Ada potensi kerugian negara pada merger XL-Axis
Merdeka.com - Bukan hanya meminta klarifikasi dari Menkominfo Tifatul Sembiring, aksi merger antara PT XL Axiata dengan PT Axis Telekom diduga bisa berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Anggota DPR Chandra Tirta Wijaya mengatakan Menkominfo Tifatul Sembiring keliru dalam mengambil keputusan terkait merger XL-Axis. Untuk itu, tambahnya, Komisi I DPR akan meminta Menkominfo memberikan klarifikasi kepada DPR.
"Merger antara XL-Axis tersebut berisiko merugikan negara, akibat peralihan frekuensi dari perusahaan Arab Saudi itu kepada perusahaan Malaysia. Penguasaan frekuensi kepada asing selama ini justru pemanfaatannya tidak maksimal," tegas Chandra.
-
Mengapa XL Axiata dan Smartfren ingin merger? Dian mengungkapkan bahwa konsolidasi atau penggabungan dua operator tidak hanya menguntungkan bagi perusahaan yang terlibat, tetapi juga berkontribusi pada kesehatan industri secara keseluruhan.
-
Kemana X pindah? Lalu, platform media sosial X akan berpindah dari San Francisco ke Austin, Texas.
-
Dimana XL Axiata fokus perkuat jaringan? Sejumlah daerah yang biasanya menjadi tujuan mudik dan wisata akan menjadi perhatian khusus, terutama di Pulau Jawa.
-
Kenapa XL Axiata ingin merger dengan Smartfren? Pasalnya, pihak XL Axiata menyadari bahwa persaingan di industri seluler akan berat jika mereka berdiri sendiri dan tidak melakukan merger.
-
Kapan XL Axiata dan Smartfren akan merger? Proses penggabungan atau merger XL Axiata dan Smartfren diharapkan dapat rampung pada semester pertama tahun 2025.
-
Apa yang terjadi dengan XL Axiata? Kabar pengunduran Dian ini cukup mengejutkan. Pasalnya XL Axiata saat ini sedang menjajaki merger dengan Smartfren.
Menurutnya, industri seluler perlu ditata dengan lebih efisien, adil dan transparan, dengan berorientasi kemudahan konsumen sehingga alokasi frekuensi harus sesuai dengan ukuran dan daya jangkau masing-masing operator.
"Yang terjadi saat ini adalah ketidakadilan di industri dan adanya kepentingan korporasi yang membuat mereka mangkir untuk menepati komitmen modern licensing," ujarnya.
Pemegang saham pengendali XL adalah Axiata Investments (66,5 persen). Axiata Group Berhard dipimpin oleh Dato' Sri Jamaludin Ibrahim asal Malaysia, sedangkan Saudi Telecom Company (STC), perusahaan Arab Saudi merupakan pemegang saham terbesar Axis dengan kepemilikan 80,1 persen saham.
Pasca merger, XL kini menguasai 22,5 Mhz di rentang spektrum 900 MHz dan 1800 MHz (2G), serta 15 Mhz di 2100 MHz (3G). Dengan dua senjata ini, XL diprediksi akan mampu menguasai pasar industri seluler dalam tempo 3-5 tahun ke depan, khususnya layanan data. Ini berarti operator Malaysia akan semakin dominan di Indonesia.
Pada kesempatan yang sama, pengamat ekonomi dari Universitas Airlangga, Ikhsan Mojo menilai merger XL dan Axis berpotensi mengganggu pangsa pasar di industri telekomunikasi Indonesia.
Pasalnya, ada pemain lain yang akan melampaui pasarnya jika XL dan Axis merger. Terlebih lagi, konsentrasi pasar perlu diperhatikan regulator dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) agar tidak terjadi pelanggaran seperti 2008-2009.
"Tercium kebusukan dalam merger XL dan Axis karena adanya konsentrasi pasar yang tinggi, ini patut dicurigai karena bisa menimbulkan kerugian bagi konsumen dan negara," ujarnya. (mdk/ega)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Setelah dirumorkan merger, kini Axiata dan SinarMas saling mulai menjajaki.
Baca SelengkapnyaProses merger antara XL dan Smartfren semakin mendekati tahap akhir.
Baca SelengkapnyaTak mudah bagi industri telekomunikasi untuk menatap masa depan. Butuh bantuan pemerintah agar bisnis mereka terus berkelanjutan.
Baca SelengkapnyaHampir semua investor X merasa menyesal telah berinvestasi di platform besutan Elon Musk. Tapi ada satu orang yang klaim tak menyesal.
Baca SelengkapnyaXL Axiata dan Smartfren dirumorkan akan merger. Kominfo memberi restu.
Baca SelengkapnyaBerikut penjelasan dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) terkait rencana merger XL dan Smartfren.
Baca SelengkapnyaSkema power wheeling itu berbahaya karena memperbolehkan produsen listrik swasta menggunakan jaringan yang selama ini dikelola negara.
Baca SelengkapnyaPada periode ini, pendapatan data dan layanan digital mencapai Rp 23,38 triliun, atau sekitar 92 persen dari total pendapatan.
Baca SelengkapnyaKondisi operator seluler di Indonesia saat ini sedang tidak baik-baik saja.
Baca SelengkapnyaTransaksi akuisisi Tiktok terhadap Tokopedia bukan semata-mata demi pelaku usaha kecil-menengah dan produk dalam negeri.
Baca SelengkapnyaIni persoalan X yang dijauhi para pengiklan sehingga memperburuk keuangan mereka.
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan IMF karena kekhawatiran meningkat menjelang kemungkinan terpilihnya kembali Donald Trump sebagai presiden AS dalam Pilpres 2024.
Baca Selengkapnya