APJII: BHP penomoran rentan di judicial review
Merdeka.com - Adanya klausul biaya hak penggunaan (BHP) penomoran justru membuat wibawa UU Telekomunikasi yang baru akan runtuh, karena dinilai minim aspirasi, aturan ini berpotensi dimohonkan uji materi (judicial review) oleh para pengusaha.
Munculnya biaya penomoran membuat aturan ini lebih buruk dari undang-undang telekomunikasi yang lama, sangat debatable dan bisa di-judicial review, ungkap Sapto Anggoro, Sekjen Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), belum lama ini.
Kemungkinan wacana judicial review muncul setelah APJJI rapat dengan sejumlah anggotanya dan pelaku usaha lain. Para pengusaha berpendapat, semestinya ada klausul yang melibatkan pengusaha dalam pelaksanaan proyek yang berasal dari dana Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
-
Siapa yang mengumumkan kebijakan baru BRI? Corporate Secretary BRI Agustya Hendy Bernadi mengungkapkan kebijakan baru ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan Perseroan kepada nasabah.
-
Siapa yang mundur dari APTIKA Kominfo? Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), Muhammad Arif, mengapresiasi keputusan Dirjen Aplikasi Informatika (APTIKA) Kominfo, Semuel A. Pangerapan mundur dari jabatannya.
-
Kenapa BBNKB II dihapus? Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) II dan pajak progresif akan dihapus di beberapa provinsi sesuai dengan amanat Undang-Undang (UU) 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, khususnya pasal 74.
-
Siapa yang bertanggung jawab atas telekomunikasi Indonesia? Dua orang yang bertanggung jawab atas kondisi telekomunikasi Indonesia, yaitu Mayjen TNI Soehardjono (dirjen pos dan telekomunikasi) serta Ir Sutanggar Tengker Yahya (direktur telekomunikasi di ditjen pos dan telekomunikasi yang juga mantan dirut PN Telekomunikasi Indonesia), menyadari pentingnya menggunakan satelit untuk menyambungkan komunikasi di wilayah nusantara yang begitu luas dan terpisah jarak begitu jauh.
-
Siapa yang mengatur kode telepon negara? Pemberian nomor unik di setiap negara tersebut diberikan oleh sebuah lembaga internasional bernama ITU atau International Telephone Union.
-
Apa yang akan dihapus oleh pemerintah? Pemerintah akan menghapus kredit macet segmen Usaha Mikro Kecil & Menengah (UMKM) di bank.
Selama ini pemerintah jalan sendiri, misalnya ketika menggelar proyek dari pungutan Universal Service Obligation (USO), karena tanpa pengawasan ujungnya tidak sesuai yang industri harapkan, tambah Sapto.
Dia mengatakan, APJII konsisten menolak pungutan telekomunikasi yang tidak jelas. Selain BHP penomoran, APJII juga menolak BHP Jasa Telekomunikasi terhadap pengusaha internet service provider (ISP) karena dinilai memberatkan industri.
Menurut Sapto, karena banyaknya penolakan semestinya RUU Telekomunikasi tidak disahkan. Pemerintah jangan terkesan mengejar target tanpa memperhitungkan perlindungan terhadap hak-hak pelaku usaha. "Kalau hanya mengejar target, pasti dampaknya akan buruk," ungkapnya.
Senada dengan Sapto, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) juga menolak aturan BHP penomoran. Pasalnya, aturan ini hanya mengatur kewajiban sedangkan operator tidak mendapatkan pembinaan dari pemerintah.
"Kalau operator membayar berarti negara punya kewajiban untuk membina, lah itu membina apa? Kalau tujuannya tidak jelas saya rasa kebijakan ini tidak pada tempatnya," ungkap Setyanto P Santosa, Ketua Umum Mastel.
Sekadar informasi, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah membahas RUU Telekomunikasi menggantikan UU Nomor 36 tahun 1999. Dalam RUU Tersebut mengatur adanya kewajiban dari seluruh operator seluler untuk menerapkan BHP penomoran.
Sebelum sampai ke tangan DPR, RUU tersebut diinisiasi oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan targetnya disahkan 2014. Pemerintah beranggapan, BHP penomoran perlu karena jumlah nomor digit kartu telepon pelanggan seluler adalah sumber daya terbatas. (mdk/dzm)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Sebagian isi draft RUU Penyiaran bertentangan dengan UU Pers
Baca SelengkapnyaRUU Penyiaran berawal dari sebuah persaingan politik antara lembaga berita melalui platform teresterial versus jurnalism platform digital.
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran: Sengketa Produk Jurnalistik Tidak Lagi Melalui Dewan Pers
Baca SelengkapnyaRevisi UU Penyiaran tidak boleh mengganggu kemerdekaan pers.
Baca SelengkapnyaSejumlah pasal dalam RUU Penyiaran berpotensi menjadi pasal karet
Baca SelengkapnyaBeberapa Pasal dikabarkan tumpang tindih hingga membatasi kewenangan Dewan Pers dalam penyelesaian sengketa jurnalistik.
Baca SelengkapnyaYenny Wahid turut menolak RUU Pilkada. Dia memprotes sikap DPR merevisi UU Pilkada lewat sebuah postingan di akun Instagram @yennywahid.
Baca SelengkapnyaAnggota Dewan Pers Yadi Hendriana menyebut, ada perbedaan mendasar antara KPI dengan Dewan Pers
Baca SelengkapnyaSAFEnet menilai revisi UU tersebut menjadi berpotensi terjadi penyalahgunaan kewenangan oleh kepolisian.
Baca SelengkapnyaDraf RUU Nomor 32 tahun 2002 Tentang Penyiaran menuai beragam polemik.
Baca SelengkapnyaNinik menegaskan mandat penyelesaian karya jurnalistik itu seharunya ada di Dewan Pers.
Baca SelengkapnyaDjarot menyebut komunikasi tersebut bertujuan untuk mencegah penyelundupan Pasal-Pasal di RUU MK.
Baca Selengkapnya