AI atau Kecerdasan Buatan, Ditakuti atau Diinginkan?
Merdeka.com - Kecerdasan buatan adalah teknologi yang papling tersohor abad ini. Meski kita hanya mengenal beberapa di antaranya seperti aplikasi asisten seperti Siri dan Google Assistant, atau di kamera-kamera smartphone, teknologi ini akan jadi inti dari berbagai aspek seperti pekerjaan, kesehatan, hingga perang.
Jadi untuk mengedukasi masyarakat soal apa itu AI atau kecerdasan buatan, itu adalah hal yang penting. Pasalnya, banyak ketakutan yang muncul, mulai dari pekerjaan yang akan segera diganti oleh robot, kecelakaan mobil otonom tanpa tanpa pengemudi, hingga penyalahgunaan senjata perang berbasis AI.
Akhirnya, Future of Humanity Institute dari University of Oxford mengadakan penelitian soal dukungan atau tentangan terhadap kecerdasan buatan.
-
Kenapa AI dikembangkan? Retantyo menjelaskan bahwa AI merupakan salah satu cabang ilmu yang baru dikembangkan pada pertengahan abad ke-20, yaitu saat Perang Dunia II dan menjadi terobosan baru dalam ilmu komputer.
-
Siapa yang mengembangkan AI yang berbahaya? Pemerintah di seluruh dunia semakin banyak yang memasukkan AI ke dalam alat peperangan. Pemerintah AS mengumumkan pada 22 November bahwa 47 negara bagian telah mendukung deklarasi tentang penggunaan AI yang bertanggung jawab di militer – yang pertama kali diluncurkan di Den Haag pada bulan Februari.
-
Apa dampak buruk AI? Kehadiran hantu AI mungkin mengganggu proses berduka alami, sehingga berpotensi berdampak pada kesehatan mental masyarakat.
-
Mengapa AI ini diciptakan? Mereka menjadikan teknologi AI sebagai alat bantu komunikasi bagi orang-orang yang tidak dapat berbicara karena sakit seperti stroke atau lumpuh.
-
Apa potensi dampak negatif AI? Potensi terjadinya masalah sangat besar, yang dapat menyebabkan kehancuran peradaban biologis dan AI sebelum mereka berkesempatan menjadi multiplanet.
-
Apa jenis AI yang banyak dipatenkan? AI Generative adalah jenis kecerdasan buatan yang memungkinkan pengguna menghasilkan konten seperti teks, gambar, musik, audio, dan video.
Relawan penelitian diambil sampel 2.000 orang Amerika Serikat, yang tiap individunya dipilih merepresentasikan demografi AS, yang seimbang secara usia, ras, pendidikan, jenis kelamin, pendapatan, serta preferensi politik.
Nah, dalam jajak pendapat tersebut, kecerdasan buatan didefinisikan sebagai "sistek komputer yang melakukan tugas atau membuat keputusan yang biasanya butuh kecerdasan manusia." Dari definisi tentang AI tersebut, 41 persen responden agak atau mendukung pengembangan AI, sementara 22 persen agak atau sangat menentang pengembangan AI. 28 Persen sisanya tidak yakin.
Demografi dan AI
Demografi dari responden juga diperhitungkan dalam penelitian ini. Dalam perannya mendukung AI, ternyata terdapat kecenderungan. Individu muda, berpendidikan, dan berjenis kelamin pria, cenderung mendukung pengembangan AI.
Data soal demografi lainnya nampak dari latar belakang. Lulusan perguruan tinggi 57 persen lebih mendukung AI ketimbang hanya 29 persen individu dengan pendidikan sekolah menengah ke bawah.
Hal ini cukup ironis ketika terdapat penelitian lain yang menyebut salah satu dampak negatif dari AI adalah adanya kesenjangan sosial yang makin lebar.
Aspek menarik lainnya adalah soal regulasi dari AI. 82 persen responden agak atau sangat setuju dengan pernyataan "robot dan kecerdasan buatan adalah teknologi yang membutuhkan manajemen yang hati-hati."
Tentu tata kelola kecerdasan buatan harus berada di bawah manajemen yang apik, jika perlu, Pemerintah harus campur tangan jika tak ingin ada serangan cyber atau senjata otonom.
Hal ini senada dengan pertanyaan soal siapa yang harus diberi tanggung jawab soal AI. Responden menjawab 50 persen adalah peneliti dan ilmuwan dan 49 persen militer.
Bagaimana pendapat Anda?
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Berikut prediksi teknologi berbasis AI yang akan berubah menyeramkan di 2024.
Baca SelengkapnyaIni merupakan hasil riset yang dilakukan oleh Populix terhadap masyarakat Indonesia.
Baca SelengkapnyaGoogle mengetahui keinginan pengguna, sehingga menyajikan informasi yang diperlukan bagi pengguna.
Baca SelengkapnyaHasilnya, sebanyak 62% responden khawatir pekerjaan mereka akan tergusur oleh kecerdasan artifisial (AI).
Baca SelengkapnyaPengaplikasian AI menjadi tantangan manusia dan dunia industri.
Baca SelengkapnyaKebutuhan pengaturan pemanfaatan kecerdasan buatan ini tengah dikaji oleh pemerintah.
Baca SelengkapnyaMenyiapkan diri, bangsa, dan negara memanfaatkan AI dan menanggulangi dampak buruknya bukan lagi suatu pilihan, namun menjadi keharusan.
Baca SelengkapnyaAI bukan hanya memudahkan pekerjaan manusia, namun ia bisa menjadi 'pribadi' yang suka mengadu domba.
Baca SelengkapnyaSiapa yang bisa mengendalikan AI, maka ia akan berkuasa, kata seorang ilmuwan komputer.
Baca SelengkapnyaMenurutnya, dunia saat ini dihadapkan pada ketidakpastian akibat pertarungan geopolitik.
Baca SelengkapnyaHal itu terungkap saat Iwan Fals diundang menjadi tamu di podcast Armand Maulana.
Baca SelengkapnyaJokowi mengakui semua negara merasa takut terhadap kemunculan AI.
Baca Selengkapnya