Siswanya Tak Punya Internet, Guru Ini Rela Tempuh 80 KM Demi Mengajar Saat Pandemi
Merdeka.com - Pandemi COVID-19 memang membawa dampak pada banyak sektor kehidupan, salah satunya pendidikan. Sejak pandemi ini merebak di Tanah Air, pemerintah membuat kebijakan untuk meliburkan seluruh siswa agar belajar dari rumah untuk menekan penyebaran COVID-19 ini.
Kegiatan belajar mengajar secara tatap muka kemudian diganti dengan proses pembelajaran melalui daring yang membutuhkan jaringan internet. Namun sayangnya, tidak semua daerah dan anak di Indonesia memiliki fasilitas yang memadai untuk melakukan proses belajar dari rumah. Seperti yang terjadi di Kabupaten Konawe, Sulawesi Utara.
Proses belajar mengajar guru dan siswa di Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara saat pandemi COVID-19 ini sangat memprihatinkan. Salah satu wilayah di kabupaten yang kaya hasil tambang itu nyaris tidak memiliki jaringan internet.
-
Di mana warga negara tidak terkoneksi internet? Mereka menyebutkan bahwa sebanyak 2,7 miliar orang di dunia belum mendapatkan akses internet.
-
Kenapa siswa Binus belajar online? 'Enggak ada (Drop out), kita tadi nanya belajarnya daring semuanya karena lagi ada proses hukum. Tapi tetap hak pendidikan dapat.' Menurut Tri, kebijakan belajar daring hanya diterapkan Binus School terhadap siswa-siswa yang berkaitan dengan perundungan di warung ibu gaul.
-
Bagaimana guru Banyuwangi harus beradaptasi? Guru harus beradaptasi dengan sistem pembelajaran yang sesuai dengan jaman generasi sekarang.
-
Dimana anak Komeng bersekolah? Keduanya lulus dari International Islamic School (IISS).
-
Dimana warga terdampak kekeringan? BPBD Kabupaten Cilacap mencatat jumlah warga yang terdampak kekeringan di wilayah tersebut mencapai 9.153 jiwa dari 3.011 keluarga.
-
Bagaimana Banyuwangi mendukung pembelajaran bagi anak-anak berkebutuhan khusus? 'Dengan demikian, layanan dan pembelajaran yang diterapkan para GPK betul-betul tepat sesuai kondisi anak didik berkebutuhan khusus-nya. Harapannya ini bisa memaksimalkan prestasi mereka,' kata Ipuk.
Diketahui, Konawe Utara menjadi kabupaten bebas COVID-19 di Sulawesi Utara, di mana Pemerintah Daerah setempat mengambil kebijakan pembatasan ketat transportasi dan jalur keluar masuk orang di wilayah itu.
Tidak Semua Siswa Memiliki HP
Dilansir dari liputan6.com, salah satu sekolah yang terdampak pandemi adalah SMPN 2 Oheo. Pembelajaran dari rumah bagi siswa di sekolah ini tidak mudah untuk dilakukan. Hal ini karena tidak semua pelajar memiliki handphone dengan jaringan internet. Ini juga terjadi di hampir sekolah lain di daerah tersebut.
Kondisi ini akhirnya memaksa guru-guru sekolah mengunjungi rumah siswa satu per satu untuk mengajar.
Akses Tempat Tinggal yang Sulit
Tidak hanya soal alat komunikasi saja, kendala lain yang dihadapi siswa dan guru di sana adalah tidak semua siswa tinggal di lokasi depan jalan poros trans Sulawesi.
Banyak dari mereka yang tinggal di wilayah transmigrasi dan perkebunan yang harus ditempuh dengan jalur sulit.
Astuti Mengajar di 10 Rumah Siswa
Salah seorang guru, Astuti menceritakan, saat pandemi COVID-19 kelas yang diajarnya libur. Akhirnya Ia mengajar di rumah 10 orang siswa dari 23 orang siswa di kelasnya.Ia mengatakan, hanya sembilan orang siswa yang memiliki handphone sedangkan sisanya belum memiliki fasilitas untuk belajar jarak jauh."Awalnya ini inisiatif kepala sekolah, setelah dilihat efektif maka diteruskan sampai hari ini," ujar Astuti.
Sulit Mendapatkan Akses Jaringan Internet
Astuti juga menceritakan, lokasi Kecamatan Oheo sebagian besar di antaranya sulit mendapatkan akses jaringan internet. Sebelumnya, siswa menawarkan agar mereka saja yang menuju lokasi bersinyal internet saat guru memberikan tugas."Tapi, kami khawatir terjadi apa-apa saat mereka tinggalkan rumah, lebih baik kami yang menuju ke rumah mereka," ujarnya.
Harus Menempuh Jarak 80 KM Lebih
Guru kelas VII ini menceritakan, saat pandemi COVID-19 dan sekolah libur, Ia memilih tinggal di Kota Kendari. Sehingga, saat ada tugas sekolah Ia harus bolak-balik Kendari dan lokasi mengajar di Konawe Utara sejauh 80 kilometer lebih.Mengendarai motor seorang diri, Astuti harus melalui jalur yang tidak mudah. Apalagi saat cuaca hujan, medan yang dilalui cukup menguras tenaga."Namun, kami harus selesaikan tugas mengajar demi siswa. Beruntung kepala sekolah mengerti kami guru-guru, masih diberikan makanan dan sedikit akomodasi untuk mengunjungi siswa di rumah," tambahnya. (mdk/far)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Guru itu sedang mendampingi siswa-siswi yang akan mengikuti ujian berbasis komputer.
Baca SelengkapnyaGuru dan murid sekolah di Palembang harus kembali menjalani pembelajaran jarak jauh gara-gara kabut asap karhutla yang tak kunjung teratasi.
Baca SelengkapnyaPerjuangan guru yang mengajar di sekolah terpencil ini viral di tiktok, berangkat lewati jalan berlumpur hingga muara.
Baca SelengkapnyaPerjalanan ke tempat bertugasnya itu harus ditempuh dengan penuh perjuangan.
Baca SelengkapnyaBahkan, para guru ini harus menggunakan perahu untuk menuju ke tempat sekolah tersebut.
Baca SelengkapnyaNorma masuk dalam 43 guru peraih penghargaan dari Direktorat Jenderal (Ditjen) Guru dan Tenaga Kependidikan.
Baca SelengkapnyaBerjibaku memenuhi kebutuhan hidup, sang guru lantas rela menjadi pemulung usai mengajar.
Baca SelengkapnyaSetiap hari mereka menyeberang sungai itu tanpa didampingi orang tua
Baca SelengkapnyaWarga harus berjuang keras untuk mendapatkan air di tengah bencana kekeringan.
Baca SelengkapnyaAwalnya, ia merasa tugas ini berat karena perjalanan yang melelahkan dan fasilitas yang terbatas, namun kenyataannya berbeda dari yang dibayangkannya.
Baca SelengkapnyaTantangan yang dihadapinya bukan hanya soal jalanan yang rusak, tetapi juga hewan-hewan liar di sepanjang perjalanan.
Baca Selengkapnya