7 Perilaku Negatif yang Bisa Menurun Secara Genetik
Merdeka.com - Gen adalah fitur dalam diri manusia yang menentukan hampir semua bentuk fisik dan juga non-fisik kita. Kita sebagai manusia mewarisi semua gen dari orang tua.
Permasalahannya, ternyata tidak semua gen dari orang tua adalah gen yang baik. Bahkan seringkali kecenderungan perilaku kita (meski kita tak bisa melakukan justifikasi penuh terhadap perilaku berdasar genetikanya), menurun dari orang tua kita.
Nah, berikut ini adalah tujuh perilaku negatif yang bisa menurun secara genetik, melansir Listverse.
-
Kenapa sifat anak dipengaruhi genetik? Studi tentang kembar identik yang dibesarkan terpisah, seperti yang dilakukan dalam Minnesota Study of Twins Reared Apart, memberikan wawasan berharga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 30% hingga 60% sifat kepribadian dapat dijelaskan oleh faktor genetik.
-
Apa saja perilaku negatif remaja? Pertama-tama, dr. Rudi Priyo Utomo Sp.OG menjelaskan beberapa perilaku negatif yang sering muncul pada remaja, seperti hubungan seks diluar nikah, kehamilan usia remaja, penggunaan napza, dan kekerasan dalam pacaran.
-
Bagaimana cara genetika memengaruhi kecerdasan anak? Genetika dan Kecerdasan: Lebih dari Sekadar Kromosom X Meski belum ada gen spesifik yang memengaruhi kecerdasan, studi menunjukkan bahwa faktor genetik dapat mendasari sekitar 50% perbedaan kecerdasan di antara individu.
-
Apa saja kebiasaan buruk anak yang bisa diatasi? Berikut sejumlah kebiasaan buruk anak yang perlu diatasi orangtua: Menggigit Jempol, Menggigit Kuku, Mengisap/Menggigit/Sedot Bibir, Mengupil, Memainkan Rambut, Menggeretakkan Gigi, Waktu Layar Berlebihan, Kebiasaan Makan yang Buruk, Tidur Tengah Malam, Merasa Takut, Keras Kepala, Berbohong, Menolak Menerima Tanggung Jawab, Mengganggu Orang Lain, Perilaku Agresif, Mengeluh.
-
Siapa yang sering dianggap bersikap buruk? Anak yang tidak ingin berbagi mainan atau makanannya dengan orang lain seringkali dianggap bersikap buruk.
-
Bagaimana lingkungan memengaruhi sifat anak? 'Kepribadian adalah hasil dari interaksi kompleks antara genetik dan lingkungan,' tulis sebuah studi yang diterbitkan di Molecular Psychiatry. Penelitian ini menyimpulkan bahwa lebih dari 700 gen berkontribusi pada pembentukan kepribadian, tetapi lingkungan tetap memainkan peran penting dalam menentukan ekspresi gen-gen tersebut.
Gen Kejahatan
Varian gen MAOA dan gen cadherin 13 (CDH13) disebut sebagai "gen pejuang". Meski demikian ini bukan semata-mata pejuang, namun gen ini diberi nama demikian karena terkait dengan perilaku kekerasan.
Sebuah studi tahun 2014 yang dihelat oleh peneliti Finlandia mengungkapkan bahwa penjahat dengan gen yang bertanggung jawab atas lima hingga sepuluh persen dari semua kejahatan yang ada di Finlandia.
Menurut penelitian yang sama, gen pejuang ini 13 kali lebih mungkin menjadi pelaku kejahatan ketimbang mereka yang tidak memiliki gen ini. Disebut telah ada 900 narapidana yang terlibat dalam penelitian ini bertanggung jawab atas total 1.154 pembunuhan, percobaan pembunuhan, serta kekerasan.
Tentu ini bukan sebagai justifikasi dan bukan jaminan bahwa pemilik gen ini akan pasti melakukan kekerasan.
Gen Bunuh Diri
Para ilmuwan menemukan hubungan antara depresi, bunuh diri, serta adanya gen RGS2.
Hal ini dibuktikan sebuah studi di tahun 2011 yang dipimpin oleh ilmuwan dari New York State Psychiatric Institute bernama John Mann, yang mengungkapkan bahwa satu varian gen RGS2 mempunyai kecenderungan depresi, dan varian lainnya membuat orang rentan lebih rentan bunuh diri.
Para peneliti percaya bahwa gen RGS2 ini dapat menjelaskan bahwa beberapa generasi keluarga yang sama, melakukan bunuh diri. Hal ini diduga terjadi di keluarga penulis terkenal Ernest Hemingway.
Hemingway bunuh diri di tahun 1961, ayahnya bunuh diri di 1928, dan kejadian sama terjadi ke cucu perempuan dan dua saudara kandungnya.
Sang ilmuwan setuju bahwa deteksi gen dapat digunakan dalam indikator risiko seseorang untuk pencegahan bunuh diri.
Gen Trauma
Para peneliti menemukan bahwa ternyata orang tua dapat mentransfer efek dari pengalaman traumatis yang mereka derita kepada anak-anak melalui gen.
Peneliti melakukan penelitian ke banyak partisipan yang punya kecenderungan traumatis, mulai dari keturunan budak kulit hitam, orang-orang yang selamat holocaust, hingga tentara yang berhasil selamat dari perang Vietnam. Disebut, kesemuanya secara genetik mentransfer gangguan stres pasca-trauma ke keturunan mereka.
Penelitian ini dipimpin oleh Dr. Rachel Yehuda dari Fakultas Kedokteran Icahn di Rumah Sakit Mount Sinai di Manhattan. Sang peneliti menyebut bahwa peristiwa traumatis benar-benar dapat mengubah gen mereka.
Gen Selingkuh
Gen DRD4 ternyata bertanggung jawab untuk mengatur kadar dopamin dalam tubuh kita. Dopamin adalah zat kimia yang dilepaskan di otak kita dan biasanya terkait dengan motivasi dan kepuasan seksual.
Tubuh kita menganggapnya sebagai semacam hadiah, itulah sebabnya hormon ini biasanya dilepaskan ketika kita terlibat dalam perilaku menyenangkan seperti judi, minum, dan berhubungan seksual.
Hubungannya dengan perselingkuhan, sebuah studi di tahun 2010 yang dipimpin ilmuwan Justin Gracia daru Binghamton University, New York, telah mengungkapkan bahwa varian gen DRD4 sebenarnya bisa membuat orang lebih rentang untuk selingkuh dari pasangan mereka.
Hal ini disimpulkan dari 181 partisipan yang memiliki gen tersebut punya kecenderungan terlibat perselingkuhan. Namun tentu varian gen bukan alasan untuk selingkuh dan sebuah justifikasi atas kelakuan ini.
Gen Pesimistik
Ternyata perasaan pesimis dan juga pikiran negatif bisa datang dari gen. Gen yang bertanggungjawab adalah ADRA2B, yang merupakan salah satu dari banyak gen yang bertanggung jawab atas emosi kita.
Ilmuwan menyebut ketika gen ADRA2B tidak sempurna, lebih tempatnya kehilangan satu struktur asam amino, pemilik gen ini akan lebih mudah melihat peristiwa secara negatif.
Dalam penelitian oleh Rebecca M. Todd dari University of British Columbia, gen pesimistik ini ditemukan dalam penelitian yang melibatkan 200 partisipan. Dikonklusikan bahwa gen pesimistik ini muncul bukan karena satu gen saja, namun karena ada ketidaksempurnaan tersebut atau beberapa gen yang terhubung.
Gen Insomnia
Sebuah penelitian yang melibatkan 113.006 akhirnya mengungkap adanya tujuh buah gen yang merupakan penyebab insomnia.
Salah satu gen yang dimaksud adalah MEIS1. Gen ini juga terhubung dengan beberapa kondisi lain seperti depresi, gangguan kecemasan, serta sindrom kaki gelisah atau restless legs syndrome (RLS). Tentu semua kondisi ini merupakan penyebab insomnia.
Gen Banyak Omong
Berbeda dari kepercayaan 'ilmiah' umum yang menyatakan bahwa banyak bicara adalah soal gender, ternyata hal ini lebih condong ke soal genetika.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Maryland menunjukkan bahwa gen FOXP2 adalah salah satu gen yang bertanggung jawab untuk kemampuan bicara manusia. Gen ini mengeluarkan protein khusus di otak, dan protein ini membuat seseorang cenderung banyak bicara.
Meski demikian, para peneliti ingin meneliti kembali hal ini di angka partisipan yang lebih besar agar tak ada bias umur dan gender.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Melalui warisan genetik, anak-anak tidak hanya mewarisi ciri-ciri fisik tetapi juga sifat-sifat kepribadian orang tua.
Baca SelengkapnyaLahir dari keluarga yang kurang harmonis bukanlah faktor utama yang membuat seseorang jadi orangtua yang buruk.
Baca SelengkapnyaSejumlah kebiasaan buruk pada anak perlu diketahui dan diatasi oleh orangtua.
Baca SelengkapnyaSejumlah kondisi bisa diturunkan pada anak oleh ayah karena genetik.
Baca SelengkapnyaPenyakit ini disebabkan oleh perubahan atau mutasi dalam materi genetik (DNA) yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Baca SelengkapnyaPerilaku anak cerminan orang tua karena anak sering kali meniru apa yang orang tua lakukan.
Baca SelengkapnyaKrisis moral tengah masif terjadi di tengah masyarakat. Apa yang menjadi penyebab dan bagaimana dampaknya?
Baca SelengkapnyaAda banyak jenis penyakit keturunan yang diwariskan secara genetik dan menjadi tantangan dalam dunia medis.
Baca SelengkapnyaKondisi ini sering terjadi pada remaja berusia 10-19 tahun.
Baca SelengkapnyaKetika orangtua memiliki pandangan toxic masculinity, hal ini bisa berdampak buruk pada perkembangan anak.
Baca SelengkapnyaTerdapat cara yang bisa diterapkan oleh orangtua untuk menghilangkan sejumlah kebiasaan buruk yang dimiliki oleh anak.
Baca SelengkapnyaPsikopat adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan seseorang yang tidak memiliki emosi, perasaan, dan hati nurani.
Baca Selengkapnya