Anak muda lebih sering umbar privasi di media sosial
Merdeka.com - Kaspersky baru saja merilis hasil survey yang berkenaan dengan kebiasaan umum pengguna internet. Dalam survei bertajuk “My Precious Data: Stranger Danger”, menemukan bahwa para pengguna internet selalu mengumbar privasinya terutama di media sosial.
Survei itu menunjukkan mayoritas pengguna sekitar 93 persen berbagi informasi secara digital dengan 70 persennya berbagi foto serta video anak-anak mereka. Tak hanya foto dan video anak-anak mereka saja, melainkan pula 45 persen berbagai video serta foto-foto pribadi yang sensitif kepada orang lain.
Dari responden yang mereka survei, ditarik kesimpulan bahwa sejumlah besar informasi pribadi milik mereka dapat dengan mudah diakses oleh orang asing. Ini tak lain lantaran terlalu gamblangnya mereka terhadap data-data yang bersifat pribadi.
-
Apa saja bahaya media sosial untuk anak? Belum lagi prevalensi cyberbullying, diskriminasi, ujaran kebencian, dan postingan yang mempromosikan tindakan menyakiti diri sendiri yang dapat berinteraksi secara teratur dengan remaja, menurut APA.
-
Siapa yang bilang media sosial berbahaya bagi anak? Seorang Ahli Bedah Umum asal Amerika Serikat (AS) Vivek Murphy mengatakan bahwa media sosial menghadirkan risiko besar bagi kesehatan mental remaja.
-
Apa dampak negatif media sosial untuk anak? Seringkali, anak-anak tidak menyadari risiko yang mengancam akibat penggunaan media sosial yang berlebihan.
-
Kenapa anak mudah kecanduan media sosial? Anak-anak cenderung lebih mudah terjebak dalam kecanduan media sosial karena otak mereka sangat responsif terhadap kenyamanan yang ditimbulkan oleh dopamin.
-
Bagaimana cara menghindari anak terjebak di media sosial? Orang tua harus memahami faktor-faktor penyebabnya dan aktif berperan dalam membimbing anak-anak mereka agar dapat memanfaatkan media sosial dengan cara yang sehat dan seimbang.
-
Bagaimana cara mengajarkan privasi data pada anak? Ajarkan mereka pentingnya melindungi informasi pribadi mereka di dunia digital. Ini termasuk mengajarkan mereka bagaimana menjaga kata sandi yang kuat, berbicara dengan bijak di media sosial, dan tidak membagikan informasi pribadi kepada orang yang tidak dikenal.
Menariknya survei ini menunjukkan bahwa anak muda yang paling mungkin untuk berbagi foto pribadi dan sensitif tentang diri mereka dengan orang lain – 61 persen dari mereka yang berusia 16-24 mengakui membagi data pribadi, dibandingkan hanya 38 persen dari usia di atas 55 tahun.
"Mengungkapkan data penting dan sensitif kepada orang lain, itu berarti Anda menyerahkan kendali atas data tersebut, karena Anda tidak dapat memastikan kemana data dibagikan, dan bagaimana penggunaannya. Pengguna secara harfiah menyerahkan data berharga mereka, dan bahkan perangkat dimana data tersebut tersimpan, di tangan orang lain,” ujar Andrei Mochola, Head of Consumer Business di Kaspersky Lab melalui keterangan resminya, Senin (5/6).
Statistik Kaspersky tentang perilaku sharing di media sosial ©2017 Merdeka.comBerdasarkan data dari survei itu, hampir setengah atau 44 persen menjadikan data milik mereka dapat diakses publik, tetapi begitu data masuk ke ranah publik, maka data tersebut dapat dibagikan secara luas bahkan melampaui kendali pemiliknya.
Satu dari lima pengguna internet mengakui bahwa mereka berbagi data-data sensitif dengan orang yang tidak mereka kenal baik, dan dengan orang asing, sehingga membatasi kemampuan mereka dalam mengendalikan bagaimana data sensitif mereka digunakan.
Hal ini berarti, pengguna mengekspos diri mereka kepada pencurian identitas atau serangan finansial dengan membagikan rincian keuangan dan pembayaran 37 persen, pemindaian paspor, surat ijin mengemudi dan dokumen pribadi lainnya 41 persen atau kata sandi 30 persen.
"Meskipun benar-benar tidak realistis untuk mengharapkan pengguna internet berhenti berbagi foto, informasi pribadi dan informasi lainnya satu sama lain, kami mendorong pengguna untuk berpikir dua kali sebelum mereka berbagi informasi penting secara terbuka untuk umum. Kami juga mendorong semua pengguna Internet untuk menerapkan langkah-langkah keamanan untuk melindungi data mereka, dan privasi mereka, jika perangkat atau data mereka jatuh ke tangan yang salah," kata Mochola.
(mdk/idc)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Penelitian dari Amnesty Internasional menunjukkan bahaya dari konten TikTok, terutama untuk anak-anak dan remaja.
Baca SelengkapnyaKondisi tersebut memunculkan ancaman baru di dunia digital berupa kekerasan digital berbasis gender.
Baca SelengkapnyaWHO memperingatkan adanya efek buruk dari penggunaan media sosial.
Baca SelengkapnyaPenggunaan medsos tidak selalu memberikan dampak positif tapi juga negatif.
Baca SelengkapnyaKecanggihan teknologi satu sisi memudahkan masyarakat, sisi lainnya dari kemudahan itu justru menciptakan celah kejahatan.
Baca SelengkapnyaPenggunaan media sosial secara teratur dapat mengubah perkembangan otak anak-anak secara berbahaya, bahkan anak-anak di usia 13 tahun.
Baca SelengkapnyaJika Anda dirugikan terjadinya penyalahgunaan KTP pada pinjaman online, Anda bisa membuat laporan ke polisi.
Baca SelengkapnyaPerilaku yang beradab, tidak hanya wajib dilakukan di dunia nyata, tapi diperlukan untuk membangun generasi penerus yang bijak berdigital.
Baca SelengkapnyaGenerasi Z menganggap media sosial paling banyak berdampak negatif.
Baca Selengkapnya