7 'Perilaku menular' yang kecepatan merebaknya kalahkan penyakit!
Merdeka.com - Tentu Anda sudah familiar dengan konsep menguap yang dengan sangat mudah menular. Atau jika Anda sering berhadapan dengan audiens di muka umum, tentu Anda juga familiar dengan konsep tertawa yang mudah menular.
Benar. Hal-hal tersebut memang banyak dibicarakan secara kasual, seakan-akan hal tersebut hanya mitos yang kebetulan terjadi. Namun menurut para ilmuwan dan psikolog, hal tersebut benar. Tingkat kecepatan penularan menguap dan tertawa bahkan lebih cepat daripada flu.
'Perilaku menular' sendiri adalah fenomena yang dikaji dengan baik oleh bidang psikologi. Otak kita secara otomatis akan terkoneksi dengan interaksi sosial dan ikatan sosial. Meniru perilaku yang kita lihat di sekitar kita adalah cara alami dan bentuk empati kita terhadap orang lain.
-
Bagaimana proses menularnya menguap? Melansir dari Psychology Today, tindakan tersebut merupakan proses meniru otomatis yang tidak disadari dan tidak bisa dikendalikan oleh pelakunya. Dugaan lain juga muncul karena peranan sistem saraf cermin atau yang disebut mirror neuron system.
-
Bagaimana kebahagiaan bisa menular? Salah satu alasan penting mengapa kebahagiaan bisa menular adalah melalui interaksi sosial yang positif.
-
Siapa yang rentan terkena penyakit menular? Anak-anak lebih mudah tertular penyakit menular karena sistem kekebalan tubuh mereka belum sempurna.
-
Kenapa ISPA mudah menular? Kondisi ini mudah menular dan dialami oleh siapa saja, terutama anak-anak.
-
Kenapa kita bisa menguap setelah orang lain menguap? Dilansir dari Live Science, salah satu penelitian menyebutkan alasan mengapa kita menguap setelah orang di dekat kita menguap adalah karena adanya fungsi motorik pada otak.
-
Apa yang bisa menular selain kebahagiaan? Fenomena ini tidak hanya terbatas pada menguap saja, tetapi juga dapat terjadi pada tindakan lain seperti berkedip mata atau bahkan tertawa dan batuk.
Berikut ini adalah hal yang menular menurut sains, seperti dilansir dari The Huffington Post.
Mengambil resiko
Benar. Mengambil resiko itu menular. Hal ini sedikit menjelaskan mengapa seringkali anak-anak muda sering melakukan hal yang di luar batas: melakukan perilaku beresiko itu menular.
Sebuah studi yang dihelat oleh para ahli saraf di California Institute of Technology, menemukan bahwa setelah kita melihat orang lain melakukan hal yang berbahaya dan beresiko tinggi, kita akan lebih santai dalam menghadapi resiko. Contohnya, ketika berjudi, ketika awalnya kita tidak mau mencobanya dan akhirnya melihat seorang teman kita memenangkan sebuah perjudian, ada rasa tertarik untuk mencobanya juga.
"Secara umum, penemuan ini memperkuat pemahaman kami tentang bagaimana perilaku yang beresiko tinggi dalam mempengaruhi perilaku orang lain juga," ungkap Shinsuke Suzuki, calon profesor yang mengepalai penelitian ini.
Menguap
Ini adalah perilaku menular yang paling umum diketahui masyarakat. Mudah tertularnya seseorang dengan menguapnya orang lain sudah sangat populer diketahui, meski dikira hanya mitos semata.
Namun, bahkan anjing pun bisa menguap jika pemiliknya juga menguap.
Ternyata menularnya sebuah kuapan, adalah tanda empati.
Namun ada satu tipe orang yang kebal dengan efek menular dari menguapnya seseorang. Sebuah studi tahun lalu menemukan bahwa psikopat adalah orang yang kebal terhadap menularnya kuap. Kepribadian psikopat tersebut ditandai dengan tidak adanya rasa empati ke sesama. Hal ini sangat menjelaskan, karena menularnya menguap adalah indikator paling pas untuk tinggi rendahnya empati.
Tertawa
Jika Anda pernah datang ke sebuah acara komedi, atau hanya sekedar datang ke seminar dengan pembicara lucu, Anda tentu tahu betul kalau tertawa itu menular.
Sains pun menjelaskan misteri dibalik tertawanya seseorang jika orang lain juga tertawa. Begini mekanismenya: otak kita merespon suara dari tertawa, dengan secara otomatis ikut tertawa juga. Meskipun Anda tak mendengar bagian dari lelucon yang lucu, atau tak melihat langsung seseorang yang bertingkah lucu.
Sophie Scott, seorang ahli saraf di University College London, menyatakan bahwa ketika kita berbicara kepada seseorang, seringkali kita meniru perilakunya, meniru kata yang dipakainya, bahkan meniru gestur yang dipakainya. Nah, hal tersebut ternyata juga bekerja pada tawa juga.
Hal ini tak selalu bekerja kepada orang lain, namun otak kita akan selalu merespon tawa dengan tawa pula. Kemampuan kita dalam menahannya ataupun meneruskan impuls tersebut jadi perilaku lain tentu berbeda di setiap orang.
Tersenyum
Jika Anda pernah mendengar ungkapan "tersenyum bisa menularkan kebahagiaan", hal tersebut ternyata bukan kiasan semata. Ternyata para psikolog menunjukkan bahwa kalimat klise pun ternyata benar secara ilmiah.
Peneliti menemukan bahwa ketika kita bersama seseorang dan dia sedang tersenyum, secara otomatis kita akan 'mencoba' hal tersebut di level ekspresi wajah, untuk mengetahui apa yang bisa kita rasakan dari hal tersebut.
Fenomena natural ini dinamakan 'mimikri wajah,' yang menjadikan kita empati kepada seseorang dan ikut menyelam dalam emosi yang orang lain rasakan, namun pada diri kita sendiri.
Cemberut
Jika kita bisa tersenyum ketika orang lain tersenyum juga, sebaliknya juga demikian. Kita akan cemberut jika orang lain juga cemberut.
Contoh mudahnya adalah ketika teman kita sedang sedih, kita tak akan bisa mempertahankan ekspresi senang yang kita 'pasang' meski suasana hati kita sebenarnya memang sedang senang.
Ternyata mimikri wajah juga berlaku ke cemberut. Tak cuma itu, menyeringai dan meringis pun bisa menular.
Keributan di tempat kerja
Tak hanya perilaku positif saja yang bisa menular. Sayangnya, hal yang negatif seperti perilaku rundung ke teman kerja juga bisa menular.
Sebuah studi di tahun 2015 dari University of Florida, menemukan bahwa ketika seseorang mendapatkan perilaku kasar di sebuah tempat kerja, dia akan cenderung mempraktikkan kekasaran tersebut di tempat kerja baru nantinya, ketimbang mengambil sisi positifnya.
Kepala dari penelitian ini, Trevor Foulk menyatakan bahwa secara umum hal ini ditoleransi oleh banyak orang, padahal ini adalah hal yang berbahaya. Menurutnya tempat kerja adalah tempat yang efek negatifnya paling tinggi jika terjadi keributan di dalamnya.
Gemetar
Uniknya. apa yang kita rasakan juga bisa menular. Contohnya adalah hanya dengan melihat seseorang kedinginan, kita bisa merasa dingin juga. Hal ini bukan omong kosong, setidaknya sains dapat membuktikannya.
Tim psikologi saraf di Sebuah sekolah medis di Brighton dan Sussex Inggris, mempublikasikan sebuah penelitian yang menemukan bahwa temperatur bisa menular. Studi ini menunjukkan bahwa ketika partisipan melihat video di mana tangan seseorang dimasukkan ke air dingin, temperatur tangan partisipan akan seketika menurun. Hal ini bekerja lebih efektif ke partisipan dengan tingkat empati yang tinggi, di mana temperaturnya menurun dengan makin tinggi.
Lagi-lagi, tingkat empati yang menentukan menularnya sebuah perilaku. Meski demikian, tangan kita yang bisa 'gemetar' melihat seseorang kedinginan, tak berlaku jika melihat seseorang yang lain kepanasan.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Terdapat berbagai fakta psikologi yang menarik untuk disimak.
Baca SelengkapnyaTernyata ada penjelasan ilmiah yang menyebabkan menguap itu menular.
Baca SelengkapnyaKetahui fakta orang yang mudah tertawa berikut ini, ternyata ada alasan di baliknya.
Baca SelengkapnyaKalimat pembuka presentasi lucu ini menjadi kunci untuk menarik perhatian agar tiap pendengar terlibat dalam presentasi selama jangka panjang.
Baca SelengkapnyaDroplet adalah tetesan kecil dari batuk atau bersin yang mengandung berbagai mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit.
Baca SelengkapnyaKalimat pembuka presentasi lucu berperan penting dalam menciptakan atmosfer yang santai dan menghibur.
Baca SelengkapnyaSeseorang bisa mengalami flu dalam waktu cukup lama, namun hingga berapa lama biasanya penyakit ini tetap bisa menyebar?
Baca SelengkapnyaMenguap biasa menjadi tanda kelelahan dan mengantuk yang hanya diredakan dengan tidur.
Baca SelengkapnyaMitos ersedak tiba-tiba ini telah diwariskan turun-temurun dan menjadi bagian dari kepercayaan populer di berbagai budaya, termasuk Indonesia.
Baca Selengkapnya