40 Persen penyelenggara telekomunikasi hanya operator semu
Merdeka.com - Tak hanya pelanggan yang semu, operator telekomunikasi pun disinyalir banyak yang semu, bahkan jumlahnya mencapai 40 persen dari seluruh operator yang ada.
"Mereka hanya jualan frekuensi, tidak benar-benar membangun dan memberikan layanan kepada masyarakat," ujar Yohannes Bambang Sumaryo, praktisi telekomunikasi dari Indonesia Telecommunication User Group (IDTUG) kepada merdeka.com, Selasa (18/12).
Namun,Yohanes tak menyebutkan secara pasti siapa saja operator yang dimaksudnya hanya menjual frekuensi hingga disebut operator semu.
-
Apa yang di bangun Telkom? Anak perusahaan Telkom Indonesia, PT Telekomunikasi Indonesia International (Telin) dan Singtel mengumumkan penandatanganan Nota Kesepahaman untuk mengembangkan Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL) baru yang menghubungkan Singapura dan Batam, Indonesia, yang berada dalam Konsorsium INSICA (Indonesia Singapore Cable System) yang baru dibentuk.
-
Bagaimana Telkom membangun konektivitas di Indonesia? 'Melalui kemitraan kami dengan BW Digital dan sebagai bagian dari keseluruhan 7 sistem kabel bawah laut ICE kami, kami bertujuan untuk menjembatani kesenjangan konektivitas antar data center di negaranegara ini dan membentuk masa depan Lanskap Bawah Laut Asia Pasifik,' ungkap Chief Executive Officer Telin, Budi Satria Dharma Purba.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas telekomunikasi Indonesia? Dua orang yang bertanggung jawab atas kondisi telekomunikasi Indonesia, yaitu Mayjen TNI Soehardjono (dirjen pos dan telekomunikasi) serta Ir Sutanggar Tengker Yahya (direktur telekomunikasi di ditjen pos dan telekomunikasi yang juga mantan dirut PN Telekomunikasi Indonesia), menyadari pentingnya menggunakan satelit untuk menyambungkan komunikasi di wilayah nusantara yang begitu luas dan terpisah jarak begitu jauh.
-
Apa itu Hari Telekomunikasi? Setiap 17 Mei dunia memperingati hari telekomunikasi.
-
Mengapa Telkom fokus ke segmen B2B? Hal ini juga sejalan dengan langkah Telkom yang tengah fokus menggarap segmen Business-to-Business (B2B).
-
Bagaimana Telkom melakukan transformasi? Telkom terus melanjutkan langkah transformasi melalui inisiatif Five Bold Moves (5BM) yang terdiri dari Fixed Mobile Convergence (FMC), InfraCo, Data Center Co, B2B Digital IT Service Co dan DigiCo.
Namun, yang terjadi saat ini, operator yang telah menjual lisensi dan frekuensinya adalah PT Axis Telecom kepada PT XL Axiata. Sebelum jadi Axis, saat bernama PT Natrindo Telepon Seluler (NTS), Lippo Group sudah terlebih dahulu menjual sahamnya yang juga berarti menjual lisensinya ke Maxis Communications Berhad.
Soal tuduhan hanya jadi broker frekuensi, Head of Corporate Communications Axis Anita Avianty pernah menjawabnya bahwa hal itu sangat mengada-ada dan tidak benar sama sekali.
Menurut dia, sumbangsih yang diberikan Axis bagi industri telekomunikasi sangat besar sejak pertama kali diluncurkan layanannya pada 2008.
"Misalnya, Axis yang pertama kali memperkenalkan tarif yang simple dan mudah dimengerti oleh pelanggan saat konsumen seluler dibuat bingung dengan penawaran-penawaran yang kompleks dan banyak syarat dan ketentuannya," tuturnya.
Axis, lanjutnya, juga operator yang pertama kali memperkenalkan tarif yang transparan dan sudah termasuk PPN, sehingga pelanggan tidak perlu bingung menghitung pengeluaran biaya telekomunikasinya.
Axis juga mengklaim memperkenalkan banyak penawaran yang inovatif, termasuk layanan internet berkualitas dengan tarif terjangkau.
"Istilah broker dinilai terlalu kasar, sebaiknya memakai istilah keren saja, turn key project atau one stop shopping," ketusnya.
Sumaryo juga menyebutkan istilah operator semu bukan hanya dari sisi jualan frekuensi saja, termasuk juga yang banyak menyewakan frekuensinya, diduga karena alokasi frekuensi yang terbatas. (mdk/ega)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemerintah terlalu memberatkan keuangan perusahaan telekomunikasi dengan biaya penggunaan frekuensi yang semakin naik.
Baca SelengkapnyaIndustri halo-halo sedang tidak baik-baik saja. Pemerintah harus hadir dengan terobosan regulasi.
Baca SelengkapnyaKondisi operator seluler di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaTak heran jika produksi barang nasional masih kalah dengan produk dari luar negeri.
Baca SelengkapnyaBeban operator seluler selama ini sungguh berat. Tidak hanya bisnisnya saja, namun 'upeti' yang mesti dibayarkan ke pemerintah pun makin bengkak.
Baca SelengkapnyaAlhasil, transformasi digital di Tanah Air tidak melahirkan ekonomi baru.
Baca SelengkapnyaLayanan Over The Top (OTT) seperti Google dan Meta, masih menjadi permasalahan hingga hari ini.
Baca SelengkapnyaPersoalan ini menurutnya juga harus ditindaklanjuti oleh pemerintah agar tidak ada lagi kesenjangan kualitas internet di seluruh Indonesia.
Baca SelengkapnyaHakim kesal saat mendengar kesaksian mantan Senior Manajer Implementasi BAKTI Kominfo Erwien Kurniawan.
Baca Selengkapnya