4 Alasan mengapa Telegram adalah aplikasi chat yang disukai teroris
Merdeka.com - Telegram telah diblokir di Indonesia. Dengan alasan bahwa aplikasi ini dekat dengan terorisme dan radikalisme, Menkominfo pun memblokir penggunaan aplikasi messaging asal Rusia ini.
Hal ini sama sekali tak salah. Melansir riset dari Middle East Media Research Institute, Telegram adalah "Aplikasi pilihan" dari teroris, terutama ISIS.
Tak bisa dipungkiri, berbagai peristiwa terorisme besar dunia sedikit banyak melibatkan Telegram. Melansir VOx yang mengutip TechCrunch, Washington Post, dan jurnal Combating Terrorism Centre, Telegram digunakan anggota ISIS untuk menyebar propaganda di serangan Paris 2015 lalu, perekrutan pelaku penyerangan Christmas market di Berlin tahun lalu, dan juga untuk mengarahkan pelaku penembakan di Reina nightclub Istanbul malam tahun baru lalu.
-
Kenapa Telegram menjadi platform favorit jaringan kriminal di Asia Tenggara? Laporan tersebut juga menunjukkan adanya bukti kuat mengenai pasar data gelap yang beralih ke Telegram, di mana penjual secara aktif menargetkan kelompok kejahatan terorganisir transnasional yang beroperasi di Asia Tenggara.
-
Kenapa pemerintah Indonesia meminta Apple blokir aplikasi Temu? Permintaan ini bertujuan untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
-
Kenapa Aplikasi TEMU diblokir? Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir aplikasi ini karena tidak terdaftar sebagai Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) di Indonesia. Tindakan ini diambil sebagai respons terhadap kekhawatiran mengenai keamanan data pengguna dan persaingan tidak sehat bagi UMKM lokal.
-
Bagaimana jaringan kriminal Asia Tenggara menggunakan Telegram? Menurut laporan UNODC, aktivitas ilegal yang terjadi di platform tersebut meliputi perdagangan data hasil peretasan, seperti informasi kartu kredit, password, dan riwayat penelusuran.
-
Dimana aktivitas ilegal di Telegram terjadi? Laporan tersebut juga menunjukkan adanya bukti kuat mengenai pasar data gelap yang beralih ke Telegram, di mana penjual secara aktif menargetkan kelompok kejahatan terorganisir transnasional yang beroperasi di Asia Tenggara.
-
Kenapa TEMU diblokir Kominfo? Dengan langkah pemblokiran ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menindaklanjuti aplikasi yang tidak sesuai dengan regulasi yang berlaku dan turut menjaga UMKM demi kemajuan perekonomian Indonesia.
Lalu mengapa Telegram disukai teroris? Berikut penjelasannya.
Telegram adalah aplikasi yang dijamin super aman
Pavel Durov, founder dan CEO Telegram, menyebut bahwa Telegram adalah aplikasi messaging yang aman. Dilindungi enkripsi, Telegram membuat berbagai informasi yang dibagi secara privat akan selalu bersifat privasi. Telegram sendiri dengan tegas menolak untuk memberi 'pintu belakang' akses informasi untuk agen intelejen dari para pengguna Telegram. Padahal di bulan April lalu, pada kasus penyerangan di St. Petersburg, Rusia, para pelaku terbukti menggunakan Telegram.
Durov sendiri menekankan bahwa Telegram tak akan membagi data rahasia pengguna dengan siapapun. Hal ini karena privasi benar-benar hal yang diunggulkan dan seakan-akan jadi 'merek dagang' Telegram.
Dengan 'menjual' privasi, Telegram memimpin di antara aplikasi yang menawarkan fitur serupa. Dilansir dari TechCrunch, ada 100 juta pengguna aktif hingga 2016.
Fitur yang diunggulkan dari Telegram soal privasinya adalah 'end-to-end encryption yang membuat siapapun tak akan bisa mengakses sebuah pesan kecuali pengirim dan penerima, secret chatroom, serta destructing messages.
Seorang pakar anti-teroris dari George Mason University, Ahmet S. Yayla, menyebut bahwa Telegram punya reputasi yang baik soal privasi, karena terkenal tak bisa didekripsi. Hal ini menarik bagi ISIS, karena menurut Ahmet, "Teroris menyukai gagasan soal privasi" dalam konteks penyebaran propaganda.
Fitur kanal dan chat rahasia ada di satu platform
Para pengguna Telegram dapat berkomunikasi dalam berabgai bentuk: mulai dari private messages, secret chat, group, serta channel. Channel, atau kanal, adalah fitur di Telegram yang terbuka untuk publik. Sementara secret chat akan sangat terlindungi privasinya, karena diproteksi oleh enkripsi yang canggih.
Menurut Jade Parker, periset di grup riset TAPSTRI yang khusus mengamati penggunaan internet oleh teroris, kombinasi berbagai fitur Telegram ini membuat ISIS menyukainya. Telegram digunakan ISIS sebagai media "kontrol dan komando".
"Mereka memulainya (propaganda) di Telegram, lalu dibagi ke berbagai platform. Jadi, informasi dimulai di aplikasi (Telegram) lalu disebar ke Twitter dan acebook," ungkap Parker.
Kembali ke fitur Telegram yang disukai teroris, Parker menyebut bahwa fitur yang paling disukai adalah secret chat. Secret chat adalah fitur yang diproteksi oleh end-to-end encryption. Cara kerjanya adalah setiap pengguna diberi kunci digital yang unik saat mereka berkirim pesan. Untuk mengakses pesan tersebut, penerima harus memiliki kunci yang sesuai dengan pengirimnya secara tepat. Jadi akan mustahil pesan ini akan diakses siapapun, bahkan polisi dan intelejen.
Polisi dan intelejen mungkin bisa mengidentifikasi siapa berbicara dengan siapa di pesan tersebut. Namun mereka sama sekali tak memiliki cara untuk tahu apa yang dibicarakan satu sama lain. Bahkan, Telegram sendiri tak tahu apa yang ada dalam pesan ini. Kontrol informasi benar-benar dari pengguna.
Aplikasi lain seperti WhatsApp dan Viber memiliki fitur serupa, namun Telegram jauh lebih istimewa. Ada fungsi di Telegram berupa self-destruct timer. Hal ini berupa opsi sebelum mengirim pesan, pengirim bisa memilih untuk melakukan penghitungan waktu mundur untuk secara otomatis menghapus pesan. Jika ini dipilih, beberapa waktu setelah pesan dibaca, pesan akan secara otomatis dan permanen hilang dari dua perangkat.
Pembuatan akun yang mudah
Dibanding beberapa platform media sosial lain, membuat akun di Telegram adalah salah satu yang paling mudah. Pengguna hanya perlu membuat akun hanya dengan nomor ponsel. Dari nomor tersebut, kode akses akan dikirim oleh Telegram. Masalahnya, menurut Yayla dan Parker, sudah jadi praktik umum oleh teroris untuk memasok nomor ponsel yang digunakan untuk kode akses Telegram, lalu menggunakan nomor lain. Nomor kode akses ini akan dibuang. Hal ini bertentangan dengan apa yang dilakukan sebagian besar pengguna aplikasi chat.
Selain soal kemudahan, para teroris tak akan 'diusir' dari Telegram. Menurut Todd Helmus, pakar terorisme dan media sosial dari RAND Corporation, dulu teroris tidak menggunakan Telegram, namun Twitter. Twitter sendiri, bersama banyak platform seperti Facebook, Instagram, dan YouTube, akhirnya memerangi terorisme dengan menghapus banyak sekali akun radikal dan teroris. Di blog resminya, Twitter menyebut kalau mereka telah menghapus 360.000 akun terkait teroris di tahun 2016.
Di sisi lain, Telegram yang menjunjung privasi tak akan ketahuan kalau aplikasinya digunakan untuk penyebaran propaganda terorisme, selama hal tersebut dilakukan melalui private messages dan juga secret chat. Meski demikian, ada 78 kanal publik Telegram yang dihapus, karena terkait dengan serangan Paris 2015 lalu.
Bisa kirim file dalam jumlah besar
Selain sebagai alat komunikasi teroris, Telegram dianggap aplikasi yang paling mumpuni dan memiliki kemampuan lebih dibandingkan media sosial lainnya.
"Dengan menggunakan web itu, teroris punya kemampuan lebih. Bisa melakukan transfer file sebesar 1,5 GB itu hanya melalui web. Di situlah mereka bertransfer informasi," kata Dirjen Aplikasi Informatika Kemkominfo Semuel A Pangerapan di Kantor Kemkominfo di Jakarta, Senin (17/7).
Semmy menyebut bahwa dari penemuan timnya para teroris ini juga menggunakan web base untuk berkomunikasi. Alasannya karena manfaatnya lebih terasa. Pemblokiran aplikasi Telegram tersebut kata dia sebagai peringatan keras kepada siapapun yang ternyata memanfaatkan media sosial untuk hal-hal negatif.
"Ini juga sebagai peringatan keras karena kita tahu bahwa masyarakat ternyata memanfaatkan untuk yang lainnya (negatif). Makanya kita menegaskan sekali agar mereka berkoordinasi dengan kita untuk masalah yang berbahaya ini," kata dia.
Meski begitu Semmy menjelaskan pihaknya tak bermaksud melakukan pemantauan kepada masyarakat. Sebab pemantauan tersebut hanya dilakukan kepada pihak-pihak yang diduga akan memantau keamanan negara.©
"Kami tidak ingin memantau masyarakat, kami hanya ingin memantau pihak yang berniat merusak tatanan dan keamanan negara ini, karena kita ingin menegakkan kedaulatan," ujar dia.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Otoritas Ukraina melarang penggunaan Telegram di kalangan militer dan orang-orang yang berkaitan dengan keamanan nasional.
Baca SelengkapnyaBudi mengatakan, sudah banyak bukti jika Telegram kerap mengizinkan konten judi online dalam aplikasinya.
Baca SelengkapnyaPlatform digital Telegram tidak kooperatif dalam penanganan judi online.
Baca SelengkapnyaKominfo telah memblokir akun-akun yang terindikasi menyebar paham radikalisme.
Baca SelengkapnyaKemkomdigi mengatakan telah memblokir saluran Telegram yang terafiliasi dengan judi online. Hal ini disampaikan melalui akun YouTube Kemkomdigi TV
Baca SelengkapnyaElon Musk justru pemerintah Prancis menangkap Mark Zuckerberg bukan Pavel Durov.
Baca SelengkapnyaSalah satu simpatisan ISIS bergerak sendiri adalah DE, karyawan BUMN yang ditangkap Densus 88 Antiteror Polri.
Baca SelengkapnyaMenteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) menganggap platform media sosial kurang pro aktif berkomunikasi dengan pemerintah terkait pemberantasan judi online.
Baca SelengkapnyaAda rangkaian proses yang mesti dilewati agar aplikasi TEMU tidak muncul lagi di PlayStore.
Baca SelengkapnyaPavel Durov, CEO Telegram, ditangkap di Bandara Bourget, Paris, saat bepergian dengan jet pribadi. Penangkapan dilakukan terkait surat perintah di Prancis.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, hal ini berkaitan dengan perlindungan terhadap Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan jutaan pekerja yang terlibat di sektor tersebut.
Baca SelengkapnyaPenghapusan ini dilakukan di China. Pemerintah negara itu meminta Apple "memblokir" dua aplikasi tersebut di App Store-nya.
Baca Selengkapnya