjutannya."Setiap tahun mereka datang hanya foto-foto saja, mereka mengatakan akan dapat bantuan. Tetapi hingga kini tidak ada," tuturnya.Meski begitu, Ia menerima bantuan dari Program Keluarga Harapan (PKH) senilai Rp250 ribu yang diterima setiap tiga bulan sekali. (mdk/far)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setiap hari, sang istri mengasuh anaknya sambil bersabar menunggu suami pulang berburu ke hutan untuk makan sore ini.
Baca SelengkapnyaPria ini tinggal di gubuk yang terletak di tengah kebun jati milik seorang warga bersama anaknya.
Baca SelengkapnyaSudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
Baca SelengkapnyaDisaat semua warga pindah, keluarga ini memilih bertahan di kampung mati.
Baca SelengkapnyaYadi dan Onih jadi salah satu warga Kota Sukabumi yang hidup dalam garis kemiskinan dan membutuhkan bantuan.
Baca SelengkapnyaKeluarga ini tinggal di sebuah gubuk di pinggir kali yang rawan banjir dan longsor, beratap terpal dan beralas kardus.
Baca SelengkapnyaKondisi rumah Idris rapuh. Atapnya terbuat dari daun rumbia yang hampir hancur, dinding anyaman bambunya juga berlubang dan penuh rongga. Ia butuh bantuan.
Baca SelengkapnyaDitinggal orangtua, dua bocah ini harus tinggal sebatang kara. Aksi kakak rawat adik seadanya begitu menyayat hati.
Baca SelengkapnyaTerjangan banjir bandang telah meluluhlantakkan rumah-rumah warga di Ganting, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Baca SelengkapnyaDua kakak beradik itu pun bertahan hidup dengan memprihatinkan.
Baca SelengkapnyaPotret kehidupan masyarakat di desa pedalaman di Cianjur, Jawa Barat.
Baca Selengkapnya